Sekum Muhammadiyah: Tiga Tantangan Pemilu Harus Diantisipasi

Tiga tantangan pemilu diharap Sekum Muhammadiyah diantisipasi.

Republika/Thoudy Badai
Sekum Muhammadiyah: Tiga Tantangan Pemilu Harus Diantisipasi. Foto: Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhamadiyah Abdul Muti menyampaikan orasi ilmiah saat sidang Senat terbuka Pengukuhan Guru Besar di Auditorium Harun Nasution Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, Rabu (2/9). Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta menggelar sidang Senat terbuka pengukuhan Abdul Muti sebagai Guru Besar atau Profesor di Bidang Ilmu Pendidikan Agama Islam (PAI) mengangkat tema Pendidikan Agama Islam yang Pluralistis, Basisi Nilai dan Arah Pembaruan. Sidang tersebut dihadiri sejumlah tokoh yaitu mantan Wakil Presiden Republik Indonesia Jusuf Kalla, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Saadi dan mantan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Republika/Thoudy Badai
Rep: Fuji E Permana Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Bangsa Indonesia akan menghadapi tahun politik atau pemilu pada tahun 2024. Sekretaris Umum (Sekum) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Prof Abdul Mu'ti, mengingatkan, dalam konteks pemilu ada tiga tantangan yang harus diantisipasi sejak awal.

Baca Juga


"Dalam konteks pemilu, ada tiga tantangan yang harus diantisipasi dari awal, pertama, politik uang. Ini masalah yang sangat serius dan sudah sangat melembaga bahkan membudaya," kata Prof Mu'ti kepada Republika, Rabu (17/8/2022).

Prof Mu'ti mengatakan, tantangan kedua yang harus diantisipasi adalah politik identitas. Politik identitas berakar pada suku, etnis, dan agama. Ini merupakan ekses dari sistem pemilihan langsung dan popular vote.

Ia menambahkan, tantangan ketiga dalam konteks pemilu adalah netralitas aparatur negara baik TNI, Polri, Birokrasi, KPU, Bawaslu, maupun lembaga-lembaga negara lainnya.

Prof Mu'ti juga menegaskan, masalah politik identitas tidak hanya terkait dengan agama tetapi juga hal-hal primordial lainnya. Politisasi agama memang sangat sulit dihilangkan, karena banyak aspek politik dan kriteria pemimpin terkait dengan idealisme agama.

"Sekali lagi, masalah politik identitas tidak hanya terkait dengan agama. Potensi eksploitasi dan politisasi identitas etnis, ras, kedaerahan, dan aspek primordial lain juga harus diantisipasi dan diminimalkan sejak dini," ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, pemerintah harus memberikan dukungan sepenuhnya terhadap tahapan pemilu yang sedang disiapkan KPU. Dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI tahun 2022, Jokowi menegaskan agar tidak ada lagi politik identitas, politisasi agama, serta polarisasi sosial dalam penyelenggaraan pemilu ini.

"Saya ingatkan, jangan ada lagi politik identitas. Jangan ada lagi politisasi agama. Jangan ada lagi polarisasi sosial," kata Jokowi, Selasa (16/8/2022).

Ia mengatakan, demokrasi di Indonesia harus semakin dewasa. Selain itu, konsolidasi nasional juga perlu untuk terus diperkuat.

Jokowi juga mengapresiasi para ulama, tokoh agama, tokoh masyarakat, dan juga tokoh kebudayaan yang telah berkontribusi besar dalam memperkokoh fondasi kebangsaan, serta merawat persatuan dan kesatuan nasional. Selain itu, ia juga berharap adanya dukungan dari semua lembaga negara untuk menjaga dan membangun demokrasi di Indonesia, serta memperkokoh ideologi bangsa.

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler