China Geram Atas Pakta Pertahanan AS Tentang Taiwan, Ini Alasannya
UU Pertahanan AS memuat aturan tentang peningkatan bantuan militer untuk Taiwan
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING - China geram atas undang-undang (UU) otoritasi pertahanan Amerika Serikat (AS), Sabtu (24/12/2022). UU tersebut memuat aturan tentang peningkatan bantuan militer untuk Taiwan.
"China menyatakan ketidakpuasan yang kuat dan oposisi yang tegas terkait UU Otorisasi Pertahanan Nasional AS," kata Kementerian Luar Negeri Cina dalam sebuah pernyataan, Sabtu.
China mengatakan langkah pengeluaran militer 858 miliar dolar AS tersebut menyebabkan kerusakan serius pada perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan. Sebelumnya, AS mengesahkan hingga 10 miliar dolar AS dalam bantuan keamanan dan pengadaan senjata jalur cepat untuk Taiwan.
China tidak pernah berhenti menggunakan kekuatan untuk membawa Taiwan di bawah kendalinya. Taiwan sangat membantah klaim kedaulatan China. Taipei mengatakan hanya 23 juta penduduk pulau itu yang dapat memutuskan masa depan mereka.
Sementara itu, Kementerian Pertahanan Taiwan mengucapkan terima kasih atas undang-undang AS. Langkah AS menunjukkan pentingnya Washington melekat pada ikatan kedua belah pihak dan untuk memperkuat keamanan pulau.
"Taipei akan membahas rincian UU dengan Washington dan secara bertahap mendorong perumusan anggaran dan pencairan aktual dari berbagai ketentuan ramah Taiwan," kata Kementerian Pertahanan Taiwan tanpa menjelaskan lebih lanjut.
AS merupakan pendukung dan pemasok senjata internasional terpenting Taiwan, meskipun tidak ada hubungan diplomatik formal. Penjualan senjata AS ke Taiwan selalu mengganggu hubungan Beijing dengan Washington.
Militer Taiwan memang dikerdilkan oleh tetangganya yang besar, China. Angkatan udara khususnya telah berada di bawah tekanan karena harus berebut berulang kali untuk mengalahkan serangan China di dekat pulau itu selama sekitar tiga tahun terakhir.
Undang-undang pertahanan juga berisi amandemen yang membatasi pembelian produk oleh pemerintah AS menggunakan chip komputer yang dibuat oleh sekelompok perusahaan China. "Kasus itu mengabaikan fakta untuk membesar-besarkan 'ancaman China', dengan sembrono mencampuri urusan dalam negeri China dan menyerang serta mencoreng Partai Komunis China, yang merupakan provokasi politik serius ke China," kata kementerian luar negeri Chuina.