Dunia Fashion Berkembang Pesat, Bagaimana Nasib Perajin Kain di Indonesia?
Pendiri LAKON Indonesia menyebut perajin kain terjebak sistem yang 'rusak'.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dunia fashion kian hari semakin berkembang, baik dari sisi desain, sarana pembuatan, kualitas dan kuantitas, hingga harga. Namun, perkembangan ini tidak serta-merta dirasakan menyeluruh oleh para perajin kain yang terlibat dalam sebuah produk fashion.
"Semua telah berkembang, tapi apa yang terjadi dengan perajin, bahasanya stuck in time (stagnan), tertinggal. Kita lupa mengajari mereka bahwa situasi sudah berubah, dulu manual, sekarang ada yang namanya mesin, cepat," kata pendiri jenama fashion LAKON Indonesia, Thresia Mareta, dalam peluncuran instalasi "Lorong Waktu" di Jakarta, Jumat (18/11/2022).
LAKON Indonesia berupaya melestarikan budaya melalui koleksi pakaian dengan membawa ciri Nusantara. “Jika Indonesia tidak punya budaya, maka siapakah kita?” kata dia.
LAKON Indonesia memamerkan instalasi seni dengan berkolaborasi bersama Adi Purnomo (seorang arsitek dan seniman) di Dia.lo.gue, Kemang, Jakarta, pada 19 hingga 27 November 2022. Kerjasama LAKON dengan pria yang akrab disapa Mamo ini diawali sebuah proyek TK Pahoa yang berkonsep hijau pada 2012 hingga akhirnya meraih tujuh penghargaan internasional. Kolaborasi keduanya berlanjut pada "Pakaiankoe: A Journey to Java" yang digelar di ASTHA, Jakarta pada November 2020 dan "Gantari: The Final Journey to Java" yang digelar di Candi Prambanan, Yogyakarta pada Oktober 2021.
Di Instalasi "Lorong Waktu", dirangkum setiap momen selama empat tahun dalam upaya pelestarian budaya. Item pakaian yang ditampilkan disebut punya "nyawa" tersendiri. Thresia mengatakan, tenun menjadi salah satu kain yang banyak menjadi ciri khas suatu daerah seperti dari Sumatra, Kalimantan, dan Sulawesi. LAKON mencoba membuat pelatihan cara membuat tenun lebih mudah diciptakan sebagai barang jadi.
Sementara itu, batik yang notabene menjadi koleksi terbanyak LAKON disuguhkan dengan motif-motif yang sangat tradisional. Batik tersebut didesain sedemikian rupa dengan sentuhan berbeda yang selalu mengikuti perkembangan zaman.
Thresia menyebut, masyarakat sering mengelompokan golongan tertentu, termasuk perajin kain di Indonesia. Menurut Thresia, perajin tidak melulu dipandang perlu diberi bantuan uang, melainkan sistem yang tepat.
Menurut dia, perajin di Indonesia bisa dibantu dengan bentuk berbeda. "Mereka hanya terjebak sistem yang bisa dibilang 'rusak'. Sistem diperbaiki, mereka bisa tidak perlu bantuan seragam sekolah karena bisa bikin sendiri, membantu teman mereka, dan harga diri mereka lebih tinggi,” kata dia.