Kemenkeu Pastikan Transisi Energi Terjangkau dan Adil
Pendanaan transisi energi akan bersumber dari kerja sama atau blended financing.
REPUBLIKA.CO.ID, NUSA DUA -- Indonesia memastikan transisi energi yang adil dan terjangkau bagi masyarakat. Biaya-biaya yang muncul dari perubahan ke sumber energi berkelanjutan akan dibebankan kepada berbagai inovasi pendanaan dan keuangan.
Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani mengatakan Indonesia memiliki target pengurangan emisi hingga 41 persen dengan melibatkan bantuan dan dukungan international. Biaya yang dibutuhkan mencapai Rp 3.500 triliun dan mayoritas akan berasal dari kerja sama pendanaan atau blended financing.
"Ekonomi berkelanjutan harus memberikan robust protection khususnya untuk mereka yang kekurangan sumber daya dan dan rawan," katanya dalam Sustainable Finance for Climate Transition di Bali International Convention Center (BICC) Nusa Dua, Bali, Kamis (14/7/2022).
Selain mendanai transisi energi, sumber blended financing akan digunakan untuk membangun infrastruktur seperti pembangkit listrik yang berasal dari energi terbarukan. Sri menekankan Indonesia punya potensi besar sumber energi berkelanjutan, seperti cahaya matahari (solar), air, angin, hingga geotermal.
Maka dari itu, perlu partisipasi berbagai stakeholder untuk melancarkan mekanisme transisi energi. Sri menyebut, lembaga dan instansi internasional seperti Bank Dunia, Asian Development Bank, lembaga keuangan dan investasi internasional baik komesial dan non komersial hingga filantropi didorong untuk berpartisipasi.
Indonesia meluncurkan Indonesia Country Platform yang dipimpin oleh PT Sarana Multi Infratruktur (SMI) dan akan memobilisasi dana-dana yang terkumpul. Investasi untuk proyek-proyek energi berkelanjutan juga terbuka melalui Indonesia Invesment Fund (INA).
Mekanisme transisi energi juga akan melibatkan peran aktif dari perdagangan dan pajak karbon. Sri menyampaikan perencanaannya tidak memiliki kendala. Namun demikian, implementasinya saat ini dinilai belum tepat karena masih dalam masa pemulihan ekonomi.
"Penerapan kebijakan itu perlu waktu yang tepat agar kebijakannya menjadi efektif," katanya.
Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijaka Fiskal dan Makroekonomi, Masyita Crystalin mengatakan berbagai inisiatif yang muncul dalam mekanisme transisi energi juga diregulasi secara terintegrasi. Salahnya terkait dengan perdagangan dan pajak karbon yang saat ini sedang diformulasikan dalam peta jalan.
Lintas kementerian saat ini sedang menyiapkan roadmap untuk transisi energi. Termasuk diantaranya target mempensiunkan pembangkit listrik berbahan bakar batu bara. Roadmap perdagangan karbon atau carbon market juga dipersiapkan, salah satunya untuk menjadi sumber verifikasi keterjangkauan transisi energi.
"Kedua roadmap ini jadi pelaksanaan dari nilai ekonomi karbon, ini juga kita kerjakan sama-sama, kalau transisi energi akan dalam pembentuk Permen ESDM, carbon trade dari Permen LHK, pajak karbon dari PMK," katanya.
Penyiapan regulasi ini menjadi tahap penting untuk memperjelas kerangka kerja multilateral sehingga integrasi terjamin. Ini juga akan mempermudah keterlibatan investor serta multisektor dalam mendukung upaya bersama transisi energi.