China: Gangguan Rantai Pasokan Disebabkan Negara Tertentu

Ada beberapa negara yang sengaja beri hambatan pasokan pangan atas alasan politik

AP Photo/Khalil Hamra
Awak kapal kargo Med Island, yang datang dari Ukraina dengan muatan gandum, mempersiapkan kapal untuk diperiksa oleh pejabat PBB, saat sedang berlabuh di Laut Marmara di Istanbul, Turki, pada 1 Oktober 2022. Kesepakatan ekspor biji-bijian Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative akan memprioritaskan negara-negara Afrika yang membutuhkan.
Rep: Lintar Satria Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar China untuk Indonesia Lu Kang mengatakan rantai pasokan dan industri global terbentuk dan berkembang hasil dari hukum pasar. Namun ada beberapa negara yang sengaja memberikan hambatan atas alasan politik hingga menganggu kerja sama internasional yang terkait.

"Dan mengganggu rantai pasokan dan industri. Itu tidak bermanfaat bagi perkembangan industri dan tidak sesuai dengan kepentingan negara mana pun," kata Lu lewat penerjemah dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/12/2022).

Lu menambahkan seperti yang telah disampaikan Presiden Xi Jinping di pertemuan G-20 di Bali bulan lalu bahwa krisis energi dan pangan saat ini bukan masalah kontradiksi antara produksi dan kebutuhan yang jadi masalah adalah jalur yang lancar.

"Solusi (krisis energi dan pangan) adalah memperlancar rantai pasokan, agar ada pasar komoditas yang bisa terbuka, stabil dan berkelanjutan," katanya.

"Kami dengan tegas menentang politisasi pangan dan energi, apalagi menjadikan pangan dan energi sebagai instrumen atau alat atau senjata untuk menghambat dan menghalangi perkembangan negara lain," tambahnya.

Lu mengatakan China sudah menegaskan menentang sanksi-sanksi sepihak. Lu tidak menyebutkan nama negara yang ia maksud mengganggu rantai pasokan dan industri global. Tapi China menentang sanksi-sanksi Barat ke Rusia yang dijatuhkan usai invasi ke Ukraina.

Masa pemulihan pandemi Covid-19 dan pembatasan perdagangan mengguncang perekonomian dunia dan mengakibatkan krisis pangan dan energi.

Dalam kesempatan ini Lu juga mengatakan hubungan bilateral Indonesia dan China saat ini menarik perhatian banyak pihak. Ia mengakui hubungan kedua negara saat ini di titik paling baik dalam sejarah.

"Dan saya sendiri sangat yakin hubungan bilateral akan lebih baik dan erat, kenapa?  Bila dilihat dari segi politik hanya dalam setengah tahun kepala negara dua negara  sudah dua kali bertemu tetap muka, tahun depan genap sepuluh tahun kemitraan hubungan komprehensif strategis Tiongkok-Indonesia, pasti akan membawa momentum yang lebih baik untuk hubungan bilateral khususnya pertukaran atau komunikasi tingkat tinggi," katanya.

Lu menambahkan selain di bidang politik hubungan kedua negara di bidang-bidang lain juga mencapai keberhasilan nyata. Ia mencontohkan pertemuan Xi Jinping dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di sela pertemuan G-20.

Tidak hanya penandatangan kerja sama yang baru, kata Lu, tapi juga peningkatan kemitraan komprehensif strategis China-Indonesia dari tahun 2022 hingga 2026. Kedua belah pihak juga menandatangani dokumen kerja sama di sepuluh bidang lebih.

"Sebut saja ada yang sangat menjadi perhatian Indonesia misalnya, SDM, pendidikan vokasional tentang produk pertanian ekspor ke Tiongkok dan satu dokumen tentang ekspor nanas Indonesia ke Tiongkok dan juga obat herbal dan tentu di bidang media juga menandatangani kerja sama, maka bisa dikatakan prospek hubungan bilateral akan lebih cerah di masa depan," katanya.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler