Komisi III DPR Minta Kejagung Percepat Usut Kasus Gagal Ginjal Anak

Legislator minta polisi tak hanya fokus pada sanksi pidana pelaku kasus Gagal Ginjal

DPR RI
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendukung upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak. Ia meminta Kejagung harus bergerak cepat memeriksa pihak yang bertanggung jawab dalam kasus tersebut.
Rep: Haura Hafidzah Red: Ichsan Emrald Alamsyah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni mendukung upaya Kejaksaan Agung (Kejagung) mengusut kasus Gagal Ginjal Akut Progresif Atipikal (GGAPA) pada anak. Ia meminta Kejagung harus bergerak cepat memeriksa pihak yang bertanggung jawab dalam kasus tersebut.


“Mohon dipercepat prosesnya agar kita memiliki kepastian hukum terkait pihak-pihak yang harus bertanggung jawab,” katanya pada Jumat (18/11/2022).

Kemudian, ia melanjutkan tuntutan yang dikeluarkan nanti tidak hanya fokus pada sanksi pidana bagi pelaku. Tapi juga ada tuntutan berupa bentuk pertanggung jawaban korporasi kepada korban.

"Saya harap tidak hanya ranah pidana tapi diajukan juga gugatan perdata,” kata Politisi Partai NasDem tersebut.

Ia menambahkan pertimbangan itu disampaikan Sahroni karena banyak korban yang berjatuhan karena kasus gagal ginjal tersebut. Menurut Sahroni, tindakan pelaku semena-mena dan membahayakan masyarakat.

"Tindakan kriminal mereka telah membuat banyak korban berjatuhan, bahkan tidak sedikit yang harus meregang nyawa," kata Legislator Dapil DKI Jakarta III itu.

Sebelumnya diketahui, Kejaksaan Agung menyiapkan opsi menggugat pelaku peredaran obat sirop tercemar zat kimia berbahaya yang diduga kuat sebagai penyebab kejadian gagal ginjal akut pada anak di Indonesia. Secara pidana, Kejaksaan Agung mendukung percepatan penegakan hukum agar ada kepastian dan manfaat bagi masyarakat.

"Kejaksaan Agung ke depan akan melakukanopsi-opsi lain, seperti opsi perdata ini," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejakgung, Ketut Sumedana, Kamis (17/11/2022).

Ketut menjelaskan, opsi perdata ini bisa dilakukan apabila perkara tersebut telah dibuktikan di persidangan. Setelah perkaranya disidang, Kejaksaan Agung dan penyidik BPOM akan membuat kesepakatan.

"Apakah memungkinkan untuk dilakukan gugatan perdata atau tidak," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler