Sumbangsih Muhammadiyah Bagi Kemerdekaan Indonesia dari Zaman Kolonial Hingga Milenial

Di era 77 tahun Indonesia, Muhammadiyah selalu jadi gerakan amar ma’ruf nahi munkar.

Antara/Zabur Karuru
Ekspresi murid SD Muhammadiyah 20 Surabaya ketika Indonesia merdeka saat pementasan teatrikal Peristiwa Rengasdengklok di halaman SD Muhammadiyah 20 Surabaya, Jawa Timur, Jumat (16/8/2019).
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Prof Dr Agus Suradika, Pakar Pendidikan UMJ dan Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta


Sedikitnya ada dua peran penting Muhammadiyah menjelang proklamasi kemerdekaan Republik Indonsia. Pertama, Ki Bagus Hadikusumo didukung Kahar Muzakkir dan Kasman Singodimedjo menjadi penentu konsensus nasional penetapan UUD 1945 tanggal 18 Agustus 1945.

Konsensus nasional itu menjadi konstitusi dasar sekaligus penetapan Pancasila sebagai dasar negara. Muhammadiyah menyebutnya sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah, negara kesepakatan dan persaksian. 

Kedua, Jenderal Besar Soedirman adalah kader Muhammadiyah. Melalui Soedirman perang gerilya terus dikobarkan. Indonesia setelah proklamasi, tetap diakui esksitensinya berkat grilya Soedirman. Dari perjuangan Soedirman inilah lahir Tentara Nasional Indonesia. 

Kemudian, apa yang harus terus diperjuangkan Muhammadiyah untuk Indonesia di usia 77 tahun ini? Muhammadiyah adalah Gerakan amar ma’ruf nahi munkar. Dua sayap Gerakan itu: mengajak berbuat baik dan mencegah berbuat munkar (Al Imran: 104) harus terus dikepakan.

Dua sayap Gerakan Muhammadiyah, Aisyiah, dan organisasi-organisasi otonomnya tersebut terus berkepak. Dari kepakan itu kini sudah berwujud ratusan rumah sakit, ratusan panti asuhan, dan ribuan sekolah. Bahkan, kepakan dua sayap itu sudah sampai ke mancanegara.

Di milad ke-77 Republik Indonesia tahun 2022 ini, seluruh anak bangsa termasuk aktivis Muhammadiyah dihadapkan pada era disrupsi. Era terjadinya perubahan masif yang mengubah sistem dan tatanan sosial yang lebih baru. Untuk menjaga eksistensinya Muhammadiyah harus terus bergerak, sebagaimana Soedirman menggerakan perang grilya. Selain bergerak, Muhammadiyah juga terus beradaptasi dan menjadi motor penggerak perubahan. Kasman adalah sosok adaptif yang patut menjadi contoh. 

Di bidang pendidikan, kurikulum merdeka dan merdeka belajar adalah perubahan yang perlu penyikapan kritis. Penyikapan kritis dimaksud adalah penyikapan yang berbasis pada kebutuhan, ketersediaan sumber, pemanfaatan jaringan, dan kolaborasi. 

Kurikulum yang dirancang berbasis pada prinsip individual learning ini memberi peluang sekaligus tantangan bagi Lembaga pendidikan di semua jenjang yang dimiliki Muhammadiyah. Di jenjang pendidikan dasar, kemerdekaan kurikulum itu dapat diisi dengan penguatan fundamen beragama (Islam) bagi anak didik Muhammadiyah.

Kompetensi literasi dan numerasi: membaca, menulis, dan berhitung dapat diperkuat dengan muatan membaca Alquran dan menulis aksara Arab. Demikian juga di jenjang pendidikan menengah. 

 

 

 

Di jenjang pendidikan tinggi, melalui Merdeka Belajar – Kampus Merdeka, mahasiswa memiliki kesempatan untuk satu semester atau setara dengan 20 dua puluh sks menempuh pembelajaran di luar program studi pada Perguruan Tinggi yang sama.

Hal ini termasuk juga paling lama dua semester atau setara dengan 40 sks menempuh pembelajaran pada program studi yang sama di Perguruan Tinggi yang berbeda, pembelajaran pada program studi yang berbeda di Perguruan Tinggi yang berbeda; dan/atau pembelajaran di luar Perguruan Tinggi.

Kebijakan ini dapat digunakan oleh Perguruan Tinggi Muhammadiyah (PTM) dan Perguruan Tinggi Aisyiah (PTA), biasa disingkat dengan PTM/A  untuk memperkuat PTM/A dan memanfaatkan jaringan PTM/A diseluruh Indonesia untuk saling bertukar pengalaman mahasiswa.

Di samping itu, amal-amal usaha dan Badan Usaha Milik Muhammadiyah dapat digunakan untuk pematangan belajar praktik lapangan mahasiswa PTM/A. Dengan kolaborasi ini diharapkan kebutuhan PTM/A dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka – Merdeka Belajar dapat dipenuhi dengan mamanfaatkan semua potensi sumber yang dimiliki Muhammadiyah.

Ummat Islam memiliki  surat ar-Radu ayat 11. Terjemahan ayat tersebut: “sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”. Muhammadiyah  harus menjadikan ayat ini sebagai spirit perubahan. Berubah sesuai perkembangan zaman, sekaligus menjadi aktor perubahan zaman tersebut. Dirgahayu 77 tahun Republik Indonesia. Menyongsong Muktamar ke 48 Muhammadiyah tahun 2022.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler