Anak-Anak Muslim Rohingya Temukan Penyembuhan Melalui Seni

Proyek ini menawarkan penyembuhan mental melalui terapi seni.

UNHCR
Anak-anak Muslim Rohingya menggambar mural di dinding di pulau Bhasan Char, Bangladesh, 8 November 2022. Anak-Anak Muslim Rohingya Temukan Penyembuhan Melalui Seni
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Keluarga Sona Maher berupaya lolos dari penumpasan militer di Myanmar dan tiba di Bangladesh hanya dengan pakaian yang mereka kenakan. Gambaran darah dan kehancuran yang terjadi masih mereka coba lupakan hingga kali ini.

Baca Juga


Maher, anak berusia 14 tahun itu, merupakan satu dari lebih dari satu juta Muslim Rohingya yang pada 2017 melarikan diri dari penganiayaan, pemerkosaan, dan kematian di tangan tentara Myanmar. Sebagian besar dari mereka menemukan keamanan di negara tetangga Bangladesh, yang bagian tenggaranya telah menjadi permukiman pengungsi terbesar di dunia.

Awalnya, ia menetap di kamp-kamp kumuh Cox's Bazar. Namun, tahun lalu ia dan keluarga bergabung dengan kelompok yang terdiri dari hampir 30 ribu Rohingya, yang dipindahkan oleh otoritas Bangladesh ke Bhasan Char, sebuah pulau terpencil di Teluk Benggala.

Sebelum dan ketika relokasi dimulai, Badan Pengungsi PBB (UNHCR) dan kelompok hak asasi mengkritik proyek tersebut atas dasar keamanan dan kelayakan huni Bhasan Char, karena rentan terhadap cuaca buruk dan banjir. Tapi, lokasi itu juga menjadi tempat Maher dan anak-anak lain menemukan penghiburan, tenggelam dalam dunia seni.

“Saya menyaksikan kekejaman militer Myanmar di lingkungan saya di Rakhine. Rumah-rumah dibakar, orang-orang dibunuh secara brutal di sekitar saya,” katanya, dikutip oleh Arab News, Sabtu (3/12/2022).

 

Ia mengingat hari-hari yang mengerikan itu dan terkadang mencoba menunjukkan kejadiannya dalam gambar yang ia buat. Maher dapat melupakan rasa sakit saat melihat warna gambar yang dihasilkan.

Hal ini pula yang kemudian mengilhaminya untuk berharap akan kehidupan baru, impian baru. Ia memiliki tekad menghilangkan kenangan mengerikan itu dan hidup lebih baik sekarang. Maher mengambil bagian dalam proyek seni yang dijalankan oleh kartunis Bangladesh Syed Rashad Imam Tanmoy dan UNHCR, serta LSM pendidikan seni Artolution. Mereka meminta anak-anak Rohingya menggambarkan kehidupan, ketakutan dan impian mereka dalam lukisan dinding besar.

Butuh waktu delapan hari, 50 peserta, serta konsultasi selama berjam-jam untuk menyelesaikan mural sepanjang 50 meter bulan lalu. Tanmoy menyebut gambar-gambar itu bukan sekadar gambar cantik di dinding.

Pihaknya ingin menawarkan penyembuhan mental melalui terapi seni dengan keterlibatan masyarakat. Awalnya, upaya ini harus menghadapi respons keengganan dari para pengungsi. Pada titik ini, merekalah yang lantas memulai membuat lukisan dengan kuas dan warna.

"Beberapa orang Rohingya maju untuk menyaksikan proses tersebut. Segera, mereka juga mulai melukis. Motif dominan yang muncul dalam lukisan mereka adalah perahu," ujar dia.

 

Sebagian besar orang Rohingya memiliki ide menggambar perahu. Mereka memegang impian untuk kembali ke tanah air mereka, serta melakukan perjalanan menuju masa depan yang lebih baik. Bagi mereka yang berpartisipasi dalam proyek ini, seperti Anowar Sadek yang berusia 17 tahun, mengekspresikan diri mereka melalui seni menjadi suatu penghiburan.

“Setiap kali saya memegang bahan lukisan, itu membantu saya melupakan penderitaan yang saya saksikan sebelumnya di Rakhine. Lukisan-lukisan itu memberi saya banyak kenyamanan dan kesenangan,” ucap Sadek.

Namun, baik anak-anak maupun para pendidik seni tahu kenyamanan itu hanya bersifat sementara, selama mereka tidak memiliki tempat yang bisa mereka sebut rumah. Dengan kondisi terisolasi di Bhasan Char juga menambah kesusahan mereka.

Roksana Akter, anak berusia 12 tahun yang bergabung dengan proyek mural ini menyebut hatinya dipenuhi kegembiraan ketika ia mulai mengecat dinding dengan warna. Ia pun menyebut ingin terus melukis sepanjang hidupnya.

 

“Tapi saya punya banyak teman dan kerabat di Cox's Bazar. Saya tidak melihat mereka untuk waktu yang lama. Itu adalah bagian paling menyedihkan dalam hidup saya saat ini," kata dia. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler