Kena Covid-19 Ringan, 90 Persen Orang Indra Pengecap-Penciumannya Pulih dalam 2 Tahun

Kehilangan indra pengecap-penciuman termasuk gejala long Covid.

www.pixabay.com
Covid-19 (ilustrasi). Sekitar 90 persen penyintas Covid-19 harus bertahan selama dua tahun tanpa indra penciuman dan pengecap.
Rep: Gumanti Awaliyah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mayoritas orang yang kena Covid-19 akan mengalami gejalanya dalam hitungan hari atau pekan lalu kemudian sembuh. Namun, tidak semua orang bisa pulih dari gejala itu sepenuhnya dan mengalami long Covid.

Kini, studi baru yang dilakukan para peneliti dari Italia dan Inggris berusaha memahami berapa lama gejala long Covid bisa bertahan. Secara khusus, penulis ingin mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan pasien dengan gejala ringan untuk pulih dari beberapa gejala awal Covid-19, yaitu kehilangan indra pengecap dan penciuman.

Studi tersebut menyimpulkan sebagian besar pasien memulihkan indra penciumannya dalam waktu dua tahun. Peneliti mencatat, 88,2 persen pasien yang melaporkan disfungsi bau atau rasa terkait Covid-19 pulih sepenuhnya dalam dua tahun. Pemulihan yang terlambat diamati pada 10,9 persen pasien.

"Meskipun hampir 90 persen pasien memulihkan indra penciumannya, mereka masih harus bertahan selama dua tahun tanpa indra penciuman, sebuah pengalaman yang sangat menantang," kata peneliti, seperti dilansir dari laman Express, Sabtu (13/8/2022).

Di Inggris, diperkirakan ada lebih dari dua juta orang hidup dengan long Covid. Pasien-pasien ini bervariasi dalam tingkat keparahan gejala mereka.

Baca Juga


Beberapa pasien dapat terus bekerja secara efektif, sementara yang lain terbaring di tempat tidur atau tidak dapat bekerja. Salah satu elemen yang paling membingungkan dari long Covid bukan hanya keparahan gejala yang bervariasi, tetapi juga berbagai gejala.

Para ahli memperkirakan ada lebih dari 200 gejala. Mengapa ada begitu banyak daftar gejala?

Alasan untuk ini ada dua. Pertama, setiap mutasi baru SARS-CoV-2 sebagai virus penyebab Covid-19 membawa serta varian baru.

Setiap varian menyebabkan gejala jangka pendek yang berbeda dan oleh karena itu berpotensi menyebabkan gejala jangka panjang yang berbeda pula. Perubahan varian ini adalah salah satu peringatan yang dicantumkan oleh penulis untuk penelitian mereka mereka menyatakan beberapa batasan dan mencatat data diambil untuk pasien yang terinfeksi sebelum kedatangan omicron.

Selanjutnya, keterbatasan lain pada penelitian yang dicantumkan oleh penulis termasuk data dilaporkan sendiri, evaluasi psikologis dari fungsi kemosensori tidak dilakukan, ukuran sampel relatif kecil dan terbatas secara geografis, pasien dengan gejala yang lebih parah tidak dimasukkan, serta data untuk perawatan kemosensori masih kurang. Akibatnya, penelitian ini tidak dianggap definitif, melainkan merupakan bagian dari penelitian yang lebih luas mengenai long Covid.

Parosmia dan phantosmia usik penyintas Covid-19 - (Republika)


Haruskah kita khawatir tentang long Covid?

Jawabannya tergantung pada siapa yang kita berbicara. Karena sulit untuk memprediksi siapa yang akan kena long Covid setelah terinfeksi, maka orang yang tidak terinfeksi SARS-CoV-2 tak perlu khawatir. Namun yang pasti, sangat sedikit pengobatan untuk long Covid.

Lebih lanjut, para ilmuwan ini memiliki alasan kuat untuk percaya bahwa long Covid harus menjadi perhatian pemerintah dan sistem Sebab, long Covid adalah kondisi kronis jangka panjang, yang membutuhkan penanganan yang cermat dan tepat dalam jangka waktu yang lama.

Seiring bertambahnya jumlah pasien, semakin banyak orang yang membutuhkan dukungan dan pengobatan, ini akan menambah tekanan pada pelayanan kesehatan di seluruh dunia untuk bergerak. Semakin cepat tindakan dilakukan, semakin baik pengobatan yang tersedia untuk pasien long Covid saat ini dan masa depan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler