RI Berpotensi Jadi Pemain Industri Digital Terbesar di Asia Tenggara
Potensi ekonomi digital Indonesia diprediksi mencapai Rp 4.500 triliun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir memproyeksikan, Indonesia mampu menjadi pemain industri digital terbesar di Asia Tenggara dalam delapan tahun ke depan ditopang potensi ekonomi digital yang diprediksi mencapai Rp 4.500 triliun.
"Pertanyaan saya selalu sama, kapan perubahan ini terjadi kalau kita tidak adaptasi sehingga akhirnya kita hanya jadi market. Saat hanya menjadi market, maka tidak ada investasi untuk pembukaan lapangan kerja dan ekonomi akan tumbuh lebih besar di negara lain," ujarnya dalam keterangan di Jakarta, Rabu (3/8/2022).
Erick menyebutkan sudah terlalu lama sumber daya alam dan pasar besar Indonesia hanya dijadikan sebagai pertumbuhan ekonomi dan pembukaan lapangan kerja bagi negara lain. Untuk itu, lanjut Erick, pemerintah bekerja keras untuk melakukan perubahan dengan menekan pengiriman sumber daya alam (SDA) dalam bentuk bahan baku ke luar negeri, salah satunya dengan memperkuat ekosistem industri baterai listrik.
Ia menilai, keberpihakan terhadap sumber daya alam berdampak besar bagi masyarakat lewat terciptanya pembukaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi."Kita tidak antiasing atau antiinvestasi luar negeri, tapi keseimbangan pertumbuhan yang merata harus dipastikan, pertumbuhan Indonesia harus lebih tinggi dari negara lain," kata Erick.
Lebih lanjut ia menyampaikan, perubahan zaman juga mendorong masyarakat terutama generasi mudah beralih menggunakan sistem pembayaran nontunai.Kementerian BUMN berkomitmen memberikan kemudahan bagi masyarakat mengakses sistem pembayaran nontunai lewat program transformasi inovasi model bisnis dan kepemimpinan teknologi.
"Sejak awal, kita bangun ekosistem yang mana digital menjadi kunci bagi kita untuk bisa bersaing. Jangan BUMN jadi dinosaurus yang mati dimakan zaman karena besar badan, tapi tidak mau bermetamorfosis," tegasnya.
Erick memuji terobosan digitalisasi sejumlah BUMN, seperti ASDP Indonesia dengan Ferizy dan Bank Mandiri dengan layanan Livin. Dengan sistem daring, Ferizy mampu mengurai persoalan antrean yang terjadi bertahun-tahun pada layanan penyeberangan.
"Contoh Ferizy ASDP, dulu penyeberangan antre truk bisa 10 jam, kita coba dua tahun lalu, sistem e-tiketing, ini mampu menghemat biaya logistik kita yang saat ini masih 23 persen atau lebih tinggi dari negara lain yang sudah 13 persen," jelasnya.
Erick menilai keberhasilan sistem itu mendongkrak pergerakan penyeberangan dari Pulau Jawa ke Sumatra hingga 40 persen. Bahkan, saat masa mudik tingkat pertumbuhan penyeberangan truk pengangkut logistik naik hingga 144 persen.
Ia juga mengungkapkan, Bank Mandiri sesuai dengan tren bank digital lewat Livin mampu menjadi penghubung strategis dalam sektor pembayaran nontunai untuk sektor pariwisata Indonesia."Saya tugaskan Bank Mandiri membangun ekosistem pembayaran untuk sektor pariwisata. Kita sering terjebak pola pikir kalau bicara industri pariwisata selalu wisatawan asing, padahal sebelum pandemi, 76 persen itu wisatawan lokal, hanya 24 persen yang asing," kata Erick.
"Di Bali, wisatawan asing baru kembali 30 persen, sedangkan wisatawan domestik sudah kembali di 70 persen. Kita sinergikan juga dengan holding pariwisata dan pendukung atau InJourney," imbuhnya.