Dewan Pers Akui Belum Terima Draf Resmi RKUHP dari Pemerintah

Dewan Pers meminta sembilan pasal yang berpotensi mengancam kebebasan pers dihapus.

Republika/Nawir Arsyad Akbar
Ketua Komisi Pendataan, Kajian, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Ninik Rahayu di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/7).
Rep: Nawir Arsyad Akbar Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Pendataan, Kajian, dan Ratifikasi Pers Dewan Pers Ninik Rahayu mengatakan bahwa pihaknya mengevaluasi pasal bermasalah dalam rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP) dari draf yang beredar di internet. Pasalnya, pihaknya sampai saat ini belum menerima draf resmi RKUHP dari pemerintah.

"Dewan Pers sebetulnya sampai saat ini belum mendapatkan draf resmi yang dikirimkan pemerintah kepada DPR yang diserahkan pada 4 Juli yang lalu," ujar Ninik di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (19/7/2022).

Adapun Dewan Pers, rencananya akan bertemu bertemu dengan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) untuk membahas RKUHP pada Rabu (20/7). Forum tersebut, pihaknya ingin menyampaikan pasal-pasal mana saja yang berpotensi menghilangkan kebebasan pers.

"Untuk memastikan apakah yang sekarang ini menjadi pembahasan di ruang publik, diskursus di ruang publik adalah draf yang diserahkan pemerintah kepada DPR," ujar Ninik.

Dewan Pers, tegas Ninik, meminta agar sembilan pasal yang berpotensi memberangus kebebasan pers untuk dihapus dari RKUHP. Jika tidak dihapus, kitab hukum undang-undang pidana itu berpeluang menghilangkan kebebasan pers sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999.

"Kami berharap bantuan juga dari teman-teman pers untuk terus menyuarakan. Untuk kita bersama mengawal perubahan atas undang-undang KUHP ini dengan harapan tetap  berpijak pada prinsip-prinsip keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan hukum," ujar Ninik.

Berikut sembilan pasal RKUHP yang berpotensi menghilangkan kebebasan pers menurut Dewan Pers:

1. Pasal 188 tentang Tindak Pidana terhadap Ideologi Negara;
2. Pasal 218-220 tentang Tindak Pidana Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden.
3. Pasal 240 dan 241 Tindak Pidana Penghinaan Pemerintah yang Sah , serta Pasal 246 dan 248 (penghasutan untuk melawan penguasa umum)
4. Pasal 263 dan 264 Tindak Pidana Penyiaran atau Penyebarluasan Berita atau Pemberitahuan Bohong;
5. Pasal 280 Tindak Pidana Gangguan dan Penyesatan Proses Peradilan;
6. Pasal 302-304 Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan;
7. Pasal 351-352 Tindak Pidana terhadap Penghinaan terhadap Kekuasaan Umum dan Lembaga Negara;
8. Pasal 440 Tindak Pidana Penghinaan pencemaran nama baik;
9. Pasal 437, 443 Tindak Pidana Pencemaran.

Baca Juga


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler