Menteri tak Perlu Mundur Jika Jadi Capres, PAN Setuju dengan Catatan
Salah satu catatan yakni tak boleh pakai fasilitas negara untuk dongkrak elektoral.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum DPP PAN Viva Yoga Mauladi mendukung Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait menteri atau pejabat setingkat menteri tak harus mengundurkan diri jika dicalonkan sebagai calon presiden (capres) atau calon wakil presiden (cawapres) di Pemilu Presiden (Pilpres).
"PAN setuju dengan keputusan MK bahwa apabila ada menteri yang maju dalam kontestasi Pilpres cukup hanya cuti dan mendapatkan ijin dari presiden saja," kata Viva Yoga di Jakarta, Ahad (6/11/2022).
Namun Viva Yoga menyebutkan beberapa syarat yang harus dipenuhi. Pertama, jika menteri tersebut secara formal dan resmi telah didaftarkan partai politik atau gabungan partai politik di KPU RI.
Kedua, menurut dia, selama menjadi capres atau cawapres, yang bersangkutan tidak boleh melakukan penyimpangan kekuasaan dengan menggunakan fasilitas negara atau menggunakan sumber daya lembaga negara tersebut untuk tujuan pemenangan elektoralnya di Pilpres 2024.
"Ketiga, harus ada sanksi jika ada yang melanggar. Sanksi diperlukan untuk menjaga etika pejabat publik dan menegakkan peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Dia menjelaskan syarat keempat adalah Presiden harus memonitor kinerja kementerian/lembaga jika ada menteri atau pejabat setingkat menteri yang ikut kontestasi pilpres.
Menurut dia, apabila Presiden menilai kinerja kementerian/ lembaga tersebut menurun, maka Presiden harus menggunakan hak prerogatifnya untuk mengganti menteri tersebut agar tidak mengganggu kinerja pemerintahan.
Langkah itu menurut Viva sangat diperlukan meskipun pemilu berlangsung, namun pemerintah tetap harus menjalankan fungsi pelayanan publik dengan baik.
Sebelumnya, MK menyatakan menteri atau pejabat setingkat menteri tidak perlu mengundurkan diri jika mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres. Putusan tersebut tertuang dalam putusan perkara nomor 68/PUU-XX/2022
MK menerima sebagian permohonan gugatan yang diajukan Partai Garuda terkait Pasal 170 ayat 1 UU Pemilu. "Menyatakan frase 'pejabat negara' dalam pasal 170 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu ... bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang daring, Senin (31/10).
Dalam putusannya, MK menambahkan jabatan yang dikecualikan yaitu memasukkan menteri sebagai pejabat negara tidak perlu mundur saat mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres. "Termasuk menteri dan pejabat setingkat menteri sepanjang menteri dan pejabat setingkat menteri mendapatkan persetujuan dan izin cuti dari presiden," kata Anwar.
MK menyatakan ada delapan kategori pejabat setingkat menteri yang tetap harus mengundurkan diri saat mencalonkan diri sebagai presiden ataupun wakil presiden.
Mereka adalah Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda, dan Hakim Agung Mahkamah Agung; Ketua, Wakil Ketua, dan Hakim pada semua badan peradilan, kecuali hakim ad hoc; serta Ketua, Wakil Ketua, dan anggota MK.