Ini Kronologi Tragedi Kanjuruhan Menurut Keterangan Kapolri

Menurut Sigit, ada 11 personel polisi yang menembakkan gas air mata kepada penonton.

Republika/Wilda Fizriyani
Kapolri Jenderal Listyo Sigit mengumumkan enam tersangka yang menjadi pihak bertanggung jawab dalam tragedi Kanjuruhan di Mapolresta Malang Kota (Makota), Kamis (6/10/2022).
Rep: Wilda Fizriyani Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo mengungkapkan kronologi tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada 1 Oktober lalu. Kronologi ini diungkapkan berdasarkan hasil pemeriksaan dan pendalaman tim kepolisian.

Baca Juga


Pertama, kepolisian menemukan Panpel Arema FC telah mengirimkan surat kepada PT LIB pada 12 September lalu. Surat tersebut berisi permohonan perubahan regulasi pertandingan Arema FC melawan Persebaya yang sebelumnya dijadwalkan pukul 20.00 WIB menjadi pukul 15.30 WIB.

"Namun permintaan tersebut ditolak PT LIB karena sejumlah pertimbangan yang memunculkan dampak penalti atau ganti rugi," kata pria yang disapa Sigit tersebut kepada wartawan di Mapolresta Malang Kota (Makota), Kamis (6/10/2022).

Selanjutnya, Polres melakukan persiapan untuk melakukan pengamanan dengan melaksanakan beberapa macam faktor. Hal ini termasuk menambah jumlah personel dari 1.703 orang menjadi 2.304 orang. Pada rakor khusus juga disepakati hanya Aremania yang diizinkan hadir di stadion.

Adapun terkait proses berjalannya pertandingan antara Arema FC dan Persebaya Surabaya, Sigit mengungkapkan, hasil skornya adalah 2-3. Menurut Sigit, proses pertandingan berjalan lancar tetapi saat momen akhir muncul reaksi dari suporter terkait hasil yang diperoleh.

"Seperti yang diketahui muncul beberapa penonton atau suporter yang masuk lapangan," jelasnya.

Selanjutnya, tim Persebaya mendapatkan pengamanan dengan empat unit kendaraan taktis Barracuda. Namun proses evakuasi berlangsung cukup lama, yakni hampir berjalan satu jam. Tim pengaman juga sempat mengalami kendala dan hambatan.

"Namun demikian semuanya berjalan lancar, evakuasi dipimpin langsung oleh Kapolres (Malang)," jelasnya.

Di sisi lain, penonton dilaporkan semakin banyak yang turun ke lapangan. Beberapa anggota mulai melakukan penggunaan kekuatan seperti menggunakan tameng termasuk saat mengamankan Kiper Arema FC, Adilson Maringa. Dengan semakin bertambahnya penonton yang turun ke lapangan, maka beberapa personel menembakkan gas air mata.

Menurut Sigit, terdapat 11 personel yang turut menembakkan gas air mata kepada penonton. Gas tersebut ditembakkan sebanyak tujuh kali ke tribun selatan, satu tembakan ke tribun utara dan satu lainnya ke arah lapangan.

Situasi tersebut menyebabkan penonton yang berada di tribun panik dan merasa pedih. Di satu sisi, kata Sigit, tembakan itu dilakukan untuk mencegah penonton turun ke lapangan.

Penonton yang berusaha keluar di pintu 3, 10, 11, 14 sedikit mengalami kendala. Untuk diketahui, pintu-pintu stadion seharusnya dibuka sekitar lima menit sebelum pertandingan berakhir. Namun saat itu pintu dibuka tidak sepenuhnya sehingga terjadi penumpukan.

Baca juga : Tragedi Kanjuruhan, Jokowi: Evaluasi Total Sepak Bola Indonesia

Berdasarkan aturan yang berlaku, steward seharusnya harus tetap berada di pintu selama ada penonton di stadion. Namun penutupan pintu tersebut mengakibatkan penonton sulit keluar ataupun menjadi terhambat. Apalagi dilewati penonton dalam jumlah banyak sehingga terjadi desak-desakan yang menyebabkan sumbatan di pintu-pintu tersebut.

"Dari situlah banyak muncul korban. Korban yang mengalami patah tulang, trauma kepala dan juga yang sebagian besar meninggal mengalami asfiksia," jelasnya.

Berikutnya, tim kepolisian pun melakukan olah TKP dan pendalaman. Hasilnya, PT LIB selaku penyelenggara ditemukan tidak melakukan verifikasi terhadap Stadion Kanjuruhan. Verifikasi terakhir dilakukan pada 2020 dan terdapat beberapa catatan khususnya masalah keselamatan bagi penonton. 

Pada 2022, kata dia, PT LIB tidak mengeluarkan verifikasi Stadion Kanjuruhan. Pimpinan PT LIB juga membenarkan hasil verifikasi yang dikeluarkan terjadi pada 2020. Kemudian pada tahun ini belum ada perbaikan terhadap catatan hasil verifikasi.

Baca juga : Pasca-Tragedi Kanjuruhan, Menpora Senang Adanya Komitmen Damai di Komunitas Suporter

Di samping itu, timnya menemukan fakta bahwa penonton yang hadir di Stadion Kanjuruhan mencapai 42 ribu orang. Setelah didalami, tim menemukan penyelenggara tidak menyiapkan rencana penanganan darurat seperti yang telah ditetapkan dalam aturan PSSI. Menurut Sigit, hal ini tentu termasuk kelalaian yang telah menimbulkan tragedi di Stadion Kanjuruhan.

Tim pun melakukan dua proses pemeriksaan sekaligus terkait pidana dan kode etik internal. Menurut Sigit, sebanyak 31 personil yang bertanggung jawab atas penambakan gas air telah diperiksa. Dari jumlah tersebut, 20 di antaranya terbukti telah melanggar termasuk empat perwira di Polres Malang. Ada pun jumlah personil yang diduga telah menembakkan gas air mata sebanyak 11 orang. 

"Kemudian terkait dengan temuan tersebut, setelah ini akan segera dilaksanakan proses untuk pertangungjawaban etik. Kemudian jumlah ini (yang diperiksa) juga bisa bertambah," katanya.

Kemudian terkait sidik, kepolisian telah memeriksa 48 saksi. Jumlah tersebut meliputi 26 anggota Polri, tiga penyelenggara pertandingan, delapan steward dan enam saksi. Sigit berpendapat kemungkinan akan ada pemeriksaan-pemeriksaan tambahan ke depannya.

Baca juga : Ini Peran Enam Tersangka Tragedi Kanjuruhan Berdasarkan Penjelasan Kapolri

 

Daftar tragedi sepak bola paling mematikan. - (Dok. Republika)

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler