Dedi Taufik Jadi Ketua APPDI, Rumuskan Strategi Maksimalkan Pendapatan

Bapenda di daerah pun harus turut berkontribusi menjaga pertumbuhan ekonomi.

Istimewa
Kepala Bapenda Jabar Dedi Taufik kembali terpilih sebagai Ketua Asosiasi Ketua Asosiasi Pengelola Pendapatan Daerah Indonesia (APPDI).
Rep: Arie Lukihardianti Red: Agus Yulianto

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kepala Bapenda Jabar Dedi Taufik kembali terpilih sebagai Ketua Asosiasi Ketua Asosiasi Pengelola Pendapatan Daerah Indonesia (APPDI). Menurut Dedi, dirinya akan langsung tancap gas merumuskan peningkatan kapasitas fiskal agar biaya pembagunan daerah bisa lebih maksimal.


Dedi Taufik terpilih setelah memperoleh suara terbanyak dalam voting pemilihan ketua pada pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) APPDI I 2022 di Kabupaten Belitung pada 11 November 2022.

Pengukuhan Pengurus APPDI periode 2022-2026 pun dilaksanakan pada akhir pekan lalu di Kalimantan Timur. Momen itu pun langsung dimanfaatkan untuk membuat sejumlah rumusan memaksimalkan pendapatan daerah.

“Alhamdulillah saya mendapat amanah menjadi ketua APPDI melalui pemilihan yang demokratis. Sekarang semua anggota sudah berkomitmen untuk bersinergi dan fokus membuat program hingga merumuskan kebijakan agar bisa menjadi jembatan dengan pemerintah pusat mengenai pendapatan daerah,” ujar Dedi Taufik, Selasa (29/11).

Dedi menjelaskan, saat di Kalimantan pihaknya juga sudah menyusun beberapa poin yang akan disampaikan kepada Ditjen Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), DJPK (Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan), dan Jasa Raharja hingga Korlantas.

Menurutnya, APPDI sebagai forum komunikasi bapenda 34 provinsi perlu diperkuat dalam kerangka sinergitas penyelenggaran pemungutan pajak serta pendapatan daerah agar sumber pembiayaan pembangunan lebih optimal.

Beberapa hal yang dibahas, kata dia, adalah mengenai Undang-undang 1 tahun 2022 tentang Hubungan Kuangan Pusat dan Daerah (HKPD), agar bersinergi antara pemerintah pusat dan daerah pada saat menjalankan mekanisme maupun prosedurnya. 

Meksi ada potensi sumber pendapatan hilang, kata dia, namun HKPD juga memberikan ruang kepada daerah untuk mengoptimalkan potensi pendapatan dan membuat inovasi- inovasi dalam melakukan pengelolaan pendapatan di berbagai jenis penerimaan.

Tapi catatannya, kata dia, implementasi saat berjalan perlu diawali dengan pendataan potensi yang akurat. Ini menjadi concern, karena ada beberapa potensi loss, yang hilang, dari Provinsi ke Kabupaten.

“Kami pastikan provinsi ini kan aparat pemerintah pusat yang ada di daerah, dan juga fungsi provinsi dalam rangka menjaga kualitas fiskal agar gap-nya jangan terlalu tinggi karena memang hitungan ini akan ada perubahan dalam pelaksanan-pelaksanaan ke depan," kata Dedi.

Sorotan lainnya kata dia, berkenaan dengan resesi ekonomi dunia yang diprediksi terjadi pada 2023. Menurutnya, Bapenda di daerah pun harus turut berkontribusi menjaga pertumbuhan ekonomi.

"Untuk Kami di Jawa Barat sendiri saat ini pertumbuhan ekonomi 5,6, diatas rata-rata nasional. Kaitan dengan resesi dunia kota pastikan akan berkorelasi terhadap pendapatan daerah," katanya.

APPDI, kata dia, bukan hanya berbicara soal Undang-undang HKPD saja, tetapi juga membicatakan isu-isu terkini yang memang menjadikan potensi pendatapan yang bisa buat bersama. Selain itu masalah investasi daerah dan kemudahan, memang ujung-ujungnya pengelohan pendapatan, itu yang harus di implementasikan di lapangan.

“Kolaborasi dan inovasi menjadi kunci dalam eksistensi APPDI sebagai motor penggerak pemungutan pajak dan retribusi agar mampu mendukung visi dan misi kepala daerah dalam pembangunan dan pelayanan publik, ini juga menjadi catatan saat rapat kerja di Kalimantan Tim,” paparnya. 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler