Di Praperadilan Kuasa Hukum Mardani Maming Tuding KPK Suka Berubah-ubah

Hari ini KPK rampung memeriksa tiga saksi terkait dugaan korupsi Mardani Maming.

istimewa
Mantan bupati Tanah Bumbu Mardani Maming.
Red: Indira Rezkisari

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Rizkyan Adiyudha

Tim penasihat hukum Mardani H Maming mengungkapkan ketidakkonsistenan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam upaya menjerat kliennya. Tim pengacara Mardani menduga KPK justru menggunakan barang bukti yang tidak sah.

Hal itu dikatakan oleh Prof Denny Indrayana sebagai salah satu tim kuasa hukum Mardani dalam sidang gugatan praperadilan terhadap KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa (19/7/2022). Mardani keberatan dengan pengusutan dirinya dalam kasus dugaan suap pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.

Denny menyebut KPK seringkali berubah-ubah ketika menerapkan pasal-pasal yang digunakan sebagai dasar penyidikan. Dalam beberapa dokumen, KPK menggunakan 4 pasal, tetapi di dokumen lainnya bertambah menjadi 6 pasal. Ia menyatakan pasal-pasal yang digunakan KPK sebagai dasar penyidikan tidak konsisten sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Berubah-ubahnya pasal yang digunakan oleh termohon (KPK) sebagai dasar penyidikan tidak dapat ditoleransi karena menimbulkan ketidakpastian hukum, melanggar asas akuntabilitas dan asas-asas penegakan hukum lainnya," kata Denny dalam persidangan tersebut.

Denny menegaskan pelanggaran dalam penyidikan yang dilakukan KPK turut melanggar hak asasi Mardani untuk mendapatkan jaminan, perlindungan dan proses hukum yang adil. Apalagi hak tersangka tetap dijamin dalam Pasal 17 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

"Dalam batas penalaran hukum yang wajar, bagaimana mungkin seorang tersangka dapat melakukan mempersiapkan pembelaan dirinya secara baik, jika pasal yang dituduhkan berubah-ubah dan membingungkan," ujar Denny.

Selain itu, Denny menyinggung validitas bukti yang dipakai KPK terhadap Maming. Ia menyebut bukti-bukti itu masih digunakan untuk menjerat terdakwa kasus korupsi Dwidjono selaku Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Kabupaten Tanah Bumbu. Ia mendapati barang-barang bukti dan alat-alat bukti terkait yang telah diperoleh penyidik Kejaksaan masih dalam penguasaan dan penggunaan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan.

"Alat bukti yang digunakan termohon diragukan keabsahan dan sumber perolehannya mengingat masih digunakan Kejaksaan Agung dalam perkara yang sama dengan terdakwa Dwidjono," ucap Denny.

Atas dasar itulah, Denny mengingatkan penggunaan alat bukti pada perkara yang lain wajib dipenuhi prosedur perolehan alat  bukti dari instansi lain. "Sebab apabila tidak, maka kejanggalan ini kian menjadi persoalan sehingga alat bukti yang digunakan KPK menjadi tidak sah," sebut Denny.

Ia menilai pula KPK tak punya kewenangan untuk menyelidiki kliennya dalam kasus dugaan suap pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Kubu Mardani mendesak KPK memulihkan hak dan nama baik Bendahara Umum PBNU tersebut.

Karena itu dalam petitumnya, Denny meminta agar permohonan kliennya dikabulkan untuk seluruhnya. "Menyatakan termohon (KPK) tidak berwenang melakukan penyelidikan tindak pidana korupsi berupa dugaan penerimaan hadiah atau janji sebagaimana tertuang dalam Surat Perintah Penyelidikan dengan Nomor: Sprin.Lidik-29/Lid.01.00/01/03/2022, tertanggal 8 Maret 2022 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprin.Dik 61/DIK.00/01/06/2022 tertanggal 16 Juni 2022," kata Denny.

Denny menyebut penyelidikan yang dilakukan KPK berdasarkan dua Surat Perintah Penyelidikan di atas tidak sah dan tidak berdasar atas hukum. Oleh karenanya, ia meyakini status tersangka yang disandang Maming sebenarnya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

"Menyatakan tidak sah segala keputusan, penetapan, dan tindakan hukum yang dikeluarkan dan dilakukan lebih lanjut oleh termohon berkaitan dengan penetapan tersangka terhadap diri pemohon," ujar Denny.

Denny juga menerangkan dalam Pasal 50 UU KPK mengatur Kepolisian dan Kejaksaan tidak berwenang melakukan penyidikan apabila KPK sudah memulai penyidikan lebih dulu. Hal yang sama berlaku pula untuk KPK, di mana tidak berwenang melakukan penyidikan dalam hal kejaksaan telah lebih dulu melakukan penyidikan. Ini diatur dalam Kesepakatan Bersama (SKB) antara Kejaksaan, Polri dan KPK.

Sebab perkara pemberian perizinan usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, sedang berproses persidangan oleh Kejaksaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Banjarmasin atas nama terdakwa Raden Dwijono. Kemudian pada 22 Juni 2022 telah dijatuhkan putusan oleh Pengadilan Negeri Banjarmasin, dan saat ini Kejaksaan mengajukan banding.

"Pada prinsipnya KPK tidak berwenang untuk melakukan penyelidikan dan atau penyidikan dalam kasus serupa meskipun subjek tersangkanya berbeda karena yang diatur adalah mengenai perkaranya," tegas Denny.

Sehingga, Denny menuntut agar KPK secepatnya memulihkan hak dan nama baik kliennya. "Memulihkan hak-hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan, nama baik, dan harkat, serta martabatnya," sebut Denny.




Baca Juga



Hari ini, KPK melakukan pemeriksaan terhadap tiga orang saksi terkait dugaan korupsi pemberian izin pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu. "Ketiga saksi dikonfirmasi masih terkait pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Selasa (19/7/2022).

Adapun, ketiga saksi yang diperiksa yakni Direktur PT Trans Surya Perkasa (PT TSP) tahun 2013-2020, Muhammad Aliansyah; Direktur PT Permata Abadi Raya (PAR) Tahun 2013-2020, Wawan Surya dan satu pihak swasta yakni Jimmy Budhijanto. Mereka diperiksa di Gedung Merah Putih KPK pada Senin (18/7/2022).

"Selain itu didalami juga terkait dugaan adanya afiliasi dari pihak yang terkait dengan perkara ini dengan beberapa perusahaan pertambangan dimaksud," kata Ali lagi.

KPK seharusnya juga memeriksa Komisaris Utama PT Prolindo Cipta Nusantara, Stefanus Wendiat sebagai saksi dalam kasus serupa. Meski demikian, saksi tersebut tidak dapat memenuhi panggilan penyidik KPK karena sedang menjalani isolasi mandiri. "Penjadwalan ulang akan kembali dilakukan untuk yang bersangkutan," katanya.

Mardani Maming ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan suap penerbitan izin Surat Keputusan (SK) Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011. SK tersebut terkait Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).

Meski demikian, KPK belum mempublikasikan secara resmi status tersangka mantan bupati Tanah Bumbu tersebut. Lembaga antikorupsi itu juga masih enggan merinci detail serta konstruksi perkara yang menjerat mantan ketua umum BPP HIPMI tersebut.

Dalam kasus itu, adik Direktur Utama PT PCN bernama Cristian Soetio menyebut jika Mardani menerima Rp 89 miliar. Cristian yang menjabat sebagai Direktur PT PCN saat ini menyebut aliran dana itu diterima melalui perusahaan yang sebagian besar sahamnya milik Mardani, yakni PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).

Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menilai sebenarnya KPK bisa saja menangkap Mardani Maming meski tengah mengajukan praperadilan. Hal tersebut lantaran Maming  telah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus perizinan pertambangan.

"KPK bisa menangkap atau menahan siapapun yang telah jadi tersangka dan tidak terhalang oleh proses praperadilan," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman.

Dia mencontohkan, saat itu lembaga antirasuah tetap menangkap dan menahan Setya Novanto dalam kasus KTP-El. Meskipun, sambung dia, mantan ketua DPR RI tersebut tengah melakukan upaya praperadilan pada 2015 lalu. "Bahkan penangkapan Setya Novanto saat itu terjadi tragedi kecelakaan menabrak tiang listrik hingga benjol sebesar bakpao," katanya.

Mardani Maming sebelumnya juga telah mangkir dari panggilan KPK dalam kapasitasnya sebagai tersangka pada Kamis (14/7/2022) lalu. Mantan ketua umum BPP HIPMI itu enggan hadir dengan alasan tengah mengajukan praperadilan.

KPK mengaku akan segera mengirimkan surat panggilan kedua terhadap Mardani Maming. KPK menegaskan akan menjemput paksa ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu apabila kembali tak memenuhi jadwal pemeriksaan sesuai aturan undang-undang yang berlaku.

KPK sedianya memanggil Mardani Maming untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi izin pertambangan. KPK memandang alasan yang diutarakan pihak Maming untuk tidak memenuhi panggilan bukan alasan yang dibenarkan menurut hukum.

"Kami mengingatkan tersangka agar kooperatif hadir memenuhi panggilan kedua tim penyidik KPK dimaksud," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri.


Tren Pemberantasan Korupsi Memburuk - (infografis republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler