PKS Tegaskan tidak Boleh Ada Peluang Penundaan Pemilu 2024
PKS mengkritik Ketua MPR Bambang Soesatyo yang kembali mewacanakan penundaan pemilu.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Muhammad Kholid menanggapi pernyataan Ketua MPR Bambang Soesatyo yang meminta pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 dipikirkan ulang. Menurutnya, pernyataan pria yang akrab disapa Bamsoet itu tidaklah bijaksana.
"Sebagai Ketua MPR RI beliau harus menjadi the guardian of constitution, penjaga konstitusi, suara nurani, dan akal sehat bangsa harus dijaga oleh MPR RI," ujar Kholid lewat pesan singkat, Ahad (11/12/2022).
Sebagai Ketua MPR juga tak tepat menyinggung kembali masa perpanjangan jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pasalnya tegas dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, bahwa wacana tersebut melanggar konstitusi.
"Tidak boleh ada sedikitpun celah untuk membuka peluang munculnya agenda peundaan pemilu, perpanjangan periode kekuasaan presiden dan wakil presiden, atau isu-isu lain yang justru melemahkan komitmen ketaatan kita kepada konstitusi, demokrasi dan reformasi," ujar Kholid.
PKS berharap, pesan politik yang diangkat oleh pimpinan MPR menunjukan sikap negarawan. Bukan malah sikap pragmatis atau oportunis. "Semoga demokrasi kita tetap terawat dan terjaga on the track sesuai cita-cita reformasi," ujar Kholid.
"Solusi menghangatnya suhu politik bukan dengan penundaan pemilu atau perpanjangan kekuasaan, tapi solusinya adalah politik diarahkan kepada adu gagasan dan kebijakan," sambungnya.
Ketua DPP Partai Nasdem, T. Taufiqulhadi meyakini bahwa pemilu akan berlangsung sesuai jadwal pada 2024 mendatang. Menurutnya, akan lebih banyak mudaratnya apabila pemilu harus diundur.
"Pemilu akan dilaksanakan pada saatnya sesuai jadwal, yaitu tahun 2024. Melaksanakan pemilu sesuai dengan jadwal adalah kehendak rakyat yang harus dilaksanakan oleh negara,” kata Taufiq, Ahad (11/12/2022).
“Saya merasa yakin bahwa semua pihak ingin pemilu dilaksana sesuai jadwal,” tegasnya.
Memang kata dia, ada beberapa pihak yang berupaya untuk mengingatkan tentang baik buruknya pemilu sesuai jadwal yaitu pada 2024. Setelah ditinjau dari sisi baik dan buruknya, kata dia, ternyata apabila pemilu ditunda justru lebih banyak mudaratnya.
“Dari tinjauan banyak pihak ternyata pemilu ditinjau kembali ternyata lebih banyak mudharatnya. Dalam konteks pembangunan politik pun, dengan ditunda pemilu berarti akan menjegal upaya konsolidasi demokrasi di negara ini,” terang Taufiq.
Padahal, sejauh ini, kata Taufiq, banyak pihak dan pengamat internasional yang memberi acungan jempol sehubungan dengan praktek demokrasi di Indonesia. Praktek politik di Indonesia sejauh dianggap nyaris sesuai dengan pedoman praktik politik demokratis di negara maju.
Adapun, Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat, Irwan mencurigai, adanya pihak-pihak yang melakukan upaya tersebut agar terealisasi.
"Banyak kelompok masyarakat mencurigai adanya upaya sistematis akhir-akhir ini dari elemen-elemen kekuasaan untuk melanjutkan masa jabatan Presiden dengan berupaya menunda pemilu ataupun memperpanjang masa jabatan presiden," ujar Irwan lewat keterangannya, Ahad (11/12).
Tegasnya, upaya tersebut merupakan langkah yang menciderai demokrasi di Indonesia. Apalagi jika upaya tersebut hanya dilakukan demi mempertahankan kekuasaan, yang dinilainya sebagai sesuatu yang mengkhianati konsensus reformasi.
"Sebaiknya para penghamba kekuasaan menghentikan rencana jahat menggerogoti demokrasi Indonesia tercinta ini," ujar Irwan.
"Mari kita semua kawal Presiden Jokowi mengakhiri kekuasaan dengan soft landing dan meninggalkan legacy demokrasi yang baik dan diteladani pemimpin berikutnya," sambung anggota Komisi V DPR itu.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo mengatakan, saat ini Indonesia tengah memasuki masa peralihan dan pemulihan dari pandemi Covid-19. Namun pada masa seperti ini, ia mempertanyakan tepat atau tidaknya pelaksanaan Pemilu 2024.
"Ini juga harus dihitung betul apakah momentumnya tepat dalam era kita tengah berupaya melakukan recovery bersama terhadap situasi ini, dan antisipasi, adaptasi terhadap ancaman global seperti ekonomi, bencana alam," ujar pria yang akrab disapa Bamsoet itu dalam diskusi yang digelar Poltracking Indonesia, Kamis (8/12).
Ia sendiri mengapresiasi kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf Amin jelang berakhirnya 2022. Hal tersebut terbukti dari hasil survei Poltracking Indonesia, yang menunjukkan 73,2 persen publik puas terhadap kinerja pemerintahan.
Selanjutnya, ia mempertanyakan apakah kepuasan publik tersebut berkorelasi terhadap keinginan masyarakat untuk terus dipimpin oleh Jokowi. Baik lewat perpanjangan masa jabatan presiden atau tiga periode masa kepemimpinan.
Menurutnya, kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf terhambat oleh pandemi Covid-19 selama dua tahun. Hal itu menyebabkan kerja-kerja dari pemerintahan tak maksimal dalam merealisasikan visi dan misinya.
"Kita sama-sama tahu, deras sekali pro kontra di masyarakat, ada yang memperpanjang, ada yang mendorong tiga kali, tapi terlepas itu saya sendiri ingin tahu keinginan publik yang sebenarnya ini apa? Apakah kepuasan ini ada korelasinya dengan keinginan masyarakat, beliau tetap memimpin kita melewati masa transisi ini," ujar Bamsoet.
Poltracking Indonesia pada pekan lalu merilis hasil survei terkait evaluasi kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf menjelang berakhirnya 2022. Hasilnya, mayoritas publik menyatakan puas dengan dengan kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf di angka 73,2 persen.
Sebanyak 20,4 persen menyatakan sangat puas dan 52,8 persen menjawab cukup puas. Adapun 19,0 persen menyatakan tidak puas, yang terbagi menjadi kurang puas (16,3 persen) dan sangat tidak puas (2,7 persen). Sebanyak 7,8 persen lainnya menyatakan tidak tahu atau tidak menjawab.
"Tingkat kepuasan terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo – Ma'ruf Amin sempat mengalami fluktuasi, tetapi sepanjang tahun 2022 relatif terus mengalami peningkatan, seperti terlihat dalam tren temuan survei Poltracking, pada Mei 59,6 persen, Agustus 66,2 persen, dan November 73,2 persen," ujar Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR dalam rilis daringnya, Kamis (8/12/2022).
Poltracking Indonesia juga membagi tingkat kepuasannya berdasarkan individu Jokowi dan Ma'ruf. Sebanyak 73,5 persen menyatakan puas terhadap kinerja Jokowi, terbagi atas sangat puas (18,2 persen) dan cukup puas (55,3 persen). Sementara, publik yang merasa tidak puas, gabungan dari kurang puas dan sangat tidak puas sebesar 18,7 persen.
Poltracking memisahkan kinerja pemerintahan di tujuh sektor, yakni pendidikan, kesehatan, sosial-budaya, pertahanan dan keamanan, politik dan stabilitas nasional, ekonomi, dan penegakan hukum. Tertinggi, 78,5 persen publik menyatakan puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Ma'ruf di sektor pendidikan.
Posisi kedua di bidang kesehatan, yakni sebesar 77,9 persen. "Publik yang merasa puas, gabungan sangat puas dan cukup puas, terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma'ruf Amin di bidang pendidikan 78,5 persen. Sementara publik yang merasa tidak puas, gabungan dari kurang puas dan sangat tidak puas 16,8 persen," ujar Hanta.
Selanjutnya adalah sosial-budaya (73,7 persen), pertahanan dan keamanan (73,1 persen), politik dan stabilitas nasional (70,3 persen), dan ekonomi (64,5 persen. Terakhir adalah kepuasan publik di sektor penegakan hukum, yakni sebesar 62,9 persen.
"Sementara publik yang merasa tidak puas (di bidang penegakan hukum), gabungan dari kurang puas dan sangat tidak puas sebesar 29,0 persen," ujar Hanta.