10 Panduan Perjalanan (Safar) dari Nabi Muhammad
Sebelum bepergian, dianjurkan meninggalkan pesan kepada keluarga.
REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Fadhlurrahman, Dosen Prodi Pendidikan Agama Islam, FAI UAD, Alumni Madrasah Mua’llimin dan Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah
Saat seorang muslim melakukan perjalanan (safar), ia tidak dapat terlepas dari aturan syariat, mulai dari shalat 2 rakaat sebelum safar, doa menaiki kendaraan, menebarkan salam, anjuran pergi berkelompok-rombongan dan memperbanyak doa di dalamnya. Imam An-Nawawi, salah satu murid Imam Syafi’i, mengutip dalam kitab komentarnya terhadap Shahih Muslim, sebuah Hadits dari Abu Hurairah ra.
قَالَ: «حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ» قِيلَ: مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللهِ؟، قَالَ: «إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ، وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ، وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللهَ فَسَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ» ( رواه مسلم)
“Hak muslim atas muslim lainnya ada enam.” Lalu ada yang bertanya, “Apa saja keenam hal itu wahai Rasulullah?” Bersabda: Ketika bertemu, ucapkanlah salam; jika diundang penuhilah; siapa yang dimintai nasehat, berikanlah; jika bersin lalu memuji Allah, doakanlah; jika sakit, jenguklah; jika meninggal, iringilah jenazahnya.”(HR. Muslim)
Selain Muslim, Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhari tanpa penggalan kalimat “Siapa yang diminta nasehat, berikanlah” dan hanya 5 butir hak saja, bukan 6, juga oleh Imam Ahmad dalam Musnad-nya no. 8845; Shahih Ibnu Hibban no. 242; dan Sunan Ibn Majah yang selafal dengan Al-Bukhari. Al-Mundziri menambahkan beberapa riwayat dalam At-Targhib wa at-Tarhib, bahwa hak muslim dalam safar ini lebih dari 30, seperti saling memafkan, menutupi aib, menyayangi, dan menerima kelebihan serta kekurangan sesama muslim.
Menebarkan salam ditekankan oleh Nabi Saw. sebagaimana riwayat shahih oleh Imam Al-Bukhari dalam Adab al-Mufrad dari Ibnu Mas’ud ra., ketika melewati seseorang yang lalu mengucap salam padanya, “Assalamu ‘alaika, wahai Abu’ Abdirrahman?”, Ibnu Mas’ud menjawab dan menambahkan:
إِنَّهُ سَيَأْتِي عَلَى النَّاس زَمَان يَكُون السَّلَام فِيهِ لِلْمَعْرِفَةِ
“Akan datang suatu masa dimana seseorang hanya akan meminta salam pada orang yang dia kenali saja”
Menebar salam akan mendorong sempurnanya iman seseorang, seperti tersebut dalam Shahih Al-Bukhari: “Tiga perkara yang akan sempurna iman seseorang yang mengamalkannya: Berlaku adil pada diri sendiri; mendahului salam pada setiap orang; berinfak dalam kondisi berkecukupan”. Pun akan mewujudkan rasa cinta sesama muslim seperti Hadits: “Tidak akan masuk surga sampai kalian beriman. Tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan suatu amalan yang jika dilakukan, kalian akan saling menerima? Tebarkanlah salam antara kalian ” (HR. Muslim).
Dalam Hadits lainnya, Rasulullah Saw. bersabda:
يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى الْمَاشِى ، وَالْمَاشِى عَلَى الْقَاعِدِ ، وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ ( رواه البخاري و مسلم)
“Orang yang berkendaraan memberi salam pada orang yang berjalan. Yang berjalan memberi salam pada orang yang duduk. Rombongan yang sedikit memberi salam (terlebih dahulu) kepada rombongan yang banyak” (HR. Bukhari dan Muslim).
يُسَلِّمُ الصَّغِيرُ عَلَى الْكَبِيرِ ، وَالْمَارُّ عَلَى الْقَاعِدِ ، وَالْقَلِيلُ عَلَى الْكَثِيرِ ( رواه البخاري)
“ Yang muda memberi salam pada yang tua. Yang berjalan memberi salam kepada orang yang duduk. Yang sedikit memberi salam pada yang lebih banyak. ” (HR. Al-Bukhari)
الْمَاشِيَانِ إِذَا اجْتَمَعَا فَأَيُّهُمَا بَدَأَ بِالسَّلاَمِ فَهُوَ أَفْضَلُ ( رواه البخاري)
“Dua orang yang sedang berjalan, siapa yang memulai salam, ia lebih baik.” baginya” (HR. Al-Bukhari).
Dalam membalas salam, dianjurkan membalas sama panjangnya dengan salam yang diberikan orang lain, sebagaimana firman Allah SWT:
وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا (النساء: 86)
“Jika kamu diberi penghormatan dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)” (QS. An-Nisa’: 86)
Maka beberapa aturan etis serta anjuran dalam melakukan safar bagi seorang muslim antara lain:
Sebelum bepergian, dianjurkan meninggalkan pesan kepada keluarga atau tetangga yang ditinggalkan
Hal ini sebagaimana Hadits Nabi Saw.:
مَا حَقُّ امْرِئٍ مُسْلِمٍ لَهُ شَيءٌ يُوْصِيْ فِيْهِ يَبِيْتُ لَيْلَتَيْنِ إِلاَّ وَوَصِيَّتُهُ مَكْتُوْبَةٌ عِنْدَهُ ( رواه البخاري و مسلم)
“Tidaklah benar bagi seorang Muslim yang masih bertahan hidup dua malam, sementara dia mempunyai sesuatu yang hendak dia wasiatkan, melainkan wasiatnya sudah tertulis dekat kepalanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Safar (perjalanan) bersama dengan dua orang atau lebih, sebagaimana Hadits:
اَلرَّاكِبُ شَيْطَانٌ وَالرَّاكِبَانِ شَيْطَانَانِ وَالثَّلاَثَةُ رَكْبٌ ( رواه احمد)
“Satu pengendara (musafir) adalah setan, dua pengendara (musafir) adalah dua setan, dan tiga pengendara (musafir) ialah rombongan.” (HR. Ahmad)
Selain Imam Ahmad, Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 2607 dan At-Tirmidzi no. 1674 dengan komentar, bahwa Hadits ini ternilai hasan shahih; juga dinilai hasan oleh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 62. Hadits lainnya sebagai penguat berasal dari Ibnu Umar ra. dimana Rasulullah Saw. bersabda:
لو يعلمُ الناسُ ما في الوَحْدَةِ ما أعلَمُ، ما سار راكبٌ بليلٍ وَحْدَه ( رواه البخاري)
“Andaikan orang-orang mengetahui akibat dari bersafar sendirian sebagaimana yang aku ketahui, maka mereka tidak akan bersafar di malam hari sendirian.“ (HR. Al-Bukhari)
Salah satu anggota rombongan dijadikan penanggung jawab atau pimpinan rombongan.
Sebagaimana Hadits:
إِذَا كَانَ ثَلاَثَةٌ فِيْ سَفَرٍ فَلْيُؤَمِّرُوْا أَحَدَكُمْ ( رواه ابو داود)
“Jika tiga orang (keluar) untuk bepergian, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang dari mereka sebagai pemimpin rombongan.” (HR. Abu Dawud)
Hadits ini di-shahih-kan Al-Albani dalam Shahih al-Jami’ no. 763 dan Shahih Sunan Abi Dawud (II/495).
Nabi banyak memberikan teladan dalam adab safar, seperti memperbanyak doa karena doa orang yang safar mustajab, memberitahu keluarga kapan akan sampai, tidak ingin mengganggu keluarganya dengan mengetuk pintu rumah pada tengah malam dan memilih tiba pada pagi atau sore, mencari teman perjalanan yang baik sebagaimana teman diibaratkan seperti minyak wangi, dan shalat dua rakaat begitu sampai di rumah. Berikut lanjutan panduan safar dari Nabi.
Anjuran melakukan perjalanan pada hari-hari tertentu, seperti hari kamis dengan tetap berpegangan, bahwa semua hari pada dasarnya baik.
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ يَوْمَ الْخَمِيْسِ فِيْ غَزْوَةِ تَبُوْكَ، وَكَانَ يُحِبُّ أَنْ يَخْرُجَ يَوْمَ الْخَمِيْسِ( رواه البخاري)
“Bahwasanya Nabi Saw. keluar menuju perang Tabuk pada hari Kamis dan telah menjadi kebiasaan beliau untuk keluar (bepergian) pada hari Kamis.” (HR. Al-Bukhari)
Berangkat memulai safar di pagi hari sebagaimana keumuman sebuah hadits hasan atau pada waktu ad-duljah, yaitu awal malam atau sepanjang malam:
اَللَّهُمَّ بَارِكْ لأِمَّتِيْ فِيْ بُكُوْرِهَا ( رواه ابو داود) “عَلَيْكُمْ بِالدُّلْجَةِ فَإِنَّ الأَرْضَ تُطْوَى بِاللَّيْلِ. ( رواه ابو داود)
“Ya Allah, berkahilah ummatku pada pagi harinya.” (HR. Abu Dawud) “Hendaklah kalian bepergian pada waktu malam, karena seolah-olah bumi itu terlipat pada waktu malam.” (HR. Abu Dawud)
Mendoakan untuk orang yang ditinggal dan orang yang ditinggal pun juga mendoakan:
أَسْتَوْدِعُ اللهَ دِيْنَكَ وَأَمَانَتَكَ وَخَوَاتِيْمَ عَمَلِكَ ( رواه الترمذي واحمد)” النبيَّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم ودَّع رجلًا فقال : زوَّدكَ اللهُ التقوى , وغفَر لكَ ذنبَكَ , ويسَّر لكَ الخيرَ مِن حيثُما كنتَ ( رواه الترمذي)
“Aku menitipkan agamamu, amanahmu dan perbuatanmu yang terakhir kepada Allah.” (HR. At-Tirmidzi & Ahmad). “Nabi Saw. jika memberi pesan kepergian kepada seseorang, beliau bersabda: zawwadakallahu at-taqwa wa ghafara laka dzanbaka wa yassara laka al- khayra min haitsuma kunta (semoga Allah memberimu bekal taqwa, mengampuni dosamu, dan memudahkan kebaikan untukmu dimanapun berada)” (HR. At-Tirmidzi)
Bertakbir ketika sedang jalan mendaki-naik dan bertasbih ketika jalan menurun
Apabila kembali pulang dan melalui bukit atau tempat luas dan tinggi dianjurkan bertakbir berdoa:
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٌ لاَ شَكَّ فِيْهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ، وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ، وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ عَلَى وَلَدِهِ. ( رواه ابو داود) كُناَّ إِذَا صَعِدْنَا كَبَّرْنَا وَ إِذَا نَزَلْنَا سَبَّحْنَا. ( رواه البخاري) لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ آيِبُوْنَ، تَائِبُوْنَ، عَابِدُوْنَ، سَاجِدُوْنَ، لِرَبِّنَا حَامِدُوْنَ، صَدَقَ اللهُ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. ( رواه البخاري)
“Dari Abu Hurairah ra. berkata: “Rasulullah Saw. bersabda: Tiga doa yang pasti dikabulkan (mustajab) dan tidak ada keraguan di dalamnya: doa orang yang terzhalimi, doa musafir, doa buruk orang tua pada anaknya.’” (HR. Abu Dawud & At-Tirmidzi) “Kami apabila berjalan menanjak mengucapkan takbir (Allahu Akbar) dan apabila jalan menurun membaca tasbih (Subhanallaah).” (HR. Al-Bukhari). “La ilaha illalah wahdahu la syarikalah, lahul mulku wa lahul hamdu. wa Huwa ‘ala kulli syai’in qadir. Kami kembali dengan bertaubat, tetap beribadah dan bersujud, serta selalu memuji Rabb kami. Dialah yang membenarkan janji-Nya, menolong hamba-Nya dan menghancurkan segala musuh dengan keesaan-Nya)” (HR. Al-Bukhari)
Dianjurkan menjamak shalat
Ibnu Umar ra. berkata:
صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ لَا يَزِيدُ فِي السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ ، وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ ( رواه البخاري ومسلم)
“Aku biasa menemani Rasulullah Saw. dan beliau tidak pernah menambah salat lebih dari dua rakaat dalam safar. Demikian juga Abu Bakar, Umar dan Utsman, radhiallahu’anhum.” (HR. Al-Bukhari & Muslim)
Membaca doa keluar rumah dan doa ketika naik kendaraan:
إِذَا خَرَجَ الرَّجُلُ مِنْ بَيْتِهِ فَقَالَ بِسْمِ اللَّهِ تَوَكَّلْتُ عَلَى اللَّهِ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، قَالَ: يُقَالُ حِينَئِذٍ: هُدِيتَ، وَكُفِيتَ، وَوُقِيتَ، فَتَتَنَحَّى لَهُ الشَّيَاطِينُ، فَيَقُولُ لَهُ شَيْطَانٌ آخَرُ: كَيْفَ لَكَ بِرَجُلٍ قَدْ هُدِيَ وَكُفِيَ وَوُقِيَ؟( رواه ابو داود و الترمذي )
”Apabila seseorang keluar dari rumahnya lalu berdoa: bismillaahi tawakkaltu ‘alallahi laa haula wala quwwata illaa billah, maka dikatakan padanya: ‘Kamu akan diberi petunjuk, dicukupi kebutuhannya, dan akan dilindungi’. Seketika itu setan-setan pun menjauh dan salah satu setan berkata pada temannya, ’Bagaimana mungkin kalian bisa mengganggu orang yang telah diberi petunjuk, dicukupi, dan dilindungi?” (HR. Abu Dawud & At-Tirmidzi)
أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا اسْتَوَى عَلَى بَعِيرِهِ خَارِجًا إِلَى سَفَرٍ، كَبَّرَ ثَلَاثًا، ثُمَّ قَالَ: «سُبْحَانَ الَّذِي سَخَّرَ لَنَا هَذَا، وَمَا كُنَّا لَهُ مُقْرِنِينَ، وَإِنَّا إِلَى رَبِّنَا لَمُنْقَلِبُونَ، اللهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ فِي سَفَرِنَا هَذَا الْبِرَّ وَالتَّقْوَى، وَمِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى، اللهُمَّ هَوِّنْ عَلَيْنَا سَفَرَنَا هَذَا، وَاطْوِ عَنَّا بُعْدَهُ، اللهُمَّ أَنْتَ الصَّاحِبُ فِي السَّفَرِ، وَالْخَلِيفَةُ فِي الْأَهْلِ، اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ وَعْثَاءِ السَّفَرِ، وَكَآبَةِ الْمَنْظَرِ، وَسُوءِ الْمُنْقَلَبِ فِي الْمَالِ وَالْأَهْلِ( رواه ومسلم)
“Rasulullah Saw. ketika naik ke untanya untuk safar, beliau bertakbir 3 kali lalu berucap: Maha Suci Allah yang telah menundukkan kendaraan ini bagi kami padahal kami sebelumnya tidak mampu menguasainya, dan sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami. Ya Allah kami memohon kebaikan dan ketaqwaan dalam safar kami dan keridhaan dalam amalan kami. Ya Allah mudahkanlah safar kami ini. Lipatlah jauhnya jarak safar ini. Ya Allah Engkaulah yang menyertai kami dalam safar ini, dan pengganti yang menjaga keluarga kami. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari kesulitan safar ini, dari pemandangan yang menyedihkan, serta dari tempat kembali yang buruk baik dalam perkara harta dan perkara keluarga” (HR. Muslim)
Segera kembali pulang jika urusan telah usai dan bersyukur seperti dengan acara makan bersama
Sebagaimana riwayat dalam Shahih Al-Bukhari bab makanan ketika tiba dari Safar (At-Tha’am ‘inda al-Qudum).
السَّفَرُ قِطعةٌ من العذاب؛ يمنعُ أحدَكم طعامَه، وشرابَه ونومَه، فإذا قضى أحدُكم نَهْمَتَه فليُعَجِّلْ إلى أهلِه ( رواه البخاري ) أَنَّهُ لَمَّا قَدِمَ المَدِينَةَ نَحَرَ جَزُورًا أَوْ بَقَرَةً ( رواه البخاري )
“Safar adalah sepotong azab (siksaan), yang dapat menghalangi kalian untuk makan, minum, dan tidur. Jika kalian sudah menyelesaikan suatu urusan, hendaklah segera kembali pada keluarganya.” (HR. Al-Bukhari) “Ketika Nabi Saw. tiba (di) Madinah, beliau menyembelih unta atau sapi betina.” (HR. Al-Bukhari). Selesai.
Sumber: Majalah SM No 23-24 Tahun 2019