Penyakit Pneumonia Misterius Argentina yang Ternyata Sudah Pernah Muncul di Bali
Legionella merupakan penyakit infeksi bakteri akut di pernapasan.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dian Fath Risalah, Adysha Citra Ramadani
Penyakit pneumonia misterius baru saja merebak di Argentina. Penyakit tersebut disebut cukup mirip gejalanya dengan Covid-19.
Pejabat kesehatan di Argentina mengungkapkan wabah pneumonia misterius telah menewaskan empat orang. Diperkirakan penyakit misterius tersebut kemungkinan disebabkan oleh penyakit Legionella, khususnya bakteri L. pneumophila, yang dikaitkan dengan wabah pneumonia berat.
Kementerian Kesehatan RI mengklasifikasikan penyakit radang paru-paru Legionella sebagai New Emerging Diseases (New-EIDs) yang saat ini perlu diwaspadai. Radang paru-paru Legionella bisa berpotensi memicu kejadian luar biasa (KLB).
"Indonesia sudah pernah ada kasus pertama Legionella di Bali pada 1996, dan Tangerang pada 1999, serta kota lainnya," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan RI Maxi Rein Rondonuwu, Senin (5/9/2022).
Maxi mengatakan klasifikasi Legionella sebagai New-EIDs sudah tercantum dalam Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1538/Menkes/SK/XI/2003 yang ditandatangani Menkes saat itu, Achmad Sujudi. "Legionella merupakan penyakit infeksi bakteri akut yang dapat mengancam kesehatan masyarakat dan dapat menimbulkan KLB, sehingga perlu diantisipasi dan dicegah penyebarannya dengan tepat dan cepat," ujarnya.
Dilansir dari surat keputusan tersebut, Legionella adalah penyakit infeksi bakteri akut di pernapasan manusia yang bersifat new emerging diseases. Secara keseluruhan baru dikenal 20 spesies dan penyebab Legionellosis adalah Legionella pneumophila.
Penyakit Legionella kali pertama terjadi di Philadelpia Amerika Serikat pada 1976, dengan jumlah kasus 182 dan kematian 29 orang atau setara 15,9 persen, serta merupakan wabah pertama yang melanda dunia. Dari hasil survei pada 2001 terhadap sampel air menara sistem pendingin di hotel-hotel yang ada di Jakarta dan Denpasar, ditemukan hampir 20 persen dari petugas pengelola air menara sistem pendingin tersebut pernah terpapar bakteri Legionella.
Bakteri Legionella biasa hidup di air laut, air tawar, sungai, lumpur, danau, mata air panas, genangan air bersih, air menara sistem pendingin di gedung bertingkat, hotel, spa, pemandian air panas, air tampungan sistem air panas di rumah-rumah, air mancur buatan yang tidak terawat baik, adanya endapan, lendir, ganggang, jamur, karat, kerak, debu, kotoran atau benda asing lainnya.
Bakteri tersebut juga terdapat pada peralatan rawat di rumah sakit seperti alat bantu pernapasan. Bakteri Legionella pneumophila termasuk bakteri Gram negatif, berbentuk batang yang hidup berkoloni dengan cara menempel pada pipa-pipa karet dan plastik yang berlumut dan tahan terhadap kaporisasi dengan konsentrasi klorin 2-6 mg/l.
Bakteri Legionella dapat hidup pada suhu antara 5,7 C. sampai 63 C dan hidup subur pada suhu 30 C-45 C. Penularan bakteri Legionella pada manusia, antara lain melalui aerosol di udara atau karena minum air yang mengandung bakteri Legionella.
Penularan dapat pula melalui aspirasi air yang terkontaminasi, inokulasi langsung melalui peralatan terapi pernapasan dan pengompresan luka dengan air yang terkontaminasi. Masa inkubasi virus berkisar 1-10 hari.
"Tempat keberadaan bakteri Legionella, sangat erat dengan kehidupan manusia, sehingga kemungkinan dapat terjadi kejadian luar biasa di masyarakat," katanya.
Keberadaan bakteri Legionella di sarana rumah sakit yang tidak dikelola dengan baik juga dapat menimbulkan infeksi nosokomial. Untuk mencegah berkembangnya bakteri Legionella, maka minimal sepekan sekali dilakukan pemeriksaan penampungan air terhadap kerusakan fisik, bau dan zat organik, dan adanya serbuk-serbuk yang mengandung bakteri Legionella.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) hingga saat ini memantau perkembangan klaster kasus pneumonia misterius yang dikaitkan dengan Legionella di Provinsi Tucuman, Argentina. Dilansir dari Pan American Health Organization (PAHO), sampai saat ini total 11 kasus telah diidentifikasi, termasuk empat kematian pada pasien dengan penyakit penyerta atau komorbid di wilayah setempat.
Legionella, khususnya bakteri L. pneumophila, dikaitkan dengan wabah pneumonia berat. Bentuk penularan yang paling umum adalah menghirup aerosol yang terkontaminasi yang berasal semprotan, pancaran, atau kabut air. Infeksi bakteri legionella juga bisa terjadi melalui air atau es yang terkontaminasi. Terutama pada pasien yang rentan di lingkungan rumah sakit.
Ahli Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman mengatakan sudah ada antibiotik untuk penyakit ini. Namun, sambung Dicky, masih banyak misteri yang harus dipecahkan agar penyakit ini tidak menyebar.
"Ini tentu menenangkan karena bakteri ini sudah ada obatnya atau antibiotik, tapi yang menjadi catatan saya adalah kalau betul ini bakteri Legionella apakah dari awal sudah ada pemberian antibiotik? Karena ini kan terjadi di fasilitas kesehatan ya di rumah sakit," kata Dicky kepada Republika, Senin (5/9/2022).
Namun, sambung Dicky, bila sudah diberikan antibiotik, maka kematian bisa segera dihindarkan. Terlebih, angka kematian yang terjadi cukup tinggi, sehingga harus dijelaskan secara runut dan jelas terkait penyebab kematiannya. Diketahui, berdasarkan hasil identifikasi dan sampel dari 4 orang yang meninggal, pada tiga sampel bakteri Legionella ditemukan di pernapasan dan satu lainnya biopsi.
"Jadi ini masih perlu klarifikasi lanjut ya terutama dengan angka kematian yang cukup tinggi ini walaupun bisa dijelaskan Legionella itu lebih buruk pada orang yang komorbid tapi ini infeksi kan terkena tenaga kesehatan. Apakah prosedur tidak memakai masker atau bagaimana?" tutur Dicky.
"Masih banyak hal yang perlu dijelaskan. Bagaimana pun harus runut dan jelas, ini yang masih harus kita tunggu, tapi ini agak menenangkan, tapi sekali lagi akan menenangkan kalau pertanyaan saya bisa terjawab," sambungnya.
Pada enam kasus pneumonia misterius ditemukan di Argentina, lima di antaranya mengenai tenaga kesehatan. Sejauh ini, pneumonia misterius telah menyebabkan kematian pada tiga dari enam pasien.
Menurut keterangan otoritas kesehatan Argentina, seluruh kasus pneumonia yang tak diketahui asalnya ini ditemukan di sekitar klinik kesehatan swasta di provinsi Tucuman, Argentina. "Kesamaan dari para pasien ini adalah masalah pernapasan berat dengan pneumonia bilateral," jelas Kepala Departemen Kesehatan Provinsi Tucuman, Luis Medina Ruiz, seperti dilansir Evening Standard.
Ruiz mengatakan hasil pencitraan x-ray para pasien pneumonia misterius sangat mirip dengan Covid-19. Akan tetapi, seluruh pasien tersebut terbukti negatif Covid-19. Para pasien juga terbukti negatif dari infeksi puluhan kuman lain.
"Para pasien telah menjalani tes untuk Covid-19, pilek, influenza, baik tipe A maupun tipe B, Hantavirus, dan 25 kuman lain, tapi tak ada virus yang teridentifikasi," ungkap Ruiz.
Dari enam pasien pneumonia misterius, lima di antaranya merupakan tenaga kesehatan dan satu orang lainnya merupakan pasien lansia berusia 70 tahun. Seluruh pasien menunjukkan gejala pneumonia bilateral.
Otoritas kesehatan Tucuman sedang melakukan investigasi untuk mengetahui penyebab dan rute transmisi pneumonia misterius ini. Selain itu, klinik kesehatan swasta yang disinyalir menjadi sumber penularan telah ditutup untuk sementara waktu
Kasus pneumonia misterius ini pertama kali ditemukan di Argentina pada pertengahan Agustus 2022. Sejak 22 Agustus 2022, belum ada kasus pneumonia misterius baru yang terdeteksi.
Ada kekhawatiran bahwa perkembangan kasus pneumonia misterius ini akan mengikuti jejak Covid-19 yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Cina. Akan tetapi, para ahli menilai perlu lebih banyak data untuk memastikannya.
"Ini jelas mengkhawatirkan, namun kita masih butuh informasi kunci mengenai transmisi dan juga penyebab yang mendasarinya," ujar chair of global health dari Edinburgh University dan penulis Preventable, Prof Devi Sridhar.
Menurut Prof Sridhar, temuan kasus pneumonia misterius di Argentina menunjukkan bahwa masyarakat saat ini memiliki kerentanan terhadap patogen berbahaya. Wabah yang terjadi di negara mana pun, bila tak dibendung dengan segera, bisa menyebar dengan cepat melalui jalur udara dan perdagangan.
Hal senada juga diungkapkan oleh Prof Beate Kampmann dari London School of Hygiene and Tropical Medicine. Menurut Prof Kampmann, data yang saat ini belum cukup untuk menentukan apakah kasus pneumonia misterius ini berpotensi menjadi ancaman bagi populasi yang lebih luas atau tidak.
"(Belum ada cukup data untuk mengetahui) apakah ini disebabkan oleh patogen baru atau patogen yang sudah kita ketahui sebelumnya," jawab Prof Kampmann.