Inflasi dan Bayang-Bayang Kenaikan Suku Bunga, Kapan Saatnya Ajukan Kredit?

Perencana keuangan ingatkan cermat dalam ajukan kredit agar tak terjebak bunga tinggi

Republika/Rakhmawaty La'lang
Karyawan melayani nasabah bank. ilustrasi. Aliyah Natasya, perencana keuangan, menyarankan masyarakat untuk lebih bijak menghadapi situasi perekonomian seperti ini. Sebaiknya pahami dulu kondisi keuangan Anda sebelum mengajukan kredit. Supaya tidak terjebak dengan bunga kredit yang tinggi, pilih dengan cermat jenis kredit yang diambil sesuai kebutuhan.
Rep: Retno Wulandhari Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di tengah kenaikan inflasi, penyaluran kredit di Indonesia malah tumbuh positif. Namun, adanya potensi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) bisa menghambat penyaluran kredit di sisa tahun 2022. 


Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sampai dengan Juni 2022 penyaluran kredit perbankan mencapai angka Rp 6.182 triliun, atau naik 10,66 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memprediksi pertumbuhan kredit perbankan sepanjang 2022 mampu mencapai 9–11 persen secara tahunan didorong oleh capaian penyaluran kredit yang tumbuh 10,66 persen pada Juni 2022. Peningkatan itu seiring dengan peningkatan ketahanan sistem keuangan dan fungsi intermediasi perbankan.

Data IdScore menunjukkan, sejak Februari 2022 terjadi tren peningkatan portofolio kredit baik anggota dan nonanggotanya yang disebabkan oleh pemulihan ekonomi dan suku bunga yang rendah. Nilai portfolio kredit rata-rata anggota selama satu tahun terakhir tercatat sebesar Rp 3.379,66 triliun, ini lebih tinggi Rp 395,52 triliun daripada rata-rata portofolio non anggota.

Sedangkan Nilai tertinggi portofolio kredit terjadi sebelum pandemi (Februari 2020) sebesar Rp 6.887,02 triliun. Adapun semenjak pandemi portofolio tertinggi terjadi pada Mei 2022 sebesar Rp 6.731,27 trilliun dengan pertumbuhan 0,53 persen dibandingkan bulan sebelumnya dan tumbuh 8,08 persen dibandingkan tahun lalu.

Badan Pusat Statistik mencatat tingkat inflasi tahun kalender (Januari–Juni) 2022 sebesar 3,19 persen sedangkan tingkat inflasi tahun ke tahun (Juni 2022 terhadap Juni 2021) sebesar 4,35 persen. Nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS sempat melemah ke level sekitar Rp 15.000 beberapa hari setelah bank sentral AS menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin ke 1,5  - 1,75 persen guna meredam inflasi.

Menurut Josua Pardede, Chief Economist Permata Bank, peningkatan inflasi Indonesia dalam tiga sampai empat  bulan terakhir cenderung didorong oleh faktor sisi suplai, sejalan dengan gejolak kenaikan harga dan inflasi harga diatur pemerintah.

Tingkat inflasi yang relatif tinggi ini dikhawatirkan mendorong peningkatan suku bunga BI hingga akhir tahun 2022. Saat kenaikan inflasi di tahun 2013 dan 2018 yang dibarengi dengan kenaikan suku bunga BI pada umumnya direspon dengan kenaikan suku bunga perbankan, baik suku bunga Dana Pihak Ketiga dan suku bunga kredit. 

"Meskipun kenaikan suku bunga kredit cenderung lebih terbatas. Saat ini suku bunga acuan BI masih berada di level 3,5 persen,” jelas Josua.

Direktur Utama IdScore, Yohanes Arts Abimanyu menjelaskan, melihat situasi inflasi dan prediksi kenaikan suku bunga, BI mulai melakukan normalisasi yang mengarah ke pengetatan kebijakan moneter. Kondisi ini akan mempengaruhi penyaluran kredit di semester II tahun 2022.

Menurut Abimanyu, standar penyaluran kredit yang lebih ketat diperkirakan terjadi pada jenis kredit modal kerja, kredit konsumsi selain Kredit Pemilikan Rumah (KPR), dan kredit Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM). Sementara itu, aspek kebijakan penyaluran kredit yang diperkirakan lebih ketat dibandingkan sebelumnya antara lain yaitu plafon kredit, jangka waktu kredit, premi kredit berisiko, dan agunan.

Lalu kapan waktunya ajukan kredit? Aliyah Natasya, perencana keuangan, menyarankan masyarakat untuk lebih bijak menghadapi situasi perekonomian seperti ini. “Sebaiknya pahami dulu kondisi keuangan Anda sebelum mengajukan kredit. Supaya tidak terjebak dengan bunga kredit yang tinggi, pilih dengan cermat jenis kredit yang diambil sesuai kebutuhan,” jelas Aliyah.

Masyarakat Indonesia, kata Aliyah, kerap kali mengajukan kredit berdasarkan kebutuhan konsumtif bukan kebutuhan dasar. Alhasil, banyak yang akhirnya terjebak dalam kondisi tidak mampu bayar atau menunggak.

Abimanyu menambahkan menunggak pembayaran kredit akan mempengaruhi credit score debitur yang akan mempersulit pengajuan kredit ke depan. Credit score adalah suatu angka yang mencerminkan reputasi keuangan individu atau lembaga dalam memenuhi kewajiban keuangannya. 

“Umumnya angka ini berkisar antara 250 hingga 900. Semakin tinggi score, semakin rendah risiko kreditnya. Demikian pula sebaliknya,” jelasnya. Pihak perbankan menggunakan credit score sebagai acuan untuk mengukur tingkat kelayakan kredit seorang calon debitur sebelum pengambilan keputusan kredit.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler