Pakistan Alami Kerugian Lebih dari 10 Miliar Dolar AS Akibat Banjir

Perkiraan awal kerusakan akibat banjir mencapai lebih dari 10 miliar dolar AS.

AP/Zahid Hussain
Sebuah keluarga duduk di bawah tenda di samping rumah mereka yang hancur, dikelilingi oleh air banjir, di Sohbatpur, sebuah distrik di provinsi Baluchistan barat daya Pakistan, Senin, 29 Agustus 2022. Bantuan internasional mencapai Pakistan pada hari Senin, ketika militer dan sukarelawan mati-matian mencoba untuk mengevakuasi ribuan orang yang terdampar oleh banjir yang meluas didorong oleh monsoon monster yang telah merenggut lebih dari 1.000 nyawa musim panas ini.
Rep: Dwina Agustin Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, ISLAMABAD -- Menteri Perencanaan Pakistan Ahsan Iqbal menyatakan, perkiraan awal kerusakan akibat banjir mencapai lebih dari 10 miliar dolar AS. Dia menegaskan dunia memiliki kewajiban untuk membantu negara Asia Selatan itu mengatasi dampak dari perubahan iklim ini.

"Saya pikir itu akan menjadi besar. Sejauh ini, sangat awal, perkiraan awal adalah besar, itu lebih tinggi dari 10 miliar dolar AS," kata Iqbal.

Pakistan telah meminta bantuan internasional dan beberapa negara telah mengirimkan pasokan dan tim penyelamat. Iqbal mengatakan, setiap permintaan formal untuk bantuan keuangan perlu menunggu sampai seluruh skala kerusakan diketahui, sesuatu yang sekarang sedang dievaluasi Pakistan dengan mitra, termasuk Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia.

IMF pada hari Senin menyetujui dana talangan lebih dari 1,1 miliar dolar AS yang telah lama ditunggu-tunggu untuk melanjutkan program yang telah terhenti sejak awal tahun ini. Sedangkan pemerintah Kanada mengumumkan pada Senin, lima juta dolar AS dalam pendanaan untuk bantuan kemanusiaan ke Pakistan untuk menangani banjir.

Iqbal juga mengatakan dunia berutang kepada Pakistan, yang menjadi korban perubahan iklim yang disebabkan oleh pembangunan negara maju yang tidak bertanggung jawab. "Jejak karbon kami terendah di dunia," katanya.

"Masyarakat internasional memiliki tanggung jawab untuk membantu kami, meningkatkan infrastruktur kami, membuat infrastruktur kami lebih tahan iklim, sehingga kami tidak mengalami kerugian seperti itu setiap tiga, empat, lima tahun," katanya.

Menurut Iqbal, daerah-daerah yang biasa menerima curah hujan tidak menerima curah hujan. "Daerah-daerah yang biasa menerima hujan sangat ringan menerima curah hujan yang sangat deras," tambahnya.

Banjir bandang yang belum pernah terjadi sebelumnya disebabkan oleh hujan monsun telah menghanyutkan jalan, tanaman, infrastruktur dan jembatan. Bencana ini menewaskan sedikitnya 1.000 orang dalam beberapa pekan terakhir dan mempengaruhi lebih dari 33 juta, lebih dari 15 persen dari 220 juta penduduk negara itu. "Sejauh ini kita telah kehilangan 1.000 nyawa manusia. Kerusakan hampir mencapai satu juta rumah," kata Iqbal.

"Orang-orang benar-benar kehilangan mata pencaharian mereka sepenuhnya," ujarnya.

Iqbal mengatakan, 45 persen tanaman kapas telah hanyut dengan penanaman gandum awal di Pakistan selatan juga terpengaruh, karena petak besar tanah tetap tergenang air banjir. Kerusakan parah pada juga terjadi pada sawah serta tanaman sayuran dan buah-buahan.

Kementerian Keuangan Pakistan dalam pembaruan prospek ekonomi terbarunya telah memperingatkan dampak pada tanaman musiman yang kritis, terutama kapas. Kapas merupakan kunci untuk sektor tekstil Pakistan yang menghasilkan lebih dari 60 persen ekspor negara itu.

Iqbal menyebut banjir baru-baru ini lebih buruk dari 2010 di Pakistan. Peristiwa itu membuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan seruan bencana terbesar yang pernah ada.

Menteri perencanaan itu mengatakan, mungkin diperlukan waktu lima tahun untuk membangun kembali dan merehabilitasi kondisi Pakistan. Sementara dalam waktu dekat, negara ini akan dihadapkan dengan kekurangan pangan akut.

Untuk mengurangi kekurangan tersebut, Menteri Keuangan Miftah Ismail mengatakan, negara itu dapat mempertimbangkan untuk mengimpor sayuran dari saingan beratnya India. Kedua negara bertetangga itu sudah lama tidak melakukan transaksi perdagangan.

"Kami dapat mempertimbangkan untuk mengimpor sayuran dari India," kata Ismail kepada siaran lokal Geo News TV.

Ismail menambahkan kemungkinan sumber impor makanan lainnya termasuk Turki dan Iran. Harga pangan telah melonjak karena tanaman yang terendam banjir dan jalan yang tidak bisa dilalui.

Pakistan selatan, barat daya, dan utara adalah yang paling parah dilanda banjir. Air menyapu sebagian besar lahan pertanian dan menyimpan tanaman, juga mengisolasi daerah itu dari bagian lain Pakistan selama beberapa hari terakhir.


sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler