Sikapi Kasus Ginjal Anak Akut, Perbaiki Tata Kelola Farmasi dan Sistem Kesehatan Nasional
Evaluasi tata kelola farmasi dan sistem kesehatan nasional mendesak dilakukan
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Tata kelola produk farmasi dan sistem kesehatan nasional harus segera dievaluasi dan diperbaiki agar perlindungan terhadap setiap warga negara dapat ditingkatkan.
"Upaya perlindungan terhadap setiap warga negara harus dikedepankan dalam memperbaiki tata kelola produk farmasi dalam sistem kesehatan nasional," kata Wakil Ketua MPR, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Tata Kelola Produk Farmasi dalam Sistem Kesehatan dan Perlindungan terhadap Pasien yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (26/10/2022).
Menurut Lestari, merebaknya penyakit gagal ginjal pada anak di sejumlah daerah di Tanah Air saat ini, harus diatasi bersama-sama lewat sinergi berbagai elemen, kerja bersama pemerintah pusat dan daerah, TNI-Polri, media, industri farmasi, lembaga kesehatan, dan masyarakat, seperti yang telah dilakukan saat menghadapi pandemi.
Sehingga, Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, upaya memperbaiki tata kelola produk farmasi dalam sistem kesehatan nasional untuk mencegah merebaknya penyakit gagal ginjal akut pada anak-anak, juga harus mendapat dukungan semua pihak.
Rerie, yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil II Jawa Tengah itu menegaskan saat ini bukan saat yang tepat untuk saling menyalahkan.
Kondisi merebaknya penyakit gagal ginjal terhadap anak yang diduga disebabkan bahan berbahaya pada obat sirup untuk anak, tegas Rerie, harus menjadi momentum melakukan perbaikan berdasarkan evaluasi tata kelola produk farmasi yang berlaku saat ini.
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) , Penny K Lukito, mengungkapkan pihaknya memiliki sistem jaminan keamanan, mutu dan khasiat obat yang selama ini diterapkan sesuai aturan yang berlaku.
Menurut Penny, peran BPOM cukup luas tidak hanya mengawasi soal kesehatan, namun juga mencakup peredaran produk obat dan makanan.
Diakui Penny, pihaknya baru mendapat informasi terkait kasus gagal ginjal akut pada anak dari RSCM dan Kemenkes pada 10 Oktober 2022 dan segera melakukan investigasi dan penelurusan terkait obat yang diduga menjadi penyebab merebaknya gagal ginjal akut pada anak.
Penny berharap pihaknya juga mendapat kewenangan pengawasan di awal produksi farmasi dan post market, agar mampu meningkatkan keamanan obat dan makanan. "Saya sangat berharap kita bersama bisa mengatasi krisis ini dengan sebaik-baiknya," ujar Penny.
Ketua Pokja UKK Hematologi/Onkologi Ikatan Dokter Anak Indonesia, Bambang Sudarmanto, berpendapat setiap obat itu harus dipertimbangkan pemanfaatannya.
Keselamatan pasien, jelas Bambang, harus dikedepankan dalam pemberian obat. Sistem pelayanan kesehatan dan penggunaan obat, ujarnya, sejatinya ditujukan untuk memenuhi kesehatan pasien sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Baca juga: Pengakuan Mengharukan di Balik Islamnya Sang Diva Tere di Usia Dewasa
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI, Tjandra Yoga Aditama, mengungkapkan bahwa WHO telah mengeluarkan medical product allert, ketika terjadi banyaknya kasus gagal ginjal akut pada anak di Gambia, yang diduga terjadi akibat mengonsumsi obat sirup yang diproduksi di India.
Menurut Tjandra, pihak berwenang di India pun merespon kasus tersebut dan diduga tercemarnya obat sirup dengan bahan berbahaya itu, akibat inspeksi yang tidak berjalan dengan baik dalam proses produksinya.
Terkait apakah harus memberlakukan status KLB (Kejadian Luar Biasa) terkait merebaknya kasus gagal ginjal akut pada anak, Tjandra berpendapat, hal itu sepenuhnya kewenangan pemerintah.
Ratusan anak meninggal akibat gagal ginjal akut, menurut Tjandra, merupakan sesuatu hal yang luar biasa.