Dugaan Adanya Korelasi Antara Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak dan Covid-19

Di Indonesia, IDAI melaporkan 131 kasus gagal ginjal akut pada anak dari 14 provinsi.

www.freepik.com.
Orang tua bisa mencegah Covid-19 pada anak (ilustrasi).
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dian Fath Risalah

Baca Juga


Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) merilis ada 131 kasus gagal ginjal akut pada anak di Indonesia dari 14 provinsi pada 2022. Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Bali I Gusti Ngurah Sanjaya Putra menyebut terdapat satu kesamaan dari sebagian besar kasus gagal ginjal akut misterius yang menyerang anak-anak, khususnya yang dirawat di RSUP Prof Ngoerah.

"Dari 17 orang yang ditangani, ini sementara dari banyak kasus memiliki keterkaitan satu sama lain, tapi belum dianggap sebagai penyebab. Karena ada MISC (Multisystem Inflammatory Syndrome in Children), banyak juga kasus yang sama di luar," kata Sanjaya di Denpasar, Jumat (14/10/2022).

Dari hasil pemeriksaannya, sebagian besar anak penderita Acute Kidney Injury (AKI) misterius itu memiliki hasil tes antibodi positif. Sehingga, ada kemungkinan sebelumnya pasien pernah tertular Covid-19.

"Tes antibodinya positif, itu menandakan terbentuk antibodi alamiah, menandakan pernah menderita Covid-19 yang tidak diketahui orang tuanya, dan ini yang banyak kasusnya," ujar dokter RSUP Prof Ngoerah itu.

Dari 17 pasien yang dirawat di RSUP Prof Ngoerah sejak Agustus 2022, enam di antaranya mengalami perburukan yang cepat, sehingga tak menjalani tes. Sementara sisanya memiliki antibodi positif.

"Tapi, ada pasien yang negatif, kita ulang pemeriksaannya, karena gejalanya sama dan hasilnya tetap negatif. Sampai saat ini kita tidak bisa pastikan ini karena MISC, makanya disebut AKI misterius, karena dari yang baik-baik saja malah fungsi ginjalnya turun drastis," kata Sanjaya.

Dari seluruh pasien, dokter menyebut hanya empat anak yang telah mendapat suntikan vaksinasi Covid-19, lantaran anak lainnya usianya belum mencukupi untuk mendapat dosis vaksin. Di luar kesamaan tersebut, Sanjaya menyebut belum ada temuan lain, saat dilakukan skrining, pihaknya tak menemukan gejala kelainan bawaan, termasuk mengarah kepada penggunaan obat-obat tertentu.

"Rata-rata mereka sehat yang cuma batuk, pilek, muntah, diare, tapi tanda dehidrasinya tidak sesuai dan ada gangguan kencing, bahkan tidak kencing sampai 24 jam, kadang orang tua merasa anaknya baik-baik saja," katanya.

Dari 17 pasien di RSUP Prof Ngoerah didominasi oleh balita dan empat pasien dengan usia di atas enam tahun, 11 diantaranya meninggal dunia. Satu anak melakukan perawatan dan lima lainnya sudah dapat beraktivitas dan menjalani pemeriksaan rutin.

"Rata-rata meninggal dalam keadaan fungsi ginjal sangat terminal, yang kita sebut gagal ginjal akut, susah kalau sudah keadaan itu. Laju filtrasi glomerulus normalnya di atas 90 ml/menit/1,73 meter kuadrat sedangkan mereka datang di bawah 15 ml/menit/1,73 meter kuadrat," paparnya.

Di tengah maraknya kasus gagal ginjal akut misterius yang menyerang ratusan anak di Indonesia secara mendadak ini, Sanjaya menekankan bahwa penyakit ini berbahaya.

"AKI angka kematiannya cukup tinggi, makanya perlu waspada mendeteksi sedini mungkin. Kalau ada gejala infeksi saluran cerna dan tidak kencing harus segera diperiksa, karena akan berdampak berat kalau harus cuci darah sampai terminal berat bisa meninggal," ujarnya.

 


Pada Kamis (13/10/202), Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI, Mohammad Syahril mengatakan, hingga kini belum diketahui secara pasti penyebab kasus gangguan ginjal akut misterius pada anak. Namun, dugaan awal kasus ini dipicu oleh konsumsi obat yang mengandung etilen glikol.

Dugaan tersebut berdasarkan hasil diskusi dengan tim dari Gambia yang memiliki kasus serupa. Di Gambia, 69 anak meninggal karena kasus gagal ginjal karena mengonsumsi obat batuk produksi India yang mengandung senyawa kimia tersebut. Untuk memastikannya, saat ini Kemenkes sedang berkoordinasi dengan hali dari WHO yang melakukan investigasi kasus serupa di Gambia.

"Kami sedang koordinasi untuk mengetahui hasil investigasinya. Dugaan ke arah konsumsi obat yang mengandung etilen glikol. Tapi hal ini perlu penelitian lebih lanjut karena tidak terdeteksi dalam darah. Dugaan mengarah ke intoksikasi (keracunan)," tutur Syahril  kepada Republika, Rabu (12/10/2022) malam.

Syahril menambahkan, selain berkoordinasi dengan WHO, saat ini Kemenkes juga sudah membentuk tim yang terdiri dari IDAI dan RSCM. Tim tersebut dibentuk untuk melakukan penyelidikan dan penanganan kasus gangguan ginjal akut misterius.

"IDAI merilis ada 131 kasus di Indonesia dari 14 provinsi sepanjang tahun 2022, dan 40 diantaranya kasus tersebut di  Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta," terang Syahril.

Sekertaris Unit Kerja Koordinasi (UKK) Nefrologi IDAI, dr Eka Laksmi Hidayati, SpA(K) mengungkapkan, IDAI saat ini terus melakukan investigasi terkait penyebab pasti gangguan ginjal akut misterius. Termasuk, mencari tahu apakah ada hubungannya dengan mengonsumsi obat tertentu.

"Kami belum bisa menyimpulkan hasil investigasi yang sudah banyak kami lakukan, apakah ada kaitannya dengan obat seperti kasus di Gambia. Kami juga sudah investigasi obat-obat , tapi tidak ada obat-obatan serupa di Indonesia dengan yang ada di India," terangnya.

"Kami juga sudah cek peredaran obat-obat yang diproduksi di India tidak ada yang diproduksi di Indonesia, bahan baku juga tidak ada dari India," sambungnya.

Adapun, berdasarkan temuan kasus pada beberapa anak yang mengalami gangguan pada ginjal, sebagian besar juga mengalami peradangan di banyak organ. Hasil tersebut didapat setelah adanya pemeriksaan mendetail dan laboratorium serta pengamatan gejala klinis yang dialami pasien dalam perjalanannya di rumah sakit.

"Seperti ada tanda-tanda peradangan di hati, kemudian juga gangguan dalam sistem darah. Jadi memang sepertinya ini bukan hanya melibatkan organ ginjal, meskipun manifestasi awalnya semua di ginjal, tapi yang kami dapatkan adalah sebetulnya terjadi terjadi ada keterlibatan organ-organ lain kemudian juga kami melihat anak-anak dalam perjalanannya terjadi penurunan kesadaran," ungkapnya.

BPOM RI memastikan sirup obat untuk anak yang terkontaminasi dietilen glikol dan etilen glikol di Gambia, Afrika, tidak beredar di Indonesia. Diketahui, sirup obat untuk anak yang disebutkan dalam informasi dari WHO, terdiri dari Promethazine Oral Solution, Kofexmalin Baby Cough Syrup, Makoff Baby Cough Syrup, dan Magrip N Cold Syrup. Keempat produk tersebut diproduksi oleh Maiden Pharmaceuticals Limited, India.

"BPOM melakukan pengawasan secara komprehensif pre- dan post-market terhadap produk obat yang beredar di Indonesia. Berdasarkan penelusuran BPOM, keempat produk tersebut tidak terdaftar di Indonesia dan hingga saat ini produk dari produsen Maiden Pharmaceutical Ltd, India tidak ada yang terdaftar di BPOM," seperti yang tertulis dalam keterangan resmi BPOM RI, Rabu (12/10/2022).

 

Hal yang harus diperhatikan penderita ginjal - (Republika.co.id)

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler