China Kembali Tingkatkan Ancamannya Terhadap Taiwan
China kembali mengancam menggunakan kekuatan militernya pada Taiwan.
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - China kembali mengancam menggunakan kekuatan militernya untuk membawa Taiwan berada di bawah kendalinya. Pernyataan baru China dikeluarkan di tengah ancaman latihan militer China yang meningkatkan ketegangan antara kedua pihak.
"Beijing mencari penyatuan damai dengan Taiwan, tetapi tidak berjanji untuk melepaskan penggunaan kekuatan militer dan mempertahankan semua opsi yang diperlukan," kata pernyataan pemerintah China, Rabu (10/8/2022).
China mengatakan pihaknya menghentikan dialog tentang isu-isu dari keamanan maritim hingga perubahan iklim dengan Amerika Serikat (AS), kepala militer dan pendukung politik Taiwan. Menurut China, peningkatan ancaman ini imbas dari kunjungan Ketua House of Representative AS Nancy Pelosi ke Taiwan.
Namun, Taiwan menilai, kunjungan Pelosi merupakan kunjungan normal dan rutin, sementara China menggunakan alasan kedatangan Pelosi sebagai dalih untuk meningkatkan ancamannya. Menteri luar negeri Taiwan Joseph Wu pada Selasa memperingatkan bahwa latihan militer China mencerminkan ambisi untuk mengendalikan petak besar Pasifik barat, sementara Taipei melakukan latihannya sendiri dalam kesiapannya untuk mempertahankan diri.
"Strategi Beijing akan mencakup mengendalikan laut China Timur dan Selatan melalui Selat Taiwan dan memberlakukan blokade untuk mencegah AS dan sekutunya membantu Taiwan jika terjadi serangan," kata Joseph Wu.
Beijing telah memperpanjang latihan militernya yang sedang berlangsung tanpa mengumumkan kapan akan berakhir. Sudah hampir satu pekan terjadi penembakan rudal dan serangan ke perairan dan wilayah udara Taiwan oleh kapal perang dan pesawat angkatan udara China.
Tindakan tersebut telah mengganggu penerbangan dan pengiriman di wilayah yang penting bagi rantai pasokan global. Ini juga memicu kecaman keras dari AS, Jepang, dan negara lainnya.
Taiwan berpisah dengan daratan di tengah perang saudara pada 1949. Pulau berpenduduk 23 juta orang itu sangat menentang penyatuan politik dengan China, sementara lebih memilih untuk mempertahankan hubungan ekonomi yang erat dan status quo kemerdekaan de-facto.
AS tidak memiliki hubungan diplomatik formal dengan Taiwan namun merupakan pendukung utama Taipei. AS telah menunjukkan kesediaannya untuk menghadapi ancaman China.