NFA-FOI Serukan Kolaborasi Lintas Sektoral untuk Penanganan Pemborosan Pangan
Ini juga guna memperingati International Day of Awareness of Food Loss and Food Wast.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) berkolaborasi dengan Foodbank of Indonesia (FOI) memperingati International Day of Awareness of Food Loss and Food Waste bersama para pemangku kepentingan lintas sektoral, yaitu pemerintahan, akademisi, lembaga masyarakat, dan dunia usaha. Peringatan kali ini mengambil tema Gerakan Kewaspadaan Pangan dan Gizi melalui Penyadaran akan Potensi Pemborosan Pangan secara hybrid, diikuti oleh peserta lintas sektor.
"NFA menyerukan kolaborasi lintas sektoral untuk penanganan food waste di Indonesia. Pasalnya, keberhasilan penanganan food waste menjadi salah satu faktor kunci dalam mengantisipasi potensi krisis pangan dan pengentasan daerah rentan dan rawan pangan di Indonesia," ujar Kepala NFA Arief Prasetyo Adi saat membuka Gerakan Kewaspadaan Pangan dan Gizi dalam rangka The International Day of Awareness of Food Loss and Waste atau Hari Kesadaran Internasional tentang food loss and food waste di Jakarta, Kamis (29/9/2022).
Dalam acara yang digelar bekerja sama dengan Foodbank of Indonesia (FOI) tersebut, Arief mengatakan, NFA mendukung pengurangan food waste sesuai target RPJMN 2020-2024 melalui Peningkatan Tata Kelola Sistem Pangan Nasional. Namun demikian, keberhasilan penanganan food waste memerlukan komitmen bersama dan kolaborasi lintas sektor.
“Dalam upaya mengurangi food waste, Badan Pangan Nasional tidak bisa sendiri, diperlukan sinergi dan kolaborasi dengan seluruh stakeholders pangan dari hulu ke hilir bersama sektor pentahelix government, academics, business, community, dan media,” jelas Arief.
Pengurangan food waste, lanjut Arief, menjadi perhatian serius Indonesia dan negara-negara di dunia sesuai komitmen dalam Sustainable Development Goals (SDGs) ke-12 poin ketiga. Menurut Arief, sesuai SDGs negara-negara di dunia diharapkan dapat mengurangi 50 persen food waste per kapita di tingkat retail dan konsumen pada tahun 2030. "Upaya pengurangan food waste telah sejalan dengan arahan Presiden RI sebagai bentuk antisipasi menghadapi krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan yang melanda dunia internasional saat ini."
Dalam momen tersebut, NFA juga memberikan penghargaan dan apresiasi kepada 11 perusahaan dan organisasi yang aktif mengurangi dan mengkampanyekan gerakan bebas food loss and waste Indonesia. Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey yang turut hadir dalam kesempatan tersebut mengatakan, para pengusaha ritel Indonesia siap mendukung upaya NFA dalam mengkonsolidasikan gerakan penanganan food waste.
“Gerakan tersebut telah berjalan secara mandiri namun perlu diakselerasi bekerja sama dengan NFA melalui pengembangan sistem dan platform, seperti alat dan tempat penampungan pangan potensi food waste serta sumber daya manusia,” uja Roy.
Namun nyatanya, masalah pemborosan pangan juga merupakan masalah budaya. Perilaku masyarakat dalam mengonsumsi makanan terbentuk dari sistem nilai yang menjadi kebiasaan. Sehingga, menurut Prof Semiarto Aji Purwanto, Dekan Fisip Universita Indonesia yang menjadi penanggap diskusi, perlu dimasukkan unsur nilai dalam produksi hingga konsumsi pangan. “Rumah tangga menyumbang sampah makanan yang cukup besar, misalnya yang terjadi dalam keseharian, kami menyimpan makanan di kulkas sebagian
terbuang.”
FOI menyampaikan bahwa bank pangan memiliki peran penting untuk mengatasi kerawanan pangan dan gizi. Bank pangan yang dipelopori perempuan bisa menjadi solusi mengatasi kerawanan pangan dan gizi.
FOI pun mendorong terbentuknya jaringan bank pangan hingga tingkat kecamatan yang menyimpan pangan lebihan industri dan keluarga serta dari sumber-sumber sekitar komunitas masyarakat. "Sampah makanan bernilai Rp 330 triliun yang kita hasilkan selama ini, dapat digunakan untuk mengatasi kerawanan pangan dan gizi melalui bank pangan di seluruh pelosok Indonesia,” kata M Hendro Utomo, founder FOI.