Dugaan Korupsi Garam, Kejakgung: Pemeriksaan Eks Menperin Sesuai Kebutuhan

Penyidik Kejakgung telah mulai memeriksa sejumlah pejabat maupun mantan pejabat.

ANTARA/Reno Esnir
Menteri Kelautan dan Perikanan periode 2014-2019 Susi Pudjiastuti (tengah) didampingi Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Kuntadi (kanan) memberikan keterangan kepada wartawan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (7/10/2022). Kejaksaan Agung memeriksa Susi Pudjiastuti sebagai saksi dalam perkara dugaan korupsi impor garam industri.
Rep: Bambang Noroyono Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) tak bakal ragu untuk turut memeriksa mantan pejabat tinggi kementerian dalam pengungkapan dugaan korupsi penerbitan kuota impor garam oleh Kementerian  Perindustrian (Kemenperin) 2016-2022. Tim penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menegaskan tak bakal pandang bulu turut memanggil, untuk memeriksa para mantan menteri dalam pengusutan kasus yang diduga merugikan perekonomian negara triliunan rupiah tersebut.


 
“Pokoknya yang terkait dengan penetapan kuota itu akan kita minta penjelasannya (periksa) untuk klarifikasi,” begitu kata Direktur Penyidikan Jampidsus, Kuntadi, saat ditemui wartawan di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, Selasa (11/10).
 
Kuntadi menerangkan, selama ini, tim penyidikannya, pun sudah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah pejabat aktif di beberapa kementerian terkait. 
 
 
Untuk pengungkapan perkara, kata Kuntadi, semua pihak yang terkait tetap akan dimintakan keterangan. Termasuk menteri, maupun mantan menteri. “Nanti kita lihat urgensinya. Tetapi sejauh ada keterkaitannya, (menteri sekalipun) tetap akan kita lakukan pemeriksaan,” kata Kuntadi.
 
Pada Jumat (7/10), tim penyidikan Jampidsus memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) 2014-2019, Susi Pundjiastuti. Pemeriksaan tersebut, pun dilakukan terkait dengan pengusutan dugaan korupsi pemberian kuoata impor garam periode 2016-2022.
 
 
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana menerangkan, Susi Pudjiastuti diperiksa terkait perannya sebagai mantan menteri. “Saksi SP (Susi Pudjiastuti) memiliki kewenangan untuk mengeluarkan rekomendasi dan penentuan alokasi kuota impor garam,” ujar Ketut.
 
Dari kesaksian Susi, KKP mengeluarkan rekomendasi kuota impor garam sebesar 1,8 juta ton. Rekomendasi tersebut dikatakan untuk menjaga kecukupan garam industri dan menjaga nilai jual garam lokal. 
 
 
Namun rekomendasi tersebut disampingkan oleh Kemenperin, yang saat itu dipimpin oleh Airlangga Hartanto selaku otoritas yang menentukan jumlah kuota. Dikatakan Ketut, dalam pengakuannya, Susi mengungkapkan, Kemenperin menetapkan kuota impor garam sebanyak 3,7 juta ton.
 
“Hal tersebut berdampak pada kelebihan supply dan masuknya garam impor ke pasar garam konsumsi yang menyebabkan nilai jual harga garam lokal mengalami penurunan atau anjlok,” kata Ketut.
 
 
Penyidikan dugaan korupsi impor garam kasus baru yang ditangani Jampidsus sejak Senin (27/6/2022). Namun tiga bulan proses penyidikan, tim di Jampidsus belum juga menetapkan tersangka. Jaksa Agung ST Burhanuddin menerangkan, kasus tersebut terkait dengan pemberian fasilitas impor garam industri yang diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag) 2016-2022. 
 
 
Dikatakannya, Kemendag menerbitkan persetujuan impor garam industri kepada 21 perusahaan importir swasta. Burhanuddin mengungkapkan, tiga perusahaan yang diduga menyalahgunakan persetujuan impor tersebut, yakni PT MTS, PT SM, dan PT UI. Tiga perusahaan tersebut, mendapatkan kuota impor garam sebanyak 3,77 juta ton, dengan nilai total Rp 2,05 triliun. 
 
 
Namun, dalam pemberian izin impor tersebut, otoritas di Kemendag, tak melakukan verifikasi. Utamanya menyangkut soal pengecekan stok garam industri produksi petani lokal di dalam negeri yang menjadi kewenangan di KKP.
 
KKP juga otoritas yang merekomendasikan besaran kuota impor garam. Sementara Kemenperin, sebagai pihak yang menentuan kuota impor. “Akibat dari pemberian izin impor tersebut merugikan perekonomian negara karena adanya kelebihan garam impor yang lebih murah, dan membuat garam lokal tidak dapat bersaing (dijual) di pasar sendiri,” ujar Burhanuddin.    
 
 
 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler