Kurikulum Merdeka Lebih Mudah Diimplementasikan pada PAUD

PAUD adalah tempat untuk memberikan anak ruang eksplorasi sebesar-besarnya.

ANTARA/Irwansyah Putra
Pelajar dari Taman Kanak-kanak (TK) dan lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) mengikuti pawai budaya, (ilustrasi). Pakar pendidikan Najelaa Shihab mengatakan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka belajar lebih mudah diterima pada pendidikan anak usia dini (PAUD).
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar pendidikan Najelaa Shihab mengatakan bahwa implementasi Kurikulum Merdeka belajar lebih mudah diterima pada pendidikan anak usia dini (PAUD). Anak-anak PAUD dinilai lebih siap menerima pembelajaran dibanding kakak-kakak kelasnya yang sudah lebih dulu punya pengalaman dengan kurikulum sebelumnya.

"Sesungguhnya implementasi di anak usia dini itu jauh lebih mudah dibandingkan dengan yang ditingkat di atasnya. Karena sebetulnya kemerdekaan anak-anak belajar di usia dini itu masih amat sangat tinggi, berbeda dengan kakak-kakak kelasnya yang sudah lebih lama mengalami proses pendidikan yang tidak terlalu memerdekakan," ujar Najelaa dalam diskusi daring, Sabtu (17/9/2022).

Najelaa menjelaskan anak-anak PAUD ataupun Taman Kanak-Kanak (TK) selalu datang ke sekolah dengan perasaan senang, semangat dan rasa ingin tahu yang tinggi. Peserta didik ini dianggap jauh lebih siap dalam menerima pembelajaran dibandingkan dengan anak-anak yang sudah memiliki pengalaman bersekolah dengan kurikulum sebelumnya.

"Yang kita lihat sekarang misalnya merdeka belajar dalam PAUD itu metode utamanya sudah jelas bermain, kenapa? Karena kebutuhan anak dan kesiapan utamanya adalah bermain," kata lulusan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia ini.

"Bermain dengan mengeksplorasi lingkungan sekitar, belajar yang menyenangkan sekaligus menantang untuk dia, mencoba hal-hal baru," lanjutnya.

Lebih lanjut, Najelaa mengatakan PAUD adalah tempat untuk memberikan anak ruang eksplorasi sebesar-besarnya. Anak dapat memilih apa yang diinginkan dan menarik rasa penasarannya pada hal-hal baru. Dampak jangka panjangnya, anak akan lebih siap saat dihadapkan pada pemilihan minat di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA).

"Kalau tahap eksplorasinya sebelum SMA itu cukup banyak, maka pada saat harus memilih bidang tertentu dia akan jauh lebih siap dibandingkan kalau dari mulai usia dini sudah selalu dipilihkan," ujar Najelaa.

Najelaa juga mengatakan bahwa yang tak kalah penting adalah peran serta orang tua untuk berkolaborasi dengan para pendidik agar apa yang diterima anak di sekolah dapat diterapkan di rumah.

"Yang saya anjurkan adalah komunikasi dan kolaborasi yang intensif dengan orangtua. Apa yang ingin dieksplorasi anak, kebutuhannya, minatnya, akan jadi semakin utuh kalau dapat informasi dari pihak rumah juga. Apa yang dijalankan di sekolah bisa dijalankan di rumah juga," katanya.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengeluarkan kebijakan tentang pengembangan Kurikulum Merdeka kepada PAUD, SD, SMP, SMA/SMK, Pendidikan Khusus dan Kesetaraan.

Dalam kurikulum tersebut, guru memiliki keleluasaan untuk memilih berbagai perangkat ajar yang disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik. Guru bisa membuat proyek untuk menguatkan pencapaian Profil Pelajar Pancasila yang dikembangkan berdasarkan tema tertentu yang ditetapkan pemerintah dan tidak diarahkan untuk mencapai target nilai tertentu.

Baca Juga


sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler