Sejarah Masjid Umayyah, Bangunan Indah yang Dibangun pada Masa Kejayaan Islam

Masjid Umayyah terus menginspirasi penciptaan banyak masjid lain di abad berikutnya.

albumislam.com
Masjid Umayyah di Damaskus, Suriah. Sejarah Masjid Umayyah, Bangunan Indah yang Dibangun pada Masa Kejayaan Islam
Rep: Alkhaledi Kurnialam Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, DAMASKUS -- Pada 1184 masehi, seorang musafir Andalusia, ahli geografi, dan penyair Abul Husain Muhammad Ibn Ahmad ibn Jubair mengunjungi Damaskus. Kala memasuki kota, dia tertegun dengan keindahan kota dan bangunan yang asa di dalamnya.

Baca Juga


Perkataannya yang terkenal menyebut, "jika surga ada di bumi maka Damaskus tanpa keraguan ada di dalamnya. Jika ada di langit, maka ia bersaing dengannya dan berbagi kemuliaan." Padahal Jubair terkenal dengan berbagai catatan perjalanannya ke banyak wilayah, mulai dari Arab Saudi, ke Mesir dan wilayah Levant, juga melewati Sisilia, Italia, dan negara-negara lain.

Dilansir dari Middle East Eye, Rabu (7/9/2022), keindahan yang mencolok dalam masa itu adalah masjid Umayyah. Sebuah masjid yang megah dan selesai dibangun pada tahun 715 oleh Khalifah Umayyah keenam, al-Walid. Masjid ini dibangun di atas situs yang telah digunakan terus-menerus selama beberapa milenium sebagai rumah ibadah.

Dulunya ada kuil yang dibangun oleh orang Aram kuno, dan kemudian orang Romawi. Ketika Suriah berada di bawah kekuasaan Bizantium Kristen, kuil tua itu diubah menjadi katedral. Pada tahun 634 Damaskus menjadi kota Bizantium besar pertama yang ditaklukkan oleh penguasa Islam di bawah kepemimpinan Khalifah Rashidun pertama Abu Bakar dan jenderalnya Abu Ubaidah dan Khalid ibn-al Walid.

Dari kedatangan Islam hingga tahun 715, ketika Walid memulai pembangunan masjid baru katedral lama berfungsi sebagai ruang sholat bagi komunitas Kristen dan Muslim di kota itu. Selama 80 tahun kedua komunitas menggunakan rumah ibadah itu. Namun seiring dengan pertumbuhan komunitas Muslim, ada kebutuhan akan ruang sholat yang lebih banyak. Sehingga bangunan ini difungsikan penuh sebagai masjid dan umat Kristen dibuatkan bangunan baru.

Pembangunan masjid

Pembangunan masjid ini dimulai ketika belum ada gagasan tentang seperti apa seharusnya rumah ibadah Muslim. Seperti diketahui, masjid-masjid yang ada di Madinah, Makkah, dan Kufah, berukuran kecil, dan tidak seambisius apa yang Walid pikirkan. Ia menginginkan sesuatu yang menawarkan cita rasa surga Islam yang ditawarkan kepada umat beriman.

Walid kemudian memerintahkan agar setiap ruang yang ada di atas panel marmer dinding bawah ditutup dengan mozaik, di bagian dalam dan luar masjid. Sementara arsitektur Bizantium secara teratur memanfaatkan mosaik, sebuah proyek besar yang belum pernah dicoba sebelumnya.

Seluruh masjid ditutupi gambar taman surga yang fantastis atau seperti yang diklaim beberapa orang, lanskap luas dan beragam yang diatur oleh Umayyah, yang membentang pada puncaknya dari Spanyol di Eropa barat hingga Sindh di Pakistan modern. Semuanya dicat emas dengan mosaik batu berwarna-warni.

 

Sekitar 40 ton kubus kaca dan batu, 12 ton di antaranya berwarna hijau diatur sedemikian rupa sehingga seluruh ruang bersinar dan berkilau seperti taman yang fantastis. Setiap kubus dimiringkan dengan hati-hati untuk menangkap cahaya jika dilihat dari bawah.

Desainnya mengambil inspirasi dari sebuah ayat dalam Alquran yang menggambarkan surga dengan kamar-kamar yang tinggi dan sungai yang mengalir. Dalam laporan Jubair, ia menggambarkan kesempurnaan konstruksi masjid, menulis bahwa ia memiliki hiasan dan dekorasi yang luar biasa, termasuk mosaik emas dan batu berwarna luar biasa yang mempesona dalam cahaya. Dikatakan juga bahwa biaya pembangunan ini setara dengan tujuh tahun total pendapatan perbendaharaan Damaskus

Ada perdebatan apakah bahasa desain untuk masjid Umayyah itu adalah dari Bizantium, neo-Romawi, Sassanian (Persia), Suriah, atau murni Islam. Tetapi kenyataannya, rumah ibadah itu mengandung unsur-unsur dari semua tradisi ini.

Arsitektur masjid

Menurut Muhammad al-Idrisi, seorang ahli geografi dan kartografer Muslim, masjid ini tidak ada bandingannya di dunia. Hal ini mengacu pada konstruksinya yang kokoh dan desainnya yang beragam dan mengesankan.

Namun masjid itu tidak hanya dianggap inovatif untuk dekorasinya. Tapi juga inspiratif karena terus menginspirasi penciptaan banyak masjid lain yang dibangun pada abad-abad berikutnya.

Meskipun Bani Umayyah hanya memerintah Damaskus selama 90 tahun, masjid agung mereka tetap tidak berubah selama 1.300 tahun ke depan, dengan dinasti-dinasti kemudian hanya membuat perubahan kecil padanya.

 

Sejarah masjid selanjutnya

Setelah kepergian Bani Umayyah, Damaskus diperintah oleh beberapa dinasti, termasuk Abbasiyah, Seljuk, Ayyubiyah, Mamluk, dan Utsmaniyah, masing-masing melakukan pekerjaan restorasi yang sangat dibutuhkan di masjid Umayyah, dan terkadang membuat penambahan.

Perubahan paling terkenal, di luar menara Qaytbay yang megah, adalah Bayt al-Mal (Dome of the Treasury). Struktur segi delapan ini, berdiri di atas delapan kolom yang digunakan kembali dari kuil Romawi, diyakini dibangun di bawah Dinasti Abbasiyah, tetapi penelitian modern menunjukkan kemungkinan besar dibangun di bawah Dinasti Umayyah.

Masjid Umayyah juga memiliki beberapa episode sedih dalam sejarahnya. Sebuah ruangan yang terletak di dalam tembok Timur adalah tempat anak dari sahabat Nabi, Ali bin Abi Thalib ditawan oleh Yazid bin Mu'awiya bin Abi Sufyan selama 60 hari setelah perang Karbala. Dinding tengah dalam ruangan ini memiliki rongga, hari ini dilapisi dengan perak, di mana kepala Imam Husain ditempatkan sementara sebelum dimakamkan.

Sejak dibangun pada tahun 715, masjid ini juga pernah mengalami tiga kali kebakaran besar. Yang pertama terjadi pada 1609, yang kedua dimulai oleh Timur pada 1401 setelah penaklukannya atas Damaskus. Namun yang paling dahsyat terjadi pada tahun 1893.

Sementara beberapa karya mosaik brilian selamat dari dua kebakaran pertama, hampir semuanya hancur dalam kebakaran tahun 1893, termasuk kubah (kemudian dibangun kembali dengan gaya Ottoman akhir), seluruh ruang sholat bagian dalam, mihrab indah yang dijelaskan oleh Jubair dan mimbar kayu.

Pembangunan kembali oleh Ottoman memakan waktu sembilan tahun dan sedikit upaya dilakukan untuk mengembalikan masjid seperti aslinya. Hanya beberapa dari mosaik asli yang bertahan. Salah satu contohnya adalah ruang tengah di atas tempat sholat wanita, tetapi dinding dan langit-langit yang remang-remang membuat sulit untuk melihat bagaimana itu dulunya berkilauan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler