Menjaga Anak Agar tak Tercemar Dietilen Glikol, Penyebab Gangguan Ginjal Akut
Cemaran DEG ini masih saja tetap terjadi dan bahkan mungkin dapat berulang.

Oleh : Prof Apt Taofik Rusdiana, M.Si., PhD. (Guru Besar di Departemen Farmasetika dan Teknologi Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran)
REPUBLIKA.CO.ID, Publik Indonesia sedang gelisah dengan kasus atau kejadian luar biasa terkait penyakit GgGAPA (Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal) karena berbeda dengan Gangguan Ginjal Akut (GGA). Kemenkes/BPOM sudah menyimpulkan hasil sementara investigasinya penyakit ini disebabkan oleh adanya zat toksik yang dikenal dengan nama Dietilen Glikol (DEG)/Etilen Glikol (EG)/Etilen Glikol Butil Eter dalam tubuh pasien yang kemungkinan besar zat toksik itu masuk ke dalam tubuh saat mengkonsumsi produk obat berbentuk sediaan sirup atau suspensi untuk meredakan demam, batuk dan flu. Dalam tulisan kedua ini akan memberikan penjelasan lebih jauh terkait apa itu Dietilen Glikol.
BACA TULISAN PERTAMA: Petaka Dietilen Glikol, Penyebab Gangguan Ginjal Akut pada Anak
Dietilen glikol, atau Diethylene glycol (DEG) adalah senyawa kelas glikol dengan nama lain diglikol atau dihidroksi dietil eter yang merupakan pelarut dan bahan yang umum digunakan dalam berbagai produk komersial. Zat ini digunakan sebagai dehydrating agent untuk pemrosesan gas alam; sebagai bahan pelumas dan bahan pelapis tekstil; konstituen dalam cairan rem, pelumas, formulasi antibeku, wallpaper stripper dan larutan kabut buatan; pelarut untuk tinta cetak dan pewarna tekstil; dan digunakan sebagai perantara dalam produksi beberapa resin, trietilen glikol, surfaktan, dan dietilen glikol ester dan eter.
Sebuah laporan menyebutkan penjualan dietilen glikol diproyeksikan mencapai 3,8 miliar dolar AS pada 2030, tumbuh pada CAGR sebesar 4,8% dari 2021 hingga 2030. Dietilen glikol dibuat secara komersial melalui pemanasan etilen oksida dan glikol membentuk dua molekul etilen glikol yang dihubungkan oleh ikatan eter. Karena dipecah menjadi dua molekul etilen glikol, diketahui dietilen glikol dimetabolisme menjadi metabolit yang berbeda dari etilen glikol.
Paparan dari keracunan DEG dapat terjadi dengan cara penelanan/oral (ingesti), penghirupan (inhalasi) dan kontak kulit (dermal). Keracunan massal DEG dengan jalur oral telah mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang signifikan selama 70 tahun terakhir.
Dosis DEG minimum yang terkait dengan morbiditas dan mortalitas masih belum diketahui. Dosis toksik median dari keracunan massal Haiti adalah 1-1,5 g/kg. Namun demikian, dosis DEG 0,5-1g/kg dinyatakan terkait dengan toksisitas ginjal. Sementara dalam bencana Panama ditemukan sekurang-kurangnya dosis DEG adalah 0,09 mg/kg. Dosis letal (LD50) DEG sendiri pada tikus adalah 15 g/kg.
Keterkaitan DEG/EG dan Gangguan Ginjal Akut
Sebagaimana dijelaskan oleh banyak sumber efek toksik dari DEG/EG ini dapat mencakup sakit perut, muntah, diare, disfungsi kandung kemih, sakit kepala, perubahan kondisi mental, dan cedera ginjal akut, yang dapat menyebabkan kematian. Dietilen glikol dimetabolisme oleh alkohol dehidrogenase menjadi metabolit toksik yaitu terutama 2-hydroxyethoxyacetic acid (HEAA) dan diglycolic acid (DGA) menyebabkan asidosis metabolik anion gap, nekrosis kortikal yang mengakibatkan gagal ginjal permanen dan neurotoksisitas.
DGA baru-baru ini diidentifikasi sebagai agen nefrotoksik utama yang menyebabkan kematian sel tubulus proksimal. Dari hasil investigasi pada peristiwa keracunan DEG pada anak di Jammu India dengan dosis toksik (~1 ml/kg, 14%) menyebabkan gangguan ginjal akut, hepatotoksisitas dan komplikasi neurologis dan menyebabkan kematian 9 anak-anak.
Banyak sumber menyebutkan bahwa keracunan DEG ini memiliki keterkaitan erat dengan penyebab Gangguan Ginjal Akut sebagimana bisa dilihat pada tabel 1 juga. Dengan demikian maka seharusnya DEG/EG ini tidak boleh ada atau tidak boleh digunakan di dalam sediaan farmasi. Namun dalam sejarahnya DEG ini pernah digunakan langsung sebagai diluent utama (pembawa cair/pelarut) dalam sediaan farmasi elixir sulfanilamid di Amerika Serikat sehingga menyebabkan Tragedy Massengill yang menewaskan 105 orang (mayoritas adalah anak-anak), atau DEG sebagai kontaminan (cemaran) dalam Propilen glikol (PG) pada produk obat sedative - Pronap dan Plaxim yang menelan korban 7 orang meninggal di Afrika selatan (1969), dalam gliserin pada produk diuretic osmotik gliserin yang juga menyebabkan korban jiwa dengan kadar DEG dalam produk mencapai 18,5% atau seperti pada produk obat penumbuh gigi bayi yang menelan korban lebih dari 80 bayi dimana DEG digunakan dalam campuran produk tersebut.
Kalaupun ada dapat muncul sebagai pengotor (impuritis) dalam batas yang diperbolehkan oleh kompendial misalnya menurut Farmakope Indonesia VI yaitu maksimum 0,1% untuk cemaran dalam gliserin, propilen glikol dan sorbitol dan 0,25% cemaran DEG/EG dalam polietilen glikol.
Saran untuk industri farmasi dan masyarakat...
Saran untuk pihak Industri Farmasi
Meskipun sudah ada pedoman resmi yang berlaku untuk industri farmasi, namun kejadian cemaran DEG ini masih saja tetap terjadi dan bahkan mungkin dapat berulang. Ada beberapa hal yang mungkin bisa menjadi penyebab, di antaranya:
1) Pemilihan pemasok bahan baku propilen glikol/gliserin/sorbitol/PEG yang tidak jelas atau tidak disetujui,
2) Tidak jelasnya sertifikat analisis dari pemasok untuk memastikan identitas dan kemurnian bahan,
3) Kegagalan dalam melakukan pengujian identitas kosolven yang digunakan semisal propilen glikol,
4) Kegagalan dalam menganalisis DEG dalam produk jadi dan
5) Kegagalan dalam melacak distribusi produk jadi.
Karena itu perlu kiranya masing-masing industri farmasi pembuat produk sirup atau sirup kering yang menggunakan bahan-bahan yang dicurigai memiliki hubungan dengan DEG seperti PG, PEG, sorbitol, gliserin dan sejenisnya untuk memastikan kelima hal di atas dilakukan dengan baik. Barangkali pihak industri farmasi tidak cukup hanya menyatakan produknya itu tidak menggunakan DEG, namun perlu melakukan minimal poin-poin tersebut. Karena bisa terjadi saat awal pembuatan atau saat penyimpanan di pabrik menunjukkan tidak adanya kandungan DEG/EG/EGBE, tetapi harus diuji juga terhadap produk yang sudah beredar di pasaran atau yang berada di rumah pasien karena terkait isu stabilitas.
Dapat terjadi setelah penyimpanan lama karena pengaruh yang ekstrim dari berbagai faktor. Di antaranya suhu, cahaya dan kelembaban yang sangat berfluktuasi saat ini menyebabkan proses degradasi (penguraian) bahan-bahan tertentu semisal gliserin, propilen glikol dan sejenisnya menjadi produk uraian berupa zat-zat toksik penyebab GGA tersebut diatas.
Di samping itu disarankan pula agar lebih komprehensif dilakukan pengujian DEG/EG pada tahap hulu (sejak bahan baku awal) hingga ke hilir (produk obat jadi) baik dalam distribusi maupun penyimpanan hingga yang diterima pasien. Juga perlu kiranya mewaspadai kemungkinan adanya sumber lain pencemaran DEG ini dari kemasan plastik (PET) yang mana DEG digunakan dalam proses produksi kemasan botol PET sebagai anti beku (selama dalam proses pembuatan) dan fungsi-fungsi lain.
Saran untuk masyarakat
Bagi masyarakat yang saat ini sedang membutuhkan obat demam-batuk-flu bagi anak-anak balitanya ada baiknya bersabar dengan tidak mengkonsumsi produk-produk yang dicurigai sebagaimana sudah dirilis oleh pemerintah (Kemenkes RI/BPOM RI). Sebaiknya juga mencoba melakukan alternatif sebagaimana disarankan dokter atau apoteker, yaitu di antaranya tidak langsung memberikan obat untuk anaknya namun diupayakan dulu cara-cara non farmakologis seperti mengkompress air hangat (bila demam), atau vitamin tertentu yang aman dikonsumsi.
Apabila terpaksa harus menggunakan obat dapat dalam bentuk serbuk atau puyer atau dengan cara menggerus sediaan obat demam (parasetamol) sediaan padat (tablet/kaplet) sesuai dosis yang dianjurkan dokter dan penyajiannya atas petunjuk apoteker.