Akibat Aksi Bjorka Data Publik Bocor Lagi
Belum lagi adanya informasi yang beredar di media sosial perihal kebocoran data kartu SIM telepon seluler. Seperti yang diunggah oleh akun Twitter @SRifqi, 1,3 miliar data pendaftaran kartu SIM telepon Indonesia bocor! Data pendaftaran meliputi NIK,
Akibat Aksi Bjorka Data Publik Bocor Lagi
Oleh: Dhevy Hakim
“Bjorka”. Ya, satu nama yang akhir-akhir ini menyedot perhatian publik. Bagaimana tidak, akibat aksinya yang mampu membobol data registrasi kartu selular prabayar, sosok “hacker bertopeng” itu juga berhasil meretas data pribadi beberapa pejabat negara dan mengunggahnya di media sosial. Ketua MPR Puan Maharani, Menteri BUMN Erick Thohir, Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menkominfo Johnny G. Plate adalah pejabat yang terkena hack oleh aksi Bjorka.
Meski katanya data yang terkena hack hanyalah data umum. Tentu saja aksi Bjorka ini sangat meresahkan publik. Publik menangkap sekelas pejabat saja bisa mengalami kebocoran data, tentu untuk membobol data rakyat biasa lebih mudah. Apalagi Bjorka sendiri mengaku bisa melakukan banyak hal seperti membongkar kasus kriminal hingga mengklaim dirinya sudah berhasil meretas surat-surat dikirimkan pada Presiden Jokowi dan meretas dokumen rahasia dari BIN.
Belum lagi adanya informasi yang beredar di media sosial perihal kebocoran data kartu SIM telepon seluler. Seperti yang diunggah oleh akun Twitter @SRifqi, “1,3 miliar data pendaftaran kartu SIM telepon Indonesia bocor! Data pendaftaran meliputi NIK, nomor telepon, nama penyedia (provider), dan tanggal pendaftaran. Penjual menyatakan bahwa data ini didapatkan dari Kominfo RI.” (tirto.id, 1/9/2022)
Namun sayangnya alih-alih Kominfo mengklarifikasi adanya keresahan ini, justru Menteri Kominfo hanya sekadar mengatakan tidak ada kebocoran data saja. Padahal nyatanya sudah jelas data umum pejabat saja bisa bocor. Lantas kenapa kebocoran data bisa terjadi?
Data Bocor Berkali-kali
Masalah kebocoran data memang tidak kali ini terjadi, bahkan sudah seringkali terjadi. Mungkin jika mau mengurutkan sudah banyak halaman yang dibutuhkan untuk menuliskannya. Diakui Menkoinfo sendiri kebocoran data yang sifatnya kecil menyangkut data pribadi bisa terjadi setiap detik.
Untuk tahun ini saja (2022), kebocoran data di Indonesia tidak hanya sekali terjadi. Contohnya, kebocoran data PLN dilaporkan lebih dari 17 juta dan dijual ke forum peretas breached.to. Data yang bocor mencakup identitas pelanggan, nama pelanggan, tipe energi, KWH, alamat, nomor meteran, tipe meteran, serta nama unit UPI. Kemudian ada kebocoran data yang dialami oleh anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk, Indihome. Kira-kira ada 26 juta data yang bocor yang juga dibagikan ke forum serupa.
Terjadinya kebocoran data saat ini tidak lain dikarenakan sistem yang dijalankan berdasarkan asas sekulerisme liberalisme. Sistem ini menjadikan manusia melepaskan agamanya bahkan Tuhannya saat berbicara masalah urusan dunia. Oleh karenanya akan muncul kebebasan perperilaku asal mendatangkan uang meski apa yang dilakukannya seperti menjadi hacker adalah merugikan orang lain bahkan membahayakan kedaulatan negara.
Di sisi lain sistem kapitalisme yang terus menciptakan kesenjangan dan kesengsaraan masyarakat bawah menjadikan mereka yang tidak memiliki lapangan pekerjaan mencari segala cara supaya bisa bertahan hidup. Bisa jadi menjadi hacker akan menjadi salah satu pilihan bagi sebagian orang.
Stop Kebocoran Data
Menilik kembali kasus kebocoran data yang pernah terjadi, dari sisi penanganan yang sudah dilakukan pemerintah pun terkesan saling lempar tanggung jawab antara domainnya Kominfo dengan tanggung jawab antara Kominfo dengan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).
Di sisi lain tidak tuntasnya persoalan kebocoran data adalah masalah payung hukum. UU ITE justru lebih digunakan untuk alat gebuk kepada pihak yang berseberangan dengan pemerintah. Terkait serangan Bjorka sendiri, Presiden baru merespons saat kejadian sudah berulang dan kritik keras datang bertubi-tubi. Pada rapat terbatas Senin kemarin (12/9/2022) diputuskan pemerintah akan membentuk emergency response team dari BSSN, Kominfo, Polri, dan BIN yang bertugas untuk melakukan asesmen berikutnya.
Selanjutnya, pemerintah pun akan mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang saat ini sudah disetujui di rapat tingkat I oleh Panja Komisi I DPR RI dan pemerintah. Pengesahan RUU PDP ini diharapkan akan menjadi payung hukum baru untuk menjaga ruang digital di Indonesia. Jika menunggu RUU disahkan tentu sangat lama sedangkan persoalan meminta untuk segera diselesaikan dengan tuntas.
Oleh karenanya, kasus Bjorka ini sejatinya membuka mata kita bahwa negeri ini butuh performa baru sehingga memiliki kedaulatan digital. Masalah kebocoran data tidak akan pernah cukup hanya dengan himbauan kepada masyarakat seperti menjaga NIK mereka dan sering mengganti password platform digital pada semua perangkat yang mereka gunakan. Undang-undang pun tidak akan cukup.
Alhasil masalah kebocoran data ini sejatinya problematika yang kompleks. Ada persoalan mendasar yang harus diselesaikan yakni tentang sistem yang sedang dijalankan. Harus ada perubahan secara sistem. Jika tidak maka masalah kebocoran data akan terus terjadi. Di era digitalisasi semakin kesana, dunia akan semakin canggih. Namun jika manusianya sebagai subjek di muka bumi ini punya iman maka kecanggihan yang dimilikinya akan dimanfaatkan secara tepat. Wallahu a’lam.