Dokter Cabut Alat Penunjang Hidup Anak Inggris Korban Ligature Over Head Challenge
Anak korban tantangan medsos meninggal dua jam setelah alat penunjang hidup dicopot.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keluarga Archie Battersbee telah menempuh jalur hukum untuk mempertahankan alat penunjang hidup dari tubuh Archie yang terbaring koma. Perjuangan ini terhenti begitu pihak pengadilan menolak dua permintaan yang diajukan keluarga Archie.
Archie merupakan anak lelaki berusia 12 tahun yang kehilangan kesadarannya sejak 7 April 2022. Kala itu, Archie ditemukan tak sadarkan diri di rumahnya dengan kondisi lehernya terlilit oleh tali pengikat. Insiden ini terjadi karena Archie sedang mencoba ligature over head challenge yang sempat populer di media sosial.
Sejak saat itu, Archie terbaring koma dan harus bergantung pada bantuan alat penunjang hidup di rumah sakit. Ada banyak terapi pengobatan yang harus diberikan untuk menjaga Archie tetap hidup meski dalam keadaan koma, termasuk respirasi buatan, obat-obatan, dan perawat yang harus berjaga 24 jam untuk Archie.
Melihat kondisi Archie, tim medis dari Royal London Hospital menilai pihak keluarga perlu merelakan dan mengikhlaskan Archie untuk pergi. Di sisi lain, ibu Archie, Hollie Dance, bersikeras memohon kepada tenaga medis agar memberikan kesempatan kepada Archie untuk menjalani pengobatan hingga pulih.
Dalam hukum Inggris, merupakan hal yang umum bila pengadilan ikut terlibat ketika orang tua dan dokter tidak bisa membuat satu kesepakatan mengenai pengobatan anak. Oleh karena itu, pengadilan juga dilibatkan sebagai penengah di antara pihak keluarga Arhie dan rumah sakit.
Berdasarkan hasil persidangan, pengadilan menyatakan bahwa Archie sudah mati secara hukum dan tak memiliki harapan untuk pulih. Keputusan ini didasarkan pada diagnosis dokter yang menyatakan bahwa Archie telah mengalami kematian batang otak sesaat setelah melakukan challenge di rumahnya.
Dengan keputusan ini, tenaga medis diperbolehkan untuk melepas alat penunjang hidup dari Archie. Hollie lalu kembali menempuh jalur hukum dengan harapan bisa memperpanjang masa pengobatan. Hollie juga mengajukan permintaan untuk memindahkan Archie dari rumah sakit ke hospice atau fasilitas kesehatan yang memberikan perawatan paliatif.
Hakim Pengadilan Tinggi Inggris, Lucy Theis, menolak kedua permintaan yang diajukan oleh Hollie tersebut. Menurut pengadilan, kedua permintaan tersebut bukan jalan keluar yang terbaik bagi Archie.
"Saya harap sekarang Archie bisa diberikan kesempatan untuk meninggal dalam keadaan damai," ungkap Lucy.
Perjalanan Archie dan keluarganya ini mendapatkan sorotan yang besar di Inggris. Situasi ini bahkan memicu perdebatan mengenai siapa yang seharusnya mengambil keputusan soal pengobatan anak dan perdebatan mengenai skenario jalan keluar yang lebih baik untuk masalah Archie.
Terlepas dari berbagai perdebatan yang ada, keputusan sudah dibuat. Tenaga medis akhirnya mencabut semua alat penunjang hidup dari Archie. Pada Sabtu (6/8/2022) pukul 12.15 siang waktu setempat, atau sekitar dua jam setelah alat penunjang hidup dicabut, Archie menutup mata untuk selama-lamanya.
"Dia berjuang hingga akhir," ujar Hollie, seperti dikutip dari AP, Ahad (7/8/2022).
Berbeda dengan harapan Hakim Lucy, kematian Archie jauh dari kata damai menurut pihak keluarga. Ella Carter yang merupakan tunangan dari kakak tertua Archie mengungkapkan bahwa anak remaja tersebut dalam kondisi yang stabil selama dua jam setelah obat-obatan dihentikan. Akan tetapi, semuanya berubah ketika alat ventilator dimatikan.
"Dia berubah menjadi biru. Sama sekali tak layak melihat anggota keluarga atau seorang anak mati lemas. Tak ada satu keluarga pun yang seharusnya melalui apa yang kami lalui. Itu sangat kejam sekali," kata Ella.
Ella mengungkapkan bahwa dia dan Hollie sama-sama tak kuasa untuk menyaksikan detik-detik kematian Archie. Keduanya hanya bisa saling merangkul dan menangis tak berdaya.
Pihak National Health Service (NHS) mengungkapkan bahwa rumah sakit telah memberikan layanan berkualitas tinggi dengan cinta kasih yang luar biasa kepada Archie selama beberapa bulan ke belakang. Pihak rumah sakit juga melalui banyak situasi yang melelahkan dan penuh tekanan demi menyelamatkan Archie.
"Kasus tragis ini tak hanya memengaruhi keluarga dan orang-orang yang merawatnya (Archie), tetapi juga menyentuh hati banyak orang di negara ini," jelas chief medical officer NHS, Alistair Chesser.
Profesor di bidang pengobatan paliatif dari Cardiff University, Ilora Finlay, menilai tak ada orang tua maupun dokter yang ingin maju ke meja hijau ketika anak sakit. Berkaca pada kasus Archie, Ilora mengatakan perlu adanya cara mengelola komunikasi yang baru antara dokter dan orang tua.
"Para orang tua tak ingin ke pengadilan. Para dokter tak ingin ke pengadilan. Para manajer tak ingin ke pengadilan. Kekhawatiran saya adalah kasus-kasus seperti ini melaju terlalu cepat ke pengadilan, dan kita perlu alternatif lain untuk mengelola komunikasi antara dokter dan orang tua," kata Ilora.