China Sepakat Bayar Gas Rusia dengan Rubel dan Yuan

Rusia dan China sepakat pembayaran pasokan gas dalam mata uang yuan dan rubel

AP Photo/Michael Sohn
Logo Gazprom Germania terlihat di kantor pusat perusahaan di Berlin, 6 April 2022. Raksasa energi yang dikendalikan negara Rusia, Gazprom, mengatakan pengiriman gas melalui pipa utama ke Eropa akan turun sekitar 40% tahun ini.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Raksasa energi Rusia Gazprom telah menandatangani perjanjian dengan China untuk pembayaran pasokan gas dalam mata uang yuan dan rubel. Kesepakatan ini sebagai tanda kedekatan hubungan Beijing dan Moskow, yang berada di bawah sanksi Barat.

“Mekanisme pembayaran baru adalah solusi yang saling menguntungkan, tepat waktu, andal, dan praktis. Ini akan menyederhanakan perhitungan, dan menjadi contoh yang sangat baik bagi perusahaan lain," ujar CEO Gazprom Alexei Miller, dilansir Aljazirah, Rabu (7/9/2022).

Miller menjelaskan kepada kepala grup minyak China CNPC, Dai Houliang tentang status pekerjaan pada proyek untuk pasokan gas melalui rute timur yaitu pipa gas Power of Siberia yang menghubungkan jaringan gas Rusia dan China. Gazprom tidak memberikan rincian lebih lanjut tentang skema pembayaran  tersebut atau kapan pembayaran akan mulai beralih dari dolar AS ke rubel dan yuan.

Perubahan tersebut merupakan bagian dari dorongan untuk mengurangi ketergantungan Rusia pada dolar AS, euro, dan mata uang keras lainnya, yang dipercepat oleh sanksi Barat sebagai tanggapan atas perang di Ukraina. Rusia telah berupaya membangun hubungan ekonomi yang lebih erat dengan China dan negara-negara non-Barat lainnya.

Presiden Rusia Vladimir Putin awal tahun ini memaksa pelanggan Eropa untuk membuka rekening bank rubel dengan Gazprombank, dan membayar dalam mata uang Rusia jika mereka ingin terus menerima gas. Rusia memutus pasokan gas ke beberapa perusahaan dan negara yang menolak persyaratan kesepakatan pembayaran dengan mata uang rubel. Hal ini menyebabkan harga energi melonjak. Kremlin mengatakan, pasokan gas Rusia ke Eropa tidak akan dilanjutkan sampai sanksi Barat terhadap Moskow dicabut.

Rusia menandatangani kesepakatan untuk memasok gas ke China senilai 37,5 miliar dolar AS pada malam invasi. Rusia mulai memompa gas ke China melalui pipa gas Power of Siberia sepanjang 3.000 kilometer pada akhir 2019. Putin menyebut langkah itu sebagai peristiwa bersejarah untuk pasar energi global, khususnya Rusia dan China.

Gazprom mengatakan, gas dari ladang Kovykta yang kurang berkembang akan mulai mengalir melalui pipa Power of Siberia sebelum akhir tahun. Sehingga memungkinkan peningkatan volume pengiriman gas ke China pada tahun 2023.

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler