Ditolak DPR, RUU Sisdiknas Dinilai Setara Omnimbus Law di Bidang Pendidikan

RUU Sisdiknas ditolak DPR masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023.

ANTARA/Henry Purba
Sejumlah pelajar dan mahasiswa berunjuk rasa menolak RUU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (29/8/2022). Pada Rabu (21/9/2022) DPR resmi menolak RUU Sisdiknas masuk ke dalam Prolegnas Prioritas 2023. (ilustrasi)
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Nawir Arsyad Akbar, Ronggo Astungkoro

Baca Juga


Sebanyak enam fraksi di Badan Legislasi (Baleg) DPR menolak revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tak masuk ke program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Salah satunya adalah anggota Baleg Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Zainuddin Maliki.

Ia menjelaskan, revisi UU Sisdiknas akan mengintegrasikan tiga undang-undang sekaligus, yakni Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Karenanya, revisi yang setara omnibus law tersebut membutuhkan kehati-hatian dari pemerintah.

"Fraksi PAN meminta pemerintah dan DPR menunda RUU Sisdiknas dari daftar Prolegnas 2022 dan 2023. Adapun catatan Fraksi PAN antara lain, draf RUU Sisdiknas setara dengan omnibus law di bidang pendidikan nasional yang akan menggabungkan tiga undang-undang," ujar Zainuddin dalam rapat Baleg penetapan Prolegnas Prioritas 2023.

Banyak substansi penting dalam bidang pendidikan yang sebelumnya diatur, justru belum termuat dalam revisi UU Sisdiknas. Di samping itu, ada sekira 23 undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan yang perlu pengintergrasian dan pengharmonisasian dalam revisi undang-undang tersebut.

"Penyusunan draf RUU Sisdiknas dinilai banyak stakeholder pendidikan sebagai tidak transparan, terburu-buru, dan kurang melibatkan partisipasi publik. Sehingga setidak-tidaknya masih banyak mengandung kontroversi, sehingga memerlukan dialog yang lebih terbuka dan intensif," ujar Zainuddin.

Anggota Baleg Fraksi Partai Golkar Christina Aryani juga mengungkapkan, revisi UU Sisdiknas juga akan berkaitan dengan 21 undang-undang lain yang berkaitan dengan pendidikan. Sehingga, pihaknya saat ini menolak revisi undang-undang tersebut tak masuk Prolegnas Prioritas 2023.

"Kami mencatat sekitar 21 undang-undang terkait, maka agar undang-undang ini bisa menjadi undang-undang yang komprehensif, perlu untuk meleburkan semua undang-undang yang berkaitan dengan pendidikan," ujar Christina.

Adapun draf revisi UU Sisdiknas yang ada saat ini baru sebatas melakukan perubahan terhadap Undang-Undang Sisdiknas yang lama. Belum detail mengatur terkait guru, dosen, dan pendidikan tinggi.

"Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional harus memberikan perbaikan dan perhatian khusus yang signifikan pada pendidikan di daerah 3T, terluar, terdepan, tertinggal. Untuk itu Fraksi Partai Golkar berpendapat diperlukan kehati-hatian dan kajian yang lebih mendalam terhadap RUU tersebut," ujar Christina.

 


Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly menghargai keputusan Baleg DPR yang tak memasukkan revisi Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2023. Ia mengatakan, pemerintah akan terlebih dahulu mematangkan RUU tersebut.

"Nanti kan drafnya tentu kami akan mematangkan, pemerintah tentu tidak akan gegabah. Apalagi urusan sepenting ini gitu dan saya mendapatkan arahan dari Presiden melalui Mensesneg ya, ini kan harus dibawa ke ratas dulu sebelum diserahkan kepada DPR," ujar Yasonna dalam rapat Baleg penetapan Prolegnas Prioritas 2023.

Kendati demikian, ia menilai perdebatan yang terjadi di publik dikarenakan banyaknya pihak yang belum membaca keseluruhan draf revisi UU Sisdiknas. Hal yang sama terjadi pada rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP). 

"Jadi bahkan di pasalnya jelas tertera pesantren, madrasah, dan lain-lain. Hanya kan perdebatan di luar yang kadang-kadang sama seperti pembahasan waktu kita bahas KUHP sudah dibahas, ada yang belum membaca utuh langsung," ujar Yasonna.

Pemerintah, jelas Yasonna, mengajak semua lembaga pemangku kebijakan pembentukan peraturan perundang-undangan untuk berkomitmen bersama menyelesaikan RUU yang ada dalam Prolegnas Prioritas 2023. Dukungan tersebut dinilainya sangat dibutuhkan oleh pemerintah.

"Semoga keputusan hari ini menjadi yang terbaik bagi perencanaan peraturan perundang-undangan dan kinerja Prolegnas kita di tahun 2023 menjadi lebih baik, yang tercermin dari meningkatnya angka realisasi penyelesaian RUU," ujar Yasonna.

Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengapresiasi keputusan Baleg DPR RI yang memutuskan tidak memasukkan RUU Sisdiknas dalam Prolegnas Prioritas 2023. Menyikapi itu, P2G mendesak Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) untuk membentuk Panitia Kerja (Pokja) Nasional RUU Sisdiknas sebagai indikator transparansi perubahan RUU Sisdiknas.

"Tim Pokja tersebut dibekali Surat Keputusan penugasan resmi dari Kemdikbudristek kepada akademisi, tokoh pendidikan, perwakilan organisasi guru, dosen, untuk merapikan RUU Sisdiknas yang masih berantakan dan ketidaksinkronan antara Naskah Akademik dengan Batang Tubuh RUU," ujar Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, kepada Republika, Rabu.

Satriwan menegaskan, tim Pokja itu harus dibentuk dengan dasar landasan semangat gotong royong pendidikan seluruh elemen bangsa. Nama-nama yang akan masuk ke dalam tim Pokja RUU Sisdiknas juga harus diumumkan secara transparan.

"Hal ini juga sebagai bentuk keterbukaan, karena hingga sekarang Kemdikbudristek tidak pernah membuka siapa Tim Perumus RUU Sisdiknas yang melahirkan polemik selama ini," kata Satriwan.

Sementara itu, Kepala Bidang Advokasi Guru P2G Iman Zanatul Haeri, menyampaikan, keputusan Baleg DPR RI untuk tidak memasukkan RUU Sisdiknas ke dalam Prolegnas Prioritas 2022 di satu sisi merupakan sinyal positif bagi organisasi-organisasi guru. Itu berarti Kemdikbudristek diberikan waktu oleh DPR memperbaiki materi pasal-pasal dalam RUU yang berpotensi kuat merugikan hak-hak guru, seperti hilangnya pasal tunjangan profesi guru (TPG).

Di sisi lain, kata Iman, P2G masih khawatir, sebab pernyataan Ketua Baleg DPR RI masih membuka peluang agar RUU Sisdiknas dimasukkan kembali awal 2023, bahkan bisa juga tahun ini, jika Kemdikbudristek sudah merapikan dan mengkomunikasikan RUU Sisdiknas secara baik. Karena itu, pihaknya mendesak Kemendikbudristek untuk bersikap lebih transparan, akuntabel dan membuka ruang dialog dengan semua unsur pemangku kepentingan di dunia pendidikan.

"P2G mendesak Kemdikbudristek lebih transparan, akuntabel, dan membuka ruang dialog dengan 'partisipasi yang bermakna' melibatkan semua unsur stakeholder pendidikan dalam merancang draf RUU Sisdiknas," kata dia.

 

 

Karikatur polemik Sisdiknas - (republika/daan yahya)

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler