Jerman Minta Dewan HAM PBB Lantangkan Suara Soal Krisis Iran

Suara rakyat Iran dinilai perlu terwakilkan di lembaga HAM dunia tersebut.

AP/Fabian Sommer/DPA
Annalena Baerbock, Menteri Luar Negeri Jerman, mendengarkan debat mata acara pasokan senjata berat ke Ukraina di parlemen di Berlin, Jerman, Kamis, 28 April 2022. Baerbock telah mendesak Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB untuk berbicara lebih lantang perihal krisis di Iran yang dipicu kematian Mahsa Amini.
Rep: Kamran Dikarma Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock telah mendesak Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB untuk berbicara lebih lantang perihal krisis di Iran yang dipicu kematian Mahsa Amini. Berlin menilai, suara rakyat Iran perlu terwakilkan di lembaga HAM dunia tersebut.

Baca Juga


“Para demonstran Iran tidak memiliki kursi di Dewan HAM (PBB) di Jenewa. Mereka tidak memiliki suara di PBB. Jadi Dewan (HAM PBB) dapat melantangkan suaranya untuk hak-hak rakyat Iran yang tak terpisahkan,” kata Baerbock menjelang pertemuan darurat Dewan HAM PBB untuk membahas krisis di Iran, Kamis (24/11/2022).

Dia mengungkapkan, hari demi hari dunia harus menyaksikan bagaimana rakyat Iran menjadi korban kekerasan brutal. Baerbock menegaskan, Jerman mendukung mereka yang menuntut haknya dengan berani dan bermartabat. “Hanya karena membuat tuntutan ini, mereka (rakyat Iran) dibunuh hingga ratusan orang, ditangkap hingga ribuan, dan ditindas hingga jutaan orang,” ujarnya.

Pertemuan darurat Dewan HAM PBB untuk membahas krisis di Iran diminta oleh Jerman dan Islandia. Para delegasi akan membahas tentang seruan penyelidikan internasional atas dugaan pelanggaran yang dilakukan pemerintah Iran terhadap para demonstran di sana.

Baerbock meminta Dewan HAM PBB mendukung resolusi tentang penyelidikan tersebut. “Pesan kami adalah: Kita tidak hanya melihat. Kita pergi ke mana kita dapat menggunakan suara kita untuk melakukan sesuatu untuk hak-hak rakyat Iran,” ucapnya.

Menurut kelompok Iran Human Rights, lebih dari 400 orang telah tewas sejak gelombang demonstrasi memprotes kematian Mahsa Amini pecah pada September lalu. Sementara jumlah warga yang ditangkap mencapai setidaknya 14 ribu orang. Banyak di antara mereka telah diadili.

Mahsa Amini, perempuan berusia 22 tahun, ditangkap polisi moral Iran di Teheran pada 13 September lalu. Penangkapan tersebut dilakukan karena hijab yang dikenakan Amini dianggap tak ideal. Di Iran memang terdapat peraturan berpakaian ketat untuk wanita, salah satunya harus mengenakan hijab saat berada di ruang publik.

Setelah ditangkap polisi moral, Amini ditahan. Ketika berada dalam tahanan, dia diduga mengalami penyiksaan. PBB mengaku menerima laporan bahwa Amini dipukuli di bagian kepala menggunakan pentungan. Selain itu, kepala Amini pun disebut dibenturkan ke kendaraan.

Setelah ditangkap dan ditahan, Amini memang tiba-tiba dilarikan ke rumah sakit. Kepolisian Teheran mengklaim, saat berada di tahanan, Amini mendadak mengalami masalah jantung. Menurut keterangan keluarga, Amini dalam keadaan sehat sebelum ditangkap dan tidak pernah mengeluhkan sakit jantung. Amini dirawat dalam keadaan koma dan akhirnya mengembuskan napas terakhirnya pada 16 September lalu.

Kematian Amini dan dugaan penyiksaan yang dialaminya seketika memicu kemarahan publik. Warga Iran turun ke jalan dan menggelar demonstrasi untuk memprotes tindakan aparat terhadap Amini. Perempuan-perempuan Iran turut berpartisipasi dalam aksi tersebut. Mereka bahkan melakukan aksi pembakaran hijab sebagai bentuk protes. 

 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler