Satgas PMK Perluas Pencegahan ke Wilayah Belum Terdampak
Penyebaran kasus PMK di Indonesia sudah menjangkau 21 provinsi meliputi 231 kabupaten
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Satuan Tugas Penanganan Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mencatat, hingga hari ini kasus PMK pada hewan di Indonesia telah mencapai 317.889 kasus. Penyebarannya pun sudah menjangkau 21 provinsi yang meliputi 231 kabupaten/kota.
Dari angka tersebut, sebanyak 106.925 ekor sembuh, 2.016 ekor mengalami kematian, dan sebanyak 3.489 ekor dilakukan potong bersyarat. Berdasarkan jenis hewannya, yang terbanyak terjangkit PMK yakni sapi sebanyak 309 ribu ekor, kerbau sebanyak 5.600 ekor, kambing sebanyak 1.300 ekor, domba sebanyak 1000 ekor, dan babi sebanyak 16 ekor.
Juru Bicara Satgas Penanganan PMK Wiku Adisasmito menjelaskan, pemerintah membentuk Satgas Penanganan PMK yang dipimpin Kepala BNPB bekerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk penyelesaian wabah secara cepat dan tepat. Pemerintah pun akan melakukan pencegahan agar PMK tak semakin meluas ke daerah lainnya yang belum berdampak.
“Hal penting untuk diupayakan ialah mempertahankan wilayah yang belum terdampak oleh PMK, agar semaksimal mungkin dicegah masuknya virus ini ke wilayah tersebut,” kata Wiku saat memberikan keterangan pers perkembangan penanganan PMK, yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, dikutip pada Jumat (8/7/2022).
Wilayah yang belum terdampak PMK di antaranya yakni, Maluku, Maluku Utara, NTB, Sulawesi dan Papua. Sedangkan data menunjukkan terdapat sejumlah provinsi dengan seluruh kabupaten/kota yang terinfeksi virus PMK yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Bangka Belitung.
Selain itu, 4 provinsi dengan lebih dari 80 persen kabupaten/kota terinfeksi PMK yaitu Jawa Barat sebesar 96 persen, Sumatera Barat sebesar 84 persen, Jambi sebesar 81 persen, dan DIY sebesar 80 persen.
Saat ini PMK telah ditetapkan sebagai keadaan darurat tertentu berdasarkan Keputusan Kepala BNPB No. 47/2022 tentang Penetapan Status Keadaan Tertentu Darurat PMK. Kemudian, gubernur dapat mengusulkan penetapan status darurat di tingkat provinsi. Selain itu, Kementan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Pertanian No. 500/2022 tentang Penetapan Daerah Wabah Penyakit Mulut dan Kuku.
Wiku menjelaskan, PMK adalah penyakit hewan yang sangat menular akibat infeksi virus tipe A dari famili Picornaviridae. Penyakit ini dicirikan oleh luka di bagian mulut dan kuku pada hewan berkuku belah atau genap, seperti hewan domestik yaitu sapi, kerbau, babi, kambing, dan domba. Untuk satwa liar yaitu rusa, kijang, antelop, babi liar, jerapah, dan unta.
Selain hewan berkuku belah, virus PMK juga dapat menginfeksi anjing, landak susu, beruang, gajah, armadillo, kanguru, nutria, dan kapibara. Hewan yang terinfeksi virus ini menunjukkan tanda klinis bervariasi, mulai dari ringan hingga berat, tergantung pada spesies hewan, umur hewan, serotipe virus, serta jumlah paparan virus.
Ciri khas penyakit ini adalah munculnya lepuh di kulit bagian hidung, lidah, bibir, di dalam rongga mulut (baik di gusi, langit-langit, maupun pipi bagian dalam), di sela kuku dan lingkaran kuku, serta di puting susu hewan betina. Setelah kulit melepuh, hewan menjadi lemas dan enggan bergerak atau makan.
Baca juga : Satgas Minta Masyarakat Hati-hati Kontak dengan Hewan Terinfeksi PMK
Tanda klinis lainnya, seperti demam yang sekitar 40 derajat celcius, depresi, hipersalivasi (keluarnya air liur secara berlebihan), penurunan nafsu makan, berat badan, dan produksi susu, serta hambatan pertumbuhan.
“Perlu diketahui bahwa virus PMK masuk ke dalam tubuh hewan melalui saluran pernapasan, pencernaan, atau melalui kulit dan membran mukosa yang terluka,” lanjut Wiku.
Masuknya virus terjadi saat hewan mengalami kontak langsung dengan hewan terinfeksi (terutama melalui aerosol) atau dengan benda-benda terkontaminasi (seperti pakaian, sepatu, dan kendaraan). Hal inilah yang menjadi penyebab sangat pesatnya penyebaran PMK.
Meskipun begitu, virus PMK hewan ternak ini tidak menular ke manusia. Namun manusia dapat membawa virusnya dan menulari kepada hewan yang sehat.
Baca juga : Kronologi Penangkapan Putra Kiai Jombang, Polda Jatim: Tersangka Sempat Bersembunyi
Karena itu, Wiku menekankan agar pemerintah dan masyarakat bersama-sama dalam upaya penanganan PMK. Sebab, penyakit ini berdampak signifikan terhadap perkembangan ekonomi.
“Dengan banyaknya sapi yang harus dilakukan pemotongan bersyarat, serta juga terdapat sapi yang mati, tentunya akan sangat berdampak pada hasil penjualan hewan ternak maupun produk pangan hewani yang dikonsumsi oleh masyarakat,” jelasnya.