SPKS Dukung Kejakgung Usut Kasus Apeng Terkait Alih Fungsi Hutan

Apeng jadi tersangka kasus penyerobotan lahan seluas 37.095 hektar di Provinsi Riau.

Republika/Thoudy Badai
Tersangka kasus dugaan korupsi pemilik PT Duta Palma Group, Surya Darmadi alias Apeng mengenakan rompi tahanan saat tiba di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (18/8/2022).
Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejakgung) menetapkan tersangka terhadap Surya Darmadi alias Apeng dalam dugaan tindak pidana korupsi suap revisi fungsi perhutanan Provinsi Riau ke Kementerian Kehutanan. Kasus itu juga turut menjerat eks gubernur Riau saat itu Annas Maamun ke penjara.

Apeng jadi tersangka kasus penyerobotan lahan seluas 37.095 hektar di Provinsi Riau. Negara pun mengalami kerugian hingga Rp 78 triliun, yang menjadi rekor terbesar kerugian negara dalam satu kasus. Selain itu, Kejakgung juga menetapkan Apeng sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU).



Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto mengapresiasi langkah Kejakgung yang berusaha menyelamatkan kerugian negara dari kasus sektor kehutanan. "Ini juga harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan penegakan hukum yang sama terhadap berbagai kasus penyerobotan kawasan hutan secara ilegal lainnya di wilayah sentra sawit," kata Darto dalam siaran pers di Jakarta, Kamis (18/8/2022).

Darto mengatakan, kasus penyerobotan kawasan hutan seperti itu sudah menjadi persoalan laten di kedua sektor tersebut. Sehingga penegakan hukum harus dilakukan untuk menindak tegas pelaku perusakan hutan dan lingkungan yang hingga saat ini masih berlangsung.

Penegakan hukum juga diperlukan untuk memperbaikan tata kelolanya ke depan baik di kehutanan maupun dalam pengembangan perkebunan sawit. "Kasus seperti ini seringkali melibatkan para pemodal dan penguasa yang dengan menggunakan kewenganannya melakukan korupsi di sektor kehutanan maupun dalam pembangunan perkebunan sawit," ujar Darto.

Dia mengatakan, tuduhan deforestasi ilegal kepada industri sawit nasional yang dikuasai oleh akto pemilik modal selama ini, berimbas kepada petani sawit. Padahal, sambung dia, petani hanyalah korban dalam dinamika klaim oleh pelaku usaha bisnis besar, bahwa petani kecil adalah pelaku deforestasi.

Karena itu, pihaknya mendukung penindakan praktik korupsi yang merugikan triliunan rupiah bagi negara. "Upaya penegakan hukum juga akan memiliki efek bagi upaya untuk memulihkan citra buruk sektor kehutanan maupun pengembangan sawit di Indonesia yang selama ini dinilai tidak sustain karena dihasilkan dari kegiatan deforestasi ilegal terutama pada kawasan hutan dalam skala yang besar," tegas Darto.

Darto mengatakan, konflik di kawasan hutan memang tipologinya cukup bergam, mulai dari penyerobotan kawasan hutan, tumpang tindih kebun sawit petani dengan kawasan hutan, tumpang tindih dengan HGU atau perizinan lainnya, dan lainnya. Tetapi, menurut dia, data terkait deforestasi ilegal di kawasan hutan sebenarnya sudah ada.

"Tinggal komitmen dari pemerintah dan apparat penegak hukum untuk mengindentifikasi serta penyelesainnya, siapa yang menguasai lahan tersebut dan bagaimana keterlibatan aktor-aktor di dalamnya serta relasinya terhadap penguasa yang memiliki kewenangan dalam membuat dan mengambil kebijakan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler