Sidang Kasus Paniai Dikhawatirkan Jadi 'Sidang Pembunuhan Biasa'
Julius tak menemukan adanya unsur rantai komando dan pertanggungjawaban institusional
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI) Julius Ibrani mengungkapkan kekhawatirannya bahwa sidang kasus HAM berat Paniai justru seolah menjadi sidang kasus pembunuhan biasa. Kekhawatirannya didasari sulitnya mengungkap rantai komando dan pertanggungjawaban institusional.
"Dua poin yang penting dalam konteks pelanggaran HAM itu adalah unsur komando dan pertanggungjawaban institusional. Kalau ini tidak ada maka seperti pidana pada umumnya. Individu membunuh individu lainnya saja," kata Julius saat ditemui wartawan, Selasa (20/9/2022).
Julius tak menemukan adanya unsur rantai komando dan pertanggungjawaban institusional dalam penyelidikan kasus Paniai. Sehingga ia tak menaruh harapan besar terhadap hasil akhir sidang Paniai.
"Jadi ini bisa fictif trial. Seragamnya pengadilan HAM tapi sebenernya materinya tidak memenuhi unsur HAM-nya. Karena tidak digali unsur komandonya, tidak diseret unsur komandonya, lalu tidak ada pertanggungjawaban institusionalnya," ujar Julius.
"Padahal fasilitas yang digunakan institusional dan personelnya institusional. Bukan individu bebas seperti masyarakat sipil biasa," lanjut Julius.
Selain itu, Julius menduga terdakwa di kasus Paniai sengaja ditumbalkan oleh atasannya. Dengan demikian, pelaku yang berada di level atas bisa lolos dari jerat hukum.
"Jangan-jangan yang disidangkan hanya operator lapangan, tidak punya inisiatif, bahkan tidak punya wewenang kendalikan pasukan apalagi memiliki tongkat komando," ucap Julius.
"Jangan-jangan dia ditumbalkan seolah-olah dia yang berinisiatif, seolah dia berwenang agar putus rantai komando biar dia (atasan terdakwa kasus Paniai) nggak kena," ungkap Julius.
Diketahui, PN Makassar merilis jadwal sidang perdana kasus HAM berat Paniai Berdarah pada 21 September 2022 berupa pembacaan surat dakwaan terhadap satu orang terdakwa Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu. Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang ditunjuk untuk perkara bernomor 1/Pid.Sus-HAM/2022/PN Mks itu ialah Erryl Prima Putera Agoes. Perkara itu ternyata sudah dilimpahkan sejak Kamis 9 Juni 2022 ke PN Makassar.
Isak adalah anggota militer yang menjabat sebagai perwira penghubung saat peristiwa Paniai Berdarah terjadi 2014 lalu. Isak dituding bertanggungjawab atas jatuhnya empat korban meninggal dunia, dan 21 orang lainnya luka-luka dalam peristiwa demonstrasi di Paniai.
Dalam SIPP PN Makassar, Isak didakwa melanggar Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, Pasal 37 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM). Isak juga diancam pidana dalam Pasal 42 ayat (1) huruf a dan huruf b Jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h, Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.