Aceh Kembangkan Wakaf Produktif
IHRAM.CO.ID, JAKARTA -- Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh mengupayakan pengembangan wakaf produktif sebagai salah satu langkah menurunkan kemiskinan di "Tanah Rencong" --sebutan untuk Aceh-- itu.
"Salah satu upaya yang kita lakukan dengan memproduktifkan wakaf, mengoptimalkan fungsi potensi wakaf yang belum diberdayakan," kata Kabid Perencanaan Pembangunan Ekonomi dan SDA Bappeda Aceh Reza Ferdiandi Banda Aceh, Jumat Kemarin.
Hal itu disampaikan diasaat membuka lokakarya penguatan literasi dan sosialisasi pengembangan wakaf produktif Aceh, di Banda Aceh.
Ia menegaskan Bappeda terus mencarikan solusi terhadap posisi Aceh yang masih menjadi daerah termiskin se-Sumatera hingga hari ini. Peningkatan peruntukan wakaf bisa menjadi salah satu langkah pengurangan angka kemiskinan.
"Kita bisa merencanakan pembangunan wakaf dengan lebih baik, misalnya dilakukan musrenbang wakaf, dengan itu pengembangannya dapat kita lakukan secara produktif," ujarnya.
Selain itu, kata Reza, perkembangan wakaf di Aceh saat ini tidak mengalami peningkatan signifikan jika dibandingkan dengan perkembangan pengumpulan zakat.
Padahal, kalau melihat data yang tercatat di sistem informasi wakaf, dapat dilihat besarnya potensi tanah wakaf. Namun, sebagian besar peruntukan wakaf itu masih terbatas untuk sarana ibadah, lembaga sosial keagamaan, sekolah, dan pemakaman.
"Hanya sedikit tanah wakaf di Aceh yang dimanfaatkan untuk kegiatan produktif," katanya.
Meskipun demikian, lanjut Reza, sejauh ini sudah ada beberapa upaya yang dilakukan oleh masyarakat Aceh dalam mengembangkan wakaf, misalnya kebun kurma wakaf yang digagas oleh Yayasan Wakaf Baitul Mal Barbate di Blang Bintang.
"Kemudian, lahan wakaf yang dikelola nazir BKM masjid menjadi tempat wisata di Lampuuk dan sawah wakaf di Lampanah yang sebagian wakaf ditukar guling dengan proyek pengadaan Jalan Tol Sibanceh, Indrapuri, Aceh Besar," ujarnya.
Reza menambahkan dengan melihat potensi wakaf, Bappeda Aceh telah menginisiasi pengembangan wakaf produktif di Aceh bekerja sama dengan Kemenag karena telah memiliki sistem pencatatan aset wakaf. Lalu BWI yang secara regulasi berwenang melakukan pembinaan wakaf, serta Baitul Mal seluruh Aceh.
?Sejauh ini, Bappeda telah memfasilitasi penyusunan buku perencanaan ekonomi berbasis wakaf pada 2020 yang dapat dipedomani dalam pengembangan wakaf produktif di Aceh,? kata dia.
Tenaga Profesional Baitul Mal Aceh Shafwan Bendadeh menyatakan dalam pengembangan wakaf produktif di Aceh sudah mulai melibatkan peran nazir yang memproduktifkan wakaf uang tersebut.
"Salah satu kendala dalam pengembangan wakaf produktif karena peruntukan yang dibatasi, untuk itu calon wakaf dapat diarahkan untuk menyerahkan dengan peruntukan lebih luas," katanya.
Ia menjelaskan pengembangan wakaf produktif harus diawali dengan peningkatan kapasitas nazir, salah satunya sertifikasi kompetensi dari BWI sehingga bisa menyiapkan nazir yang mampu melakukan pengelolaan secara baik.
"Untuk pengembangan wakaf produktif, tahun ini BMA membantu modal sepuluh nazir. Selanjutnya diperlukan cetak biru wakaf produktif Aceh dan mendorong lembaga keuangan syariah penerima wakaf uang lebih proaktif," demikian Shafwan.
Aceh memiliki keistimewaan dalam pengelolaan wakaf yaitu bisa langsung dikelola melalui tiga lembaga pemerintahan. Pengelolaan, pengembangan, dan pengawasan wakaf di Aceh bisa dari tiga institusi, yaitu Kemenag, Badan Wakaf Indonesia (BWI), dan Baitul Mal Aceh.