Fenomena 'Gunung Es' Kekerasan Seksual di Lingkungan Pendidikan

Penegakan hukum yang keras dan tegas, menjadi tanggung jawab semuanya untuk memagari agar tidak terjadi lagi.

network /udang bago
.
Rep: udang bago Red: Partner
Kekerasan terhadap anak (ilustrasi). - (www.freepik.com)

Terjadinya kasus kejahatan seksual di lingkungan pendidikan beberapa waktu terakhir, menimbulkan kekhawatiran banyaknya kasus yang belum terungkap. Pemerintah pun diminta menindaklanjuti pengesahan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) dengan peraturan pemerintah sebagai turunannya.


Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani mengaku khawatir munculnya kasus kejahatan seksual di lingkungan pendidikan belakangan ini merupakan fenomena gunung es yang menimpa peserta didik. "Saya sangat khawatir," ucap dia, saat memberikan sosialisasi UU TPKS di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam (STEI) Al Islah, Bobos, Kabupaten Cirebon, belum lama ini.

Ini mengingat, kata Netty, kasus sebenarnya jauh lebih banyak. Kondisi ini, tentu menodai lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat pembinaan jati diri dan karakter anak bangsa.

Menurutnya, peserta didik berhak mendapatkan lingkungan yang aman dan terlindungi dari kekerasan. Mereka juga berhak jauh dari ancaman bahaya.

"Mereka berpeluang mengisi pos-pos penting di masyarakat maupun negara di masa depan. Bagaimana nasib mereka jika mengalami kejahatan seksual dalam masa pendidikannya," ucap dia.

Salah satu faktor penyebab tindakan kekerasan seksual di lingkungan pendidikan adalah karena pelaku merasa memiliki kekuasaan. Pelaku juga merasa berhak berlaku sewenang-wenang pada peserta didik.

"Kekuasaan pelaku akhirnya membuat korban tidak berdaya dan takut melapor," tegas Netty.

Untuk mencegah kasus TPKS, Netty pun meminta, kepada pemerintah agar menindaklanjuti pengesahan UU TPKS dengan peraturan pemerintah sebagai turunannya. Dia menilai, payung hukum berupa undang-undang saja tidak cukup.

"Diperlukan respons institusi pendidikan untuk membuat regulasi turunan, termasuk mekanisme preventif dan perlindungannya," ujarnya.

Jika terjadi kasus TPKS, maka institusi pendidikan harus bergerak cepat merespon, melindungi korban dan membantu proses pelaporan. "Jangan malah ditutup-tutupi," tukas Netty.

Sementara itu, terkait kasus kekerasan seksual yang terjadi di lembaga pendidikan ternama di Jawa Timur, yang melibatkan tokoh lembaga tersebut, Netty meminta, pihak kepolisian melakukan upaya terbaik untuk mengungkap kebenarannya. Dia menyatakan, kasus itu sudah lama terjadi dan mendapat perhatian luas dari masyarakat. Penyelesaian kasus sesuai hukum secara adil dan transparan akan menjadi momentum penegakan hukum TPKS.

"Indonesia harus memastikan menjadi negara yang bermartabat dengan adanya perlindungan terhadap perempuan, anak-anak dan semua warga negara dari segala bentuk perilaku kejahatan seksual," tandas Netty.


Sejumlah anak melukis dalam lokakarya Lukiskan Eskpresimu Dengan Tangan dan Kaki di Galeri Nasional, Jakarta, Sabtu (23/7/2022). Kegiatan tersebut digelar menyambut pameran seni rupa kontemporer Manifesto VIII: Transposisi sekaligus menyambut Hari Anak Nasional dan melatih kreativitas anak-anak dalam bereskpresi. - (ANTARA/Aditya Pradana Putra)

Dorong penegakan hukum tegas

Kekerasan terhadap anak, baik itu kekerasan seksual, fisik, verbal hingga perundungan, mendorong Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk angkat bicara. Bahkan, Ia mendorong penegakan hukum yang tegas bagi pelaku kekerasan terhadap anak.

"Saya kira penegakan hukum yang keras, penegakan hukum yang tegas, menjadi tanggung jawab kita semuanya untuk memagari agar tidak terjadi lagi," ujar Presiden usai menghadiri acara Peringatan Hari Anak Nasional 2022 di Kebun Raya Bogor, Jawa Barat, Sabtu (23/7/2022.

Presiden mengatakan, siapa pun pelaku kekerasan terhadap anak harus diproses dengan aturan-aturan yang ada sehingga tidak ada lagi kasus kekerasan terhadap anak apa pun bentuknya.

"Saya kira semuanya diproses, siapa pun, tidak ada yang namanya kekerasan verbal, tidak ada yang namanya perundungan, tidak ada yang namanya kekerasan fisik, kekerasan seksual, semuanya. Karena memang aturannya tidak diperbolehkan dan itu ada pidananya," tegas Presiden.

Sementara itu berkaitan dengan peringatan Hari Anak Nasional 2022, Presiden menyampaikan pesan agar orang dewasa tidak terlalu memaksakan keinginannya kepada anak-anak. Menurut Presiden, anak-anak harus dibiarkan aktif dan kreatif di dunianya.

"Saya senang melihat anak-anak ceria dengan kreativitas yang bermacam-macam, dengan menunjukkan keaktivitasannya. Saya kira itulah sebetulnya dunia anak-anak".

"Jangan kita terlalu memaksa anak-anak untuk sesuai dengan keinginan orang dewasa karena anak-anak adalah anak-anak. Dunia mereka adalah dunia anak-anak," ujarnya. n Lilis Srihandayani

sumber : https://matapantura.republika.co.id/posts/167315/fenomena-gunung-es-kekerasan-seksual-di-lingkungan-pendidikan
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler