Sejumlah Negara Terancam Bangkrut, Apa yang Perlu Dilakukan Indonesia?

Indonesia perlu ambil langkah antisipatif hadapi krisis ekonomi global

EPA-EFE/CHAMILA KARUNARATHNE
Krisis Sri Lanka mengancam negara ini jatuh dalam kebangkrutan (Ilustrasi). Indonesia perlu ambil langkah antisipatif hadapi krisis ekonomi global
Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Sejumlah langkah antisipasi harus segera dilakukan, agar Indonesia mampu mengatasi berbagai dampak krisis global, melalui pemanfaatan berbagai peluang yang kita miliki.  

Baca Juga


"Langkah antisipasi terhadap krisis harus segera disiapkan. Dalam jangka panjang mengandalkan sumber daya alam saja tentu bukan sebuah solusi, sumber daya manusia mesti disiapkan untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional," kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, dalam keterangan tertulisnya pada diskusi daring bertema Mengurai Ancaman Krisis Lanjutan Pascapandemi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (13/7/2022).   

Menurut Lestari, mengurai sejumlah potensi ancaman krisis harus dimaknai sebagai upaya untuk berpikir futuristik dan adaptif.  

Artinya, jelas Rerie, sapaan akrab Lestari, kita menyelisik potensi sumber daya yang dimiliki sekaligus menyesuaikan dengan tren, sembari mengantisipasi ancaman yang mungkin terjadi. 

Menurut Rerie, berbagai krisis memberi pembelajaran penting untuk kembali menata aspek ekonomi, politik, budaya, sosial dan pertahanan keamanan yang kita miliki.  

Penataan, jelas anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, bisa dimulai dari pemulihan sektor potensial seperti sektor ekonomi untuk ketahanan negara dan sektor politik untuk stabilitas keamanan.  

"Pandemi yang berdampak pada hampir semua sektor kehidupan menuntut adaptasi dan inovasi di berbagai bidang," ujar Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu. 

CEO SAIAC, Shanti Shamdasani, mengaku tidak mengira dampak krisis separah ini, hingga menyebabkan sejumlah negara bangkrut.  

Menurut Shanti, penyebab kebrangkutan sejumlah negara saat ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini krisis global didorong oleh gelembung utang sejumlah negara.  

"Gelembung utang sejumlah bisnis dan negara memicu krisis finansial dunia. Negara mana lagi yang akan terdampak? Bisa dilihat dari besarnya utang negara yang bersangkutan," ujarnya. 

Langkah yang bisa mendorong ekonomi tumbuh saat ini, ujar Shanti, adalah pengembangan bisnis domestik yang berkaitan dengan kebutuhan dasar masyarakat. Upaya ini, jelas Shanti, bisa jadi penyelamat kita dari krisis.

Langkah lain, tambah Shanti, adalah dengan tidak menambah utang. Shanti bersyukur dengan utang Indonesia yang saat ini menyusut. 

Baca juga: Bukti-Bukti Meyakinkan Mualaf Gladys Islam adalah Agama yang Paling Benar

Staf Ahli Menteri PPN/Bappenas Bidang Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan, Vivi Yulaswati, mengungkapkan kondisi dunia saat ini masih dipengaruhi kenaikan harga pangan dan energi yang tinggi.  

Akibatnya, ujar Vivi, terjadi peningkatan food insecurity di sejumlah negara akibat konflik, ketidakamanan dan cuaca ekstrem.  

Menurut Vivi, ketahanan pangan Indonesia relatif baik dengan catatan harus didukung ketersediaan air yang cukup, terutama di Indonesia Timur.   

Pertumbuhan ekonomi antardaerah, ungkap Vivi, saat ini masih menyisakan sejumlah daerah yang pertumbuhan ekonominya negatif. 

Pada kondisi saat ini, tambahnya, keberadaan jaring pengaman sosial sangat penting. "Kita harus bisa memanfaatkan ekspor sumber daya alam kita tidak dalam bentuk mentah, tapi lewat bahan olahan," tambahnya. 

Langkah yang sedang dijalani Pemerintah saat ini, ujar Vivi, berupaya menerapkan penyaluran pengaman sosial yang lebih komperhensif lewat perbaikan data, dan tidak sekadar charity. 

Namun, tambahnya, lebih kepada aspek penguatan SDM dalam upaya memberi perhatian kepada kelompok miskin dan rentan. 

Presiden Direktur Celebes Capital, Bambang Adi Prasetyo, menilai kondisi pergerakan ekonomi yang terjadi saat ini merupakan sebuah siklus, seperti dalam sebuah bejana berhubungan. Pergerakan ekonominya, tergantung oportunity di sektor-sektor yang dinilai menguntungkan.  

Bagi investor, jelas Bambang, yang dicari adalah yield yang tinggi, sehingga selalu mencari instrumen baru. "Selalu ada peluang dalam setiap tantangan yang ada," ujarnya.  

Berdasarkan analisa Bambang, ada tiga sektor yang sangat dibutuhkan dunia saat ini yaitu sektor pangan, energi dan air. Dengan berfokus pada pengembangan di tiga sektor tersebut, tambah Bambang, diharapkan Indonesia bisa meningkatkan daya tahan ekonominya.  

Peneliti INDEF bidang Ekonomi Industri, Perdagangan dan Investasi, Ahmad Heri Firdaus, berpendapat, tidak stabilnya kondisi global menyebabkan sejumlah negara melakukan kebijakan pembatasan ekspor yang berdampak pada menipisnya pasokan dunia.  

Baca juga: India Tangkap Tersangka Pemenggal Kepala Warga Hindu Pro Penghinaan Nabi   

Menurut Ahmad, bila Pemerintah tidak mampu mengatasi subsidi BBM seiring dengan kenaikan harga minyak dunia akan menciptakan inflasi yang semakin tinggi. "Defisit APBN 3 persen menjadi sulit terwujud," ujarnya.  

Menurut Ahmad, dalam setiap krisis pasti ada pemicunya sehingga kita harus mampu memitigasi dan mengelola faktor pemicunya agar mampu mengatasi krisis itu.  

 

Sejumlah upaya yang harus dilakukan, tambah Ahmad, antara lain adalah menjaga produktivitas masyarakat lewat sejumlah insentif usaha, peningkatan pemanfaatan produk dalam negeri dan penerapan non tarif measures (NTMs) untuk impor sehingga barang-barang yang diimpor benar-benar meningkatkan produktivitas di dalam negeri. "Bukan antiimpor, tetapi impor kita harus selektif," kata dia.   

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler