Kepala BKKBN: Penting untuk Terus Sosialisasi Penggunaan Kontrasepsi
Saat ini 57 persen pasangan usia subur di Indonesia sudah menggunakan kontrasepsi
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo, mengatakan sangat penting untuk terus mensosialisasikan penggunaan alat kontrasepsi untuk menekan angka kelahiran yang tidak direncanakan.
"Saya kira penting untuk disosialisasikan agar mereka sadar bahwa jarak kehamilan itu penting dan untuk mengatur jarak kehamilan harus pakai alat kontrasepsi," ujar Hasto, Ahad (25/9/2022).
Hasto mengatakan saat ini terdapat 57 persen pasangan usia subur di Indonesia sudah menggunakan alat kontrasepsi dari target 62 persen. Menurutnya, angka ini sudah cukup baik apalagi dalam kondisi pandemi COVID-19 selama dua tahun terakhir.
Mensosialisasiskan kehamilan yang terencana sangat penting untuk menekan angka kematian ibu dan bayi, kualitas hidup bayi dan menghindari kondisi gagal tumbuh atau yang dikenal dengan stunting.
"Kita harus terus memberi pemahaman tentang bahaya kehamilan yang tidak direncanakan, jarak terlalu dekat, itu yang terus disosialisasikan. Kalau punya anak terlalu dekat, stuntingnya tinggi, kalau anak stunting dia akan pendek, tidak cerdas, sakit-sakitan dan tidak punya daya saing," kata Hasto.
BKKBN berkolaborasi dengan berbagai pihak seperti perguruan tinggi, TNI, Polri serta pihak swasta untuk terus mengkampanyekan kesadaran menggunakan alat kontrasepsi guna merencanakan kehamilan.
Pada Hari Kontrasepsi Sedunia 2022, BKKBN juga melakukan kolaborasi pelayanan KB terpadu nusantara guna meningkatkan kesertaan ber-KB dan percepatan penurunan stunting bersama beberapa mitra kerja.
Lebih lanjut, Hasto juga mengatakan bahwa kegunaan alat kontrasepsi adalah untuk menekan ledakan penduduk. Misalnya, pada 100 pasangan usia subur yakni 20-35 tahun tidak memakai alat kontrasepsi, maka 80 persennya dapat dipastikan akan menjalani kehamilan.
"Kalau 80-nya hamil bisa berbahaya, dampaknya ledakan penduduk per tahun bisa berapa," katanya.
Saat ini angka kelahiran yang tinggi berada di wilayah Sumatra Utara, Sumatra Barat serta Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun sebaliknya, Jawa Timur, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jawa Tengah, Bali dan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta justru mengalami penurunan.
"Kalau daerah yang fertility rate-nya masih tinggi kita harus kerja keras untuk menurunkan itu. Tapi kalau yang fertility rate-nya dengan kondisi sebaliknya, kita harus menjaga agar satu perempuan melahirkan satu anak perempuan agar tidak zero growth dan minus growth," ujar Hasto.