Satu Juta Warga Jabar Berpotensi Menderita Stroke Per Tahun
Potensi stroke di Jabar tinggi.
REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG—Stroke menjadi salah satu penyakit pembunuh utama di dunia. Berdasrkan data epidemiologi, tercatat satu dari empat orang di dunia menderita stroke, bahkan data lain menyebutkan setiap dua detik ada satu orang yang terserang stroke. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, stroke menjadi penyebab kematian nomor satu di Indonesia, di mana setiap sepuluh detik ada satu orang yang meninggal akibat stroke.
Direktur Utama Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON) Mursyid Bustami mengatakan, penyakit yang menyebabkan disfungsi saraf akibat adanya gangguan aliran darah ke otak ini beresiko menyerang dua hingga tiga dari 1.000 orang per tahun. Jika dilihat dari jumlah populasi warga Jawa Barat yang berjumlah sekitar 50 juta jiwa, maka diperkirakan ada sekitar satu juta orang yang berpotensi mengidap stroke per tahunnya.
Untuk mengurangi potensi kasus stroke dan menekan angka kematian akibat stroke, Kementerian Kesehatan mendorong pengoptimalan pelayanan penanganan stroke di rumah sakit daerah. Metode penanganan yang tengah didorong adalah clipping aneurisma atau prosedur bedah dengan teknik kraniotomi, menempatkan klip logam pada saluran pembuluh darah di otak.
Melalui program pengampuan yang menjadi bentuk sinergitas Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Rumah Sakit Pusat Otak Nasional (RS PON) dan Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), diharapkan dapat memperbanyak pengadaan metode penanganan clipping di rumah sakit-rumah sakit daerah, khususnya di rumah sakit level madya.
Kepala Departemen Bedah Saraf RSHS dr Ahmad Imron menjelaskan, clipping merupakan penanganan yang dilakukan bagi pasien stroke hemoragik (pendarahan) yang mengalami sakit kepala hebat akibat adanya kelainan atau pecahnya pembuluh darah otak melalui operasi dengan membuka tulang kepala dan menyisihkan sebagian kecil otak sehat untuk tempat pemasangan klip logal di dasar aneurisma.
“Dengan clipping, pembuluh darah yang kelainan atau pecah itu bisa ditemukan dan benjolan yang ada itu bisa dijepit sehingga resiko pecah ulang bisa dicegah, karena itu (pecah ulang) lebih fatal,” terangnya.
RSHS, sebagai rumah sakit vertikal atau yang dinaungi langsung oleh Kementerian Kesehatan, diharapkan mampu menjadi rumah sakit pengampu bagi rumah sakit umum daerah di Jawa Barat, khususnya untuk penanganan stroke melalui teknik clipping ini.
“Harapannya pasien tidak perlu lagi merujuk ke ibu kota, karena sudah bisa dilakukan di RSUD, peralatannya sedang dilengkapi oleh Kemenkes,” kata Kepala Subdit Pengelolaan Rujukan dan Pemantauan Rumah Sakit Kementerian Kesehatan Yout Savitri.
Dia menjelaskan, berbeda dengan stroke yang disebabkan oleh penyumbatan (isemik), stroke hemoragik memiliki fatalitas yang lebih tinggi dan memerlukan penanganan yang lebih cepat. Ini karena perlu adanya penanganan sesegera mungkin untuk menghentikan rembesan darah pada pembuluh darah otak.
“Stroke pendarahan itu tidak bisa diulur penanganannya maka perlu ada kemampuan penanganan di RS setempat, makanya kita targetkan 50 persen dari RS di daerah bisa menangani penyakit ini, minimal rumah sakit di level madya,” pungkasnya.