Alat Kontrasepsi Apa yang Paling Banyak Digunakan Perempuan Indonesia?

Penggunaan alat kontrasepsi dapat tingkatkan kualitas kesehatan ibu.

ANTARA/Adiwinata Solihin
Ketua BKKBN RI, Hasto Wardoyo (kanan) meninjau pemberian alat kontrasepsi implan satu batang di RS Siti Khadijah, Kota Gorontalo, Gorontalo, Senin (24/5/2021). Alat kontrasepsi KB suntik terbanyak digunakan perempuan Indonesia (32 persen), sementara implan hanya tiga persen.
Rep: Dian Fath Risalah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengatakan alat kontrasepsi berguna untuk menekan ledakan penduduk. Saat ini, tren penggunaan alat kontrasepsi didominasi oleh KB suntik (32 persen), pil (14 persen), KB spiral alias intrauterine device (IUD) (empat persen), dan implan (tiga persen).

"Penggunaan alat kontrasepsi dapat meningkatkan kualitas kesehatan perempuan agar dapat terhindar dari penyakit yang berhubungan dengan masalah reproduksi seperti kanker serviks," kata Hasto dalam keterangan menyambut Hari Kontrasepsi Dunia atau World Contraception Day yang diperingati tiap 26 September, Senin (26/9/2022).

Baca Juga


Penggunaan alat kontrasepsi juga berdampak pada berkurangnya angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), angka kelahiran total (TFR) secara nasional cenderung menurun dari 2,6 (SDKI 2017) menjadi sekitar 2,24 anak per perempuan usia reproduksi (Pendataan Keluarga 2021).

Meskipun menurun, angka TFR masih belum mencapai sasaran pembangunan bidang kependudukan dan KB, yaitu 2,1 di tahun 2024. Hasto mengatakan penggunaan alat kontrasepsi sangat membantu keluarga dalam merencanakan setiap kehamilan yang sehat karena adanya pemberian jarak antarkehamilan dan kelahiran setiap anak sehingga ibu bisa memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif yang akan membuat tumbuh kembang bayi secara optimal.

"Saat ini, BKKBN terus melakukan edukasi dan sosialisasi terkait program KB agar lebih bisa diterima oleh pasangan muda," kata Hasto.

Pihaknya ingin terus memberi pemahaman tentang bahaya kehamilan tidak direncanakan dan jarak kehamilan yang terlalu dekat. Andaikan punya anak terlalu dekat, risiko stunting menjadi tinggi.

"Kalau stunting akan pendek, sakit-sakitan, intelektualnya juga kurang, dan tidak punya daya saing," jelas Hasto.

Oleh karenanya, sangat penting untuk terus menyosialisasikan penggunaan alat kontrasepsi untuk menekan angka kelahiran yang tidak direncanakan. Selama ini, BKKBN telah menyediakan beragam Alokon (alat dan obat kontrasepsi) seperti IUD, implan atau susuk, pil, kondom, dan suntik.

"Pengguna pil dan suntik saat ini sangat besar, namun demikian tentu hal itu belum menjamin keamanan dalam mencegah kehamilan karena ada kemungkinan terjadi kegagalan," kata Hasto.

Penggunaan kontrasepsi, menurut Hasto, diperlukan agar masyarakat sadar bahwa jarak kehamilan dan mengatur jarak kehamilan itu penting Sampai saat ini, kanker alat reproduksi masih merupakan masalah utama dalam kesehatan reproduksi di Indonesia.

Di Indonesia, tercatat setiap satu jam terdapat satu wanita meninggal karena kanker serviks. Di DI Yogyakarta terdapat 4,1 per 1.000 wanita menderita kanker serviks.

Kanker serviks dapat dikatakan sebagai silent killler karena tidak ada gejala sebelumnya. Gejala timbul setelah stadium lanjut, sehingga banyak menyebabkan kematian karena terlambat ditemukan dan diobati.

Usaha paling utama untuk menangani masalah tersebut adalah dengan deteksi dini kanker serviks bagi wanita yang sudah berhubungan seksual aktif. Ini penting agar tidak terjadi keterlambatan dalam diagnosis.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler