Komnas HAM Minta Indeks Kerawanan Pemilu-Pilkada 2024 Sertakan Potensi Konflik
Selama ini indeks kerawanan pemilu dan pilkada hanya berkutat soal teknis.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Pramono Ubaid Tanthowi meminta Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI memasukkan potensi konflik ke dalam indeks kerawanan Pemilu dan Pilkada Serentak 2024. Sebab, Bawaslu selama ini membuat indeks kerawanan pemilu maupun pilkada hanya berkutat soal teknis penyelenggaraan dan pelanggaran pemilu.
"Ke depan perlu dilengkapi dengan indeks kerawanan terkait potensi konfliknya dengan berkaca pada kasus-kasus di masa lalu. Itu bisa dilengkapi, sehingga bisa diantisipasi," kata Pramono kepada wartawan, Jakarta, Jumat (18/11/2022).
Pramono meminta potensi konflik ini dimasukkan karena dia memprediksi konflik fisik akan terjadi, terutama saat gelaran Pilkada Serentak pada November 2024. "Menurut saya (konflik fisik) akan tetap ada. Saat Pilkada kemungkinan akan lebih keras karena kandidat dan pendukungnya itu lebih dekat," ujarnya.
Pramono menjelaskan, kandidat kepala daerah dan pendukungnya lebih dekat karena mereka biasanya saling mengenal. Apalagi kandidat bupati dan wali kota, mereka biasanya punya hubungan tertentu dengan para pendukungnya seperti hubungan kerabat dan teman sekolah.
"Karena kedekatannya itu, sentimennya menjadi lebih kuat. Sentimen itu seringkali bisa memicu konflik secara fisik. Oleh karena itu, hal ini harus diantisipasi," kata eks komisioner KPU RI itu.
Bawaslu RI kini sedang menyusun indeks kerawanan pemilu. Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja juga sempat menyampaikan kekhawatiran terkait potensi kerusuhan saat Pilkada Serentak 2024.
Bagja mengatakan, berkaca dari pengalaman sebelumnya, kerusuhan memang lebih sering terjadi saat Pilkada, bukan saat Pemilu. "Pembakaran TPS paling banyak terjadi di Pilkada, bukan di Pemilu," kata Bagja dalam rapat bersama Komite I DPD RI di Jakarta, Selasa (8/11/2022).
Bagja semakin khawatir karena Pilkada digelar secara serentak di ratusan kabupaten/kota. Polri tentu tidak mengirim personel dari satu daerah ke daerah yang terjadi kerusuhan. Sebab, polisi di tiap kesatuan bakal fokus mengamankan wilayah masing-masing.
"Misalnya dulu Pilkada Makassar ribut karena calon tunggal, ribut dimana-mana. Datang perbantuan personel dari Polres Gowa dan Polres sekitarnya untuk Kota Makassar. Sekarang (Pilkada 2024) tidak bisa karena masing-masing polres harus jaga wilayah masing-masing," kata Bagja.
Bagja mengaku belum mendapat penjelasan dari Polri terkait rencana pengamanan Pilkada 2024 ini. Sejauh ini, koordinasi pengamanan baru dilakukan antara KPU daerah dengan Polres di daerah masing-masing.