Prof Hardinsyah: Alergi Bisa Diterapi Saat Kecil

Orang tua harus waspada terhadap sumber-sumber pencetus alergi pada anaknya.

Republika/Amin madani
Anak sedang makan ikan (ilustrasi). Anak yang alergi makanan bisa mengalami diare, kram perut, mual, muntah, kulit memerah, gatal, gangguan pernapasan, batuk, dada sesak, lemas, dan pucat kalau terpapar alergen..
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Guru besar Ilmu Gizi, Fakultas Ekologi Manusia (FEMA), IPB University, Prof Hardinsyah, menyebut alergi dapat diterapi saat usia dini. Terapi bisa dibicarakan dan dikonsultasikan dengan dokter terkait.

"Kalau masa anak-anak bisa (diterapi) dengan allergen challenges, tapi kadang ada orang tua yang nggak tega melihat anaknya (kambuh)," kata Prof Hardinsyah dalam acara jumpa pers "Ngobrol Baik Bareng ABC" di Jakarta Selatan, Rabu (21/9/2022).

Prof Hardin mengatakan hampir semua alergi makanan mempunyai ciri yang sama, misalnya diare, kram perut, mual, muntah, kulit memerah, gatal, gangguan pernapasan, batuk, dada sesak, lemas, dan pucat. Prof Hardin mengatakan ada dua strategi mengatasi alergi makanan, yaitu mencegah dan terapi kalau sudah memilikinya.

"Mencegah itu kan bagian dari kewaspadaan," ujar Prof Hardin yang juga ketua umum Pergizi Pangan.

Prof Hardin mengatakan bahwa upaya mencegah bisa dilakukan pada orang dewasa karena sudah mengetahui alerginya. Namun, hal mengkhawatirkan jika alergi pada anak-anak karena membutuhkan peran orang tua.

"Hanya orang tua yang tahu apa yang diberikan ke anak. Sampai usia sekolah belum bisa mempelajari apa yang dia makan," kata dia.

Prof Hardin mengatakan orang tua harus waspada terhadap sumber-sumber pencetus alergi pada anaknya. Permasalahnnya adalah jika sumber makanan tidak memiliki label untuk dibaca, misalnya produk yang dibeli di pedagang kaki lima.

Baca Juga


Prof Hardin mengatakan bahwa alergen pada dasarnya adalah bahan pangan atau senyawa yang dapat menyebabkan reaksi alergi pada individu tertentu yang memiliki hipersensitivitas terhadap senyawa tersebut. Sumber alergen pangan dapat berasal dari kacang, susu, telur, ikan, kerang, gandum, bahan tambahan pangan, atau bahan terbuat dari pangan tersebut.

"Selama penggunaannya tidak melebihi ambang batas yang ditentukan oleh lembaga yang berwenang dan keberadaannya dikomunikasikan dengan jelas, maka produk tersebut aman untuk dikonsumsi (oleh orang yang tidak alergi)," ujar Prof Hardin.

Prof Hardin mengatakan BTP adalah bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan, sebagai contoh bertujuan mengawetkan pangan, memberikan warna, mencegah tengik, dan meningkatkan rasa (kualitas pangan). Penggunaan BTP yang tepat sesuai takaran batas aman akan memberikan manfaat teknologi terhadap kualitas pangan sebagaimana diatur oleh Peraturan BPOM No. 11 Tahun 2019 tentang Bahan Tambahan Pangan.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler