Rusia Bawa Isu Dirty Bomb ke DK PBB
Rusia menuduh Ukraina memerintahkan dua organisasi untuk membuat dirty bomb.
REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Rusia membawa tuduhan tentang Ukraina yang sedang bersiap untuk menggunakan alat peledak yang dicampur dengan bahan radioaktif atau dirty bomb ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) pada Selasa (25/10/2022). Moskow menyuarakan keprihatinannya selama pertemuan tertutup dari 15 anggota badan tersebut.
"Kami cukup puas karena kami meningkatkan kesadaran. Saya tidak keberatan orang-orang mengatakan bahwa Rusia hanya mengeluh, hanya saja itu tidak terjadi karena ini adalah bencana yang mengerikan dan mengerikan yang berpotensi mengancam seluruh Bumi," kata Wakil Duta Besar Rusia untuk PBB Dmitry Polyanskiy.
Moskow menuduh bahwa Kiev telah memerintahkan dua organisasi untuk membuat dirty bomb, tanpa memberikan bukti apapun. Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengirim surat ke PBB untuk merinci tuduhan tersebut pada Senin (24/10/2022).
"Kami tidak melihat dan mendengar bukti baru. Ini murni kesalahan informasi Rusia dari jenis yang telah kita lihat berkali-kali sebelumnya dan itu harus dihentikan," kata Wakil Duta Besar Inggris untuk PBB James Kariuki merujuk pada tuduhan palsu yang transparan dari Rusia.
Ketika ditanya bukti apa yang dimiliki Rusia untuk mendukung klaimnya, Polyanskiy mengatakan, itu adalah informasi intelijen yang telah dibagikan dengan rekan-rekan Barat dengan tingkat izin yang diperlukan.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) yang berbasis di Wina sedang bersiap untuk mengirim inspektur dalam beberapa hari mendatang ke dua lokasiatas permintaan Ukraina. Tindakan ini sebuah reaksi nyata terhadap klaim yang terus dibicarakan oleh Moskow.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy telah menanggapi dengan menuduh Rusia merencanakan serangan semacam itu dengan menyalahkan Ukraina. Negara-negara Barat juga menolak tuduhan Rusia sebagai dalih untuk mengintensifkan perang selama delapan bulan.
Diskusi DK PBB terbaru itu adalah yang pertama dari tiga kemungkinan pertemuan yang diminta oleh Rusia pekan ini. "Ini benar-benar membuang-buang waktu kita dan itu adalah informasi yang salah dan itu harus dihentikan," kata Kariuki.
Rusia telah meminta dewan untuk diberi pengarahan tentang mandat Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres di bawah resolusi 2015 yang mengabadikan kesepakatan nuklir Iran pada Rabu (26/10/2022). Langkah itu dilakukan setelah Ukraina dan sekutu Barat menuduh Rusia menggunakan drone buatan Iran di Ukraina yang melanggar resolusi dan meminta Guterres untuk menyelidikinya.
DK PBB juga akan bertemu sehari berikutnya untuk membahasa tuduhan Rusia bahwa ada program biologis militer di Ukraina. Amerika Serikat (AS) dan sekutu Barat mengecam Rusia karena menyebarkan propaganda, disinformasi, dan omong kosong ketika sebelumnya mengangkat masalah ini di lembaga itu.
Rusia telah mengedarkan rancangan resolusi kepada anggota DK untuk membentuk komisi yang terdiri dari 15 anggota untuk menyelidiki klaim terhadap AS dan Ukraina yang terkandung dalam pengaduannya. Belum ada rincian lebih lanjut tentang waktu yang akan Rusia gunakan dalam memberikan suara. Sebuah resolusi membutuhkan sembilan suara yang mendukung dan tidak ada veto oleh Rusia, China, AS, Prancis atau Inggris untuk disahkan.
DK telah bertemu puluhan kali dalam membahas Kiev sejak Moskow menginvasi pada 24 Februari. Namun pertemuan-pertemuan tersebut tidak dapat mengambil tindakan yang berarti karena Rusia melindungi dirinya sendiri dengan hak vetonya.
Hanya saja Rusia telah diisolasi secara diplomatis. Awal bulan ini, tiga perempat dari 193 anggota Majelis Umum memilih untuk mengutuk upaya pencaplokan ilegal Rusia kepada empat wilayah yang diduduki di Ukraina dan meminta semua negara untuk tidak mengakui langkah tersebut.