OJK: Indeks Inklusi dan Literasi Keuangan Syariah Tumbuh Signifikan di 2022
Indeks inklusi tumbuh 12,12 dan literasi syariah tumbuh 9,14 persen
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat indeks inklusi dan literasi keuangan syariah masing-masing sebesar 12,12 persen dan 9,14 persen pada 2022. Adapun realisasi ini tumbuh dibandingkan periode sama tahun sebelumnya masing-masing sebesar 8,93 persen dan 9,10 persen.
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari mengatakan pihaknya menyusun program untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah, yang menyasar segmen masyarakat Islam, seperti santri dan bekerja sama dengan tujuh pesantren.
“Angkanya masih kecil karena survei dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, sementara di wilayah-wilayah tertentu masyarakat tidak mementingkan suatu produk harus syariah,” ujarnya saat konferensi pers, Selasa (22/11/2022).
Menurutnya terdapat daerah yang memiliki indeks literasi dan inklusi keuangan syariah di atas rata-rata nasional yakni Riau, Sumatera Utara, Jawa Timur, Banten, Gorontalo, Nusa Tenggara Barat (NTB), Aceh, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Sementara itu terdapat pula daerah yang memiliki indeks literasi dan inklusi keuangan syariah di bawah rata-rata nasional yakni Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Selatan, Bali, Papua, Papua Barat, Kalimantan Tengah, Bengkulu, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tenggara, NTT, Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, dan Maluku.
“Untuk beberapa daerah keuangan syariah menjadi kunci untuk meningkatkan inklusi dan literasi keuangan, misalnya di pasar modal, kita sulit meningkatkan literasinya. Tapi ternyata dengan mengedukasi investasi syariah, itu bisa masuk,” ucapnya.
Secara umum, hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI) 2022, gap antara indeks inklusi keuangan dengan indeks literasi keuangan menurun menjadi 35,42 persen dari sebelumnya 38,16 persen.“Selalu kita utamakan agar gap ini semakin mengecil. Kalau inklusi tinggi itu bagus, tapi kalau indeksnya jauh dari indeks literasi, ini juga menjadi masalah, karena artinya banyak masyarakat yang menggunakan produk jasa keuangan tanpa memahami,” ucapnya.
SNLKI 2022 menunjukkan indeks inklusi dan literasi keuangan meningkat masing-masing menjadi 85,10 persen dan 49,68 persen, atau lebih tinggi dari hasil survei 2019 sebesar 76,19 persen dan 38,03 persen. Dari sisi gender, indeks literasi keuangan perempuan mencapai 50,33 persen atau pertama kalinya melebihi indeks literasi laki-laki sebesar 49,05 persen.
“Ini hasil dari bagaimana OJK menempatkan perempuan sebagai kelompok prioritas untuk mendapatkan literasi dan edukasi keuangan karena kami memandang perempuan berperan mengelola keuangan keluarga serta mendidik dan memberikan edukasi keuangan kepada anak,” ucapnya.
Namun demikian indeks inklusi keuangan laki-laki sebesar 86,28 persen masih lebih tinggi dibandingkan perempuan sebesar 83,88 persen. Secara wilayah, indeks inklusi dan literasi keuangan di kota yang masing-masing sebesar 86,73 persen dan 50,52 persen juga lebih tinggi dari indeks inklusi dan literasi keuangan di desa sebesar 82,69 persen dan 48,43 persen.
Namun demikian gap antara indeks inklusi keuangan kota dengan desa menurun menjadi 4,04 persen dari 5,11 persen pada 2019, demikian pula gap literasi keuangan kota dan desa menurun menjadi 2,1 persen dari 6,88 persen.
“Hal ini sejalan dengan strategi pelaksanaan edukasi keuangan OJK, yaitu meningkatkan kuantitas pelaksanaan edukasi keuangan di desa. Ini sejalan dengan banyaknya kasus penipuan berkedok investasi yang dialami warga desa karena akses informasi terbatas,” ucapnya.
Berdasarkan sektor, indeks inklusi keuangan tertinggi antara lain berada pada sektor perbankan sebesar 74,03 persen, perasuransian sebesar 16,63 persen, lembaga pembiayaan sebesar 16,13 persen, pegadaian sebesar 11,88 persen, dana pensiun sebesar 5,42 persen, pasar modal sebesar 5,19 persen, dan fintech sebesar 2,56 persen.
Indeks literasi sektor perbankan sebesar 49,93 persen, pegadaian sebesar 40,75 persen, perasuransian sebesar 31,72 persen, dana pensiun sebesar 30,46 persen, lembaga pembiayaan sebesar 25,09 persen, lembaga keuangan mikro sebesar 14,44 persen, fintech sebesar 10,90 persen, dan pasar modal sebesar 4,11 persen.