Partai Non-Parlemen Catut Nama Warga, KPU Kocok Ulang Sampel Anggota

Ada sembilan partai yang keanggotaannya akan diverifikasi ulang oleh KPU.

ANTARA/Aditya Pradana Putra
Anggota Komisioner KPU Idham Holik (kiri). KPU akan melakukan verifikasi ulang keanggotaan partai politik non-parlemen peserta Pemilu 2024 lantaran didapati banyak partai mencatut nama warga. (ilustrasi)
Rep: Febryan A Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan melakukan verifikasi faktual perbaikan terhadap sembilan partai non parlemen. Untuk itu, KPU mengocok ulang sampel anggota partai yang akan diverifikasi. 

Baca Juga


"Pada tanggal 25 November 2022 (hari ini), yang namanya sampel (keanggotaan parpol) ditarik ulang," ujar Komisioner KPU RI Idham Holik kepada wartawan, Jumat (25/11/2022). 

Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI itu mengatakan, sampel keanggotaan parpol yang diambil ulang tetap menggunakan metode sampling Krejcie dan Morgan. Sembilan partai yang keanggotaannya akan diverifikasi ulang itu adalah PSI, Perindo, PBB, Partai Hanura, dan Partai Ummat. Lalu Partai Buruh, Partai Garuda, Partai Kebangkitan Nusantara (PKN), dan Partai Gelora. 

KPU RI sebenarnya sudah melakukan verifikasi faktual terhadap sembilan partai itu menggunakan sampel acak di seluruh Indonesia pada 15 Oktober - 4 November 2022. Dalam proses verifikasi itu, diketahui hampir semua partai masih mencatut nama warga sebagai anggotanya. 

Alhasil, KPU RI menyatakan kesembilan partai itu belum memenuhi syarat untuk dinyatakan lolos sebagai peserta Pemilu 2024. KPU lantas memberikan kesempatan bagi partai-partai itu untuk memperbaiki dokumen keanggotaannya, lalu KPU melakukan verifikasi faktual perbaikan. 

Idham mengatakan, verifikasi faktual perbaikan ini akan dilakukan oleh petugas KPU tingkat kota/kabupaten dengan menemui langsung anggota partai yang terpilih sebagai sampel. Proses verifikasi ini akan berlangsung hingga 7 Desember. 

"Lalu tanggal 14 Desember kami akan tetapkan partai politik peserta pemilu dan pengundian nomor urut peserta pemilu," ujar Idham.

Dignity Indonesia, sebuah organisasi pemerhati pemilu, mendorong masyarakat, yang namanya dicatut sebagai anggota partai politik, untuk membuat laporan ke pihak kepolisian. Pasalnya, tindakan pencatutan itu sudah masuk ranah pidana. 

"Seharusnya terkait pencatutan nama dan sebagainya itu kan sudah bisa ditindaklanjuti ke ranah pidana. Apalagi sekarang ada UU Perlindungan Data Pribadi yang bisa jadi instrumen untuk menindak tegas partai yang melakukan pencatutan," kata Direktur Dignity Indonesia Jefry Adriansyah kepada wartawan, pekan lalu. 

"Orang menyebarkan data pribadi di grup WhatsApp saja bisa kenak oleh UU PDP, apalagi partai yang mencatut," imbuhnya. 

 

Untuk mencegah percatutan kembali terjadi di masa yang akan datang, Jefry mendorong agar DPR merevisi UU Pemilu dan memuat sanksi tegas bagi partai yang melakukan pencatutan. Sanksinya bisa berupa didiskualifikasi sebagai calon peserta pemilu apabila ketahuan melakukan pencatutan. 

"Misalnya kalau kedapatan mencatut 20 nama warga, partainya didiskualifikasi. Bahkan kalau mencatut satu nama warga saja, bisa didiskualifikasi, kenapa tidak," ujarnya. 

 

Ilustrasi Pemilu - (republika/mgrol100)

 


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler