Pertalite Akan Naik, Pengemudi Angkot: Selama Ini untuk Setoran Saja Susah

Sopir angkot mengaku makin kepayahan menafkahi keluarga.

Antara/Asep Fathulrahman
Sejumlah sopir angkutan kota (angkot) (ilustrasi). Isu kenaikan harga BBM jenis Pertalite membuat lesu para pengemudi angkutan kota (Angkot) di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat. Perkiraan kenaikan harga Pertalite adalah hingga Rp 10 ribu per liter. Dari semula hanya Rp 7.650 per liter.
Rep: Febrian Fachri Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, BUKITTINGGI -- Isu kenaikan harga BBM jenis Pertalite membuat lesu para pengemudi angkutan kota (Angkot) di Kota Bukittinggi, Sumatra Barat. Perkiraan kenaikan harga Pertalite adalah hingga Rp 10 ribu per liter. Dari semula hanya Rp 7.650 per liter.

"Belum naik aja, untuk setoran kita aja susah. Mau bagaimana lah nasib sopir angkot seperti kami ini," kata Ujang, salah satu sopir angkot 13 di Kota Bukittinggi.

Ujang menyebut setiap hari, ia harus mencari setoran Rp 100 ribu sehari. Untuk tarif ongkos, satu orang dewasa hanya Rp 4.000.

Karena di Bukittinggi sudah masuk ojek online, Ujang mengaku sulit bagi sopir angkot mendapatkan banyak penumpang.

"Setoran saja kami jarang penuh. Sekarang BBM naik lagi. Payah kami untuk menghidupi keluarga," ucap Ujang (43 tahun).

Ujang tidak paham bagaimana pertimbangan pemerintah untuk menaikkan BBM. Tapi ia berharap pemerintah tidak menaikkan BBM karena hanya akan mempersulit kehidupan mereka.

Fandi (38 tahun) seorang driver ojek online di Bukittinggi juga tidak senang dengan rencana kenaikan harga Pertalite. Menurut dia, kehidupan masyarakat sudah sangat sulit sejak pandemi. Sekarang dengan kenaikan BBM, ia takut beban biaya hidupnya dan keluarga untuk sehari-hari kian berat.

"Sejak pandemi, kehidupan keluarga sudah sangat berat. Kalau BBM naik, nanti harga-harga lain juga akan naik," ucap Fandi.

Baca Juga


Fandi mengaku selama menjadi driver ojol, ia tidak pernah mengisi BBM jenis Pertamax. Karena ia merasa Pertamax mahal. Sekarang dengan kebaikan Pertalite hingga Rp 10 ribu, sama saja dengan harga Pertamax sehingga biaya operasionalnya akan semakin besar.

"Mending kita beli Pertamax saja lagi, toh sama-sama mahal," ujar Fandi.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler