PM Australia: Pemimpin G20 Masih Bahas Komunike
G20 masih membahas kemungkinan komunike di pertemuan di Bali mendatang
REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Perdana Menteri Australia Anthony Albanese mengatakan para pemimpin 20 perekonomian terbesar di dunia atau G20 masih membahas kemungkinan komunike di pertemuan di Bali mendatang. Hal ini disampaikan di sela pertemuan Asosiasi Negara Asia Tenggara (ASEAN) di Phnom Penh, Kamboja.
"Dialog antara pejabat masih berlanjut. Anda tahu cara kerja konferensi ini, kami baru saja melalui pertemuan Asia Timur di pertemuan ASEAN dan berbagai pertemuan lainnya. Jadi kami masih menunggu apa yang akan terjadi tapi saya akan datang ke G20 dengan keyakinan adanya kesepakatan," kata Albanese seperti dikutip Bloomberg, Ahad (13/11/2022).
Sementara itu Rusia dan Amerika Serikat (AS) gagal menyepakati bahasa dalam pernyataan bersama di pertemuan ASEAN. Kemungkinan besar tidak ada konsensus dalam pertemuan puncak G20 di Bali. Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden mengatakan "kembali lebih kuat" dalam pertemuan pertamanya dengan Presiden CHina Xi Jinping pada Senin (14/11/2022), Didukung hasil pemilu sela di AS yang lebih baik dibandingkan yang diperkirakan.
Biden pertama kali bertemu dengan Perdana Menteri CHina Li Keqiang di Pertemuan Asia Timur di Kamboja sebelum ia akan bertemu Xi di Bali. Ia juga bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara sekutu AS seperti Korea Selatan dan Jepang. Biden berjanji AS akan bekerja sama dengan ASEAN dalam menghadapi tantangan bersama seperti isu Laut China Selatan dan meningkatnya kekerasan di Myanmar.
Dalam pernyataan tentang Pertemuan Asia Timur di Kamboja, Gedung Putih mengatakan AS akan "sepenuhnya tegas" pada China dan berbicara mengenai pelanggaran hak asasi manusia. Ini dilakukan sambil terus menjaga jalur komunikasi terbuka dan memastikan persaingan tidak berubah menjadi konflik.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergie Lavrov sudah menegaskan tidak akan ikut dalam pernyataan bersama usai pertemuan ASEAN. Sebab menurutnya AS dan sekutu-sekutunya menggunakan bahasa yang tidak dapat diterima.
Lavrov mengatakan Barat mencoba "memiliterisasi" Asia Tenggara untuk menahan kepentingan Rusia dan China di kawasan. Ia akan memimpin delegasi Rusia dalam pertemuan internasional tingkat kepala negara pertama sejak invasi Rusia ke Ukraina bulan Februari lalu usai Kremlin mengatakan Presiden Rusia Vladimir Putin terlalu sibuk untuk menghadiri pertemuan tersebut.
Ukraina tampaknya menjadi agenda utama pemimpin-pemimpin Barat di pertemuan G20. Tampaknya AS dan sekutu-sekutunya akan mengkritik secara terbuka invasi Rusia ke Ukraina dan menekan China dan India untuk mengkritik aksi Moskow.
Dalam konferensi pers pertemuan ASEAN di Phnom Penh, Kamboja, Lavrov mengkritik langkah AS di kawasan. Moskow dan Barat menilai Asia Tenggara akan menjadi medan persaingan strategis beberapa dekade ke depan.
"Amerika Serikat dan sekutu-sekutu NATO (Organisasi Pakta Pertahanan Atlantik Utara) mencoba menjadi tuan di ruang ini," kata Lavrov pada wartawan.
Ia mengatakan strategi Presiden AS Joe Biden di Indo-Pasifik adalah mencoba meloloskan "struktur inklusif" untuk kerja sama regional dan akan melibatkan militerisasi kawasan ini dengan fokus menahan kepentingan Rusia dan Cina di Asia Tenggara. Baik AS maupun Rusia bukan anggota ASEAN tapi beberapa pemimpin dunia menghadiri pertemuan perkumpulan 10 negara itu menjelang pertemuan G20 di Bali.
Ia mengatakan Rusia sudah membina hubungan ekonomi, politik, dan keamanan yang baik dengan Asia sejak Barat memukul Moskow dengan berbagai sanksi atas respons invasi ke Ukraina. Putin menggambarkan Rusia dan China sebagai pemimpin perlawanan global atas dominasi Amerika Serikat dan Barat di panggung internasional. AS menganggap China dan Rusia sebagai dua ancaman utama global.