Utusan PBB Temui Pemimpin Junta Myanmar
Kehadiran utusan PBB terjadi usai vonis Aung San Suu Kyi diketok hakim.
REPUBLIKA.CO.ID, YANGON – Utusan Khusus PBB untuk Myanmar Noeleen Heyzer memulai pertemuan dengan pejabat tinggi junta Myanmar, Rabu (17/8/2022). Sebelum pertemuan dimulai, Heyzer tak menanggapi pertanyaan apakah dia juga akan berusaha menemui mantan pemimpin de facto negara tersebut, Aung San Suu Kyi.
Heyzer tiba di Myanmar pada Selasa (16/8/2022). Menurut keterangan yang dirilis PBB, kunjungan Heyzer akan fokus pada penanganan situasi yang memburuk dan bidang prioritas lainnya dari mandatnya.
Heyzer dijadwalkan bertemu pemimpin junta Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing pada Rabu. “Kami berharap mendapatkan hasil yang baik (dari pertemuan Heyzer dan Min Aung Hlaing),” kata juru bicara junta Myanmar Zaw Min Tung dalam konferensi pers, dilansir dari AP.
Saat meninggalkan hotel untuk menghadiri agenda pertemuan dengan Min Aung Hlaing, Heyzer tak menjawab pertanyaan media apakah dia juga akan berusaha menemui Aung San Suu Kyi. Mantan pemimpin de facto Myanmar itu baru saja menerima vonis enam tahun penjara dari pengadilan junta Myanmar untuk salah satu kasus yang didakwakan padanya. Dengan vonis tersebut, total hukuman Suu Kyi saat ini adalah 17 tahun penjara.
Pemerintahan sipil Myanmar yang dipimpin Aung San Suu Kyi digulingkan militer Myanmar pada Februari tahun lalu. Selain Suu Kyi, militer turut menangkap Presiden Myanmar Win Myint dan sejumlah tokoh National League for Democracy (NLD), yakni partai yang dipimpin Suu Kyi. Sejak ditahan, junta Myanmar menggugat Suu Kyi dengan sejumlah dakwaan, antara lain melakukan kecurangan pemilu, korupsi, melanggar undang-undang bencana alam terkait pandemi Covid-19, dan kepemilikan walkie-talkie ilegal.
Dakwaan terhadap Suu Kyi dipandang tak berdasar dan bermotif politis. Ketika pemerintahan Suu Kyi dikudeta militer, rakyat Myanmar menggelar demonstrasi besar-besaran. Mereka menolak dan menentang kudeta tersebut. Gelombang unjuk rasa menjalar ke segenap wilayah Myanmar.
Alih-alih mengakomodasi tuntutan, militer Myanmar justru merespons aksi unjuk rasa itu dengan aksi represif dan brutal. Lebih dari 2.100 orang dilaporkan tewas dan hampir 15 ribu lainnya ditangkap selama demonstrasi berlangsung.